Indonesia, Negara Perokok Anak

Tanggal 31 Mei diperingati sebagai Hari Anti Tembakau oleh dunia. Beberapa kalangan masyarakat memperingatinya dengan berbagai macam aksi, seperti kampanye anti asap rokok, gerakan menukar punting rokok dengan permen dan lain sebagainya. Namun sebelum itu, ada baiknya sejenak kita tengok ke belakang. Seberapa urgenkah permasalahan rokok di negeri kita?

Indonesia merupakan salah satu negara pengonsumsi tembakau terbesar di dunia. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Indonesia menempati urutan kelima di antara negara-negara pengonsumsi tembakau di dunia. Seperti yang dikutip dari Vera 2013, dr. Nafsiah Mboi sebagai Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa konsumsi tembakau semakin meningkat dari hari ke hari. Sebagian besar karena iklan, promosi, dan juga sponsor acara yang membagikan rokok secara gratis. Meningkatnya jumlah perokok tidak hanya pada usia dewasa, tetapi juga pada usia muda.

Di Indonesia, usia perokok bahkan telah menyentuh anak-anak. Ketua Komisi Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait, memaparkan data jumlah perokok anak di bawah usia 10 tahun mencapai 239.000 orang dalam kurun waktu 2008-2012. Aris juga mengungkapkan fenomena yang cukup memprihatinkan, bahwa perokok anak tersebut rata-rata menghabiskan 40 batang rokok per hari. Di beberapa media massa, dikabarkan bahwa ada balita berusia 2 tahun di Pontianak dan 11 bulan di Palembang telah menjadi perokok aktif (KendariNews 2013). Fakta ini pun tidak luput dari perhatian dunia. Aris menyayangkan fenomena ini. Menurutnya, jika dibandingkan dengan Tiongkok sebagai negara nomor satu pengonsumsi rokok di dunia, Tiongkok tidak memiliki perokok anak (voaindonesia, 2013). Berdasarkan data-data itulah, Indonesia kini disebut-sebut sebagai ‘Negara Perokok Anak’.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi perokok aktif. Salah satunya adalah faktor lingkungan, baik keluarga maupun masyarakat. Perokok anak tentu belum terlalu paham mengenai maksud iklan rokok, warung penjual rokok, dan juga harga rokok. Pihak yang sangat berperan memahamkan anak adalah keluarga. Keluarga cukup berperan dalam mengantarkan anak menjadi perokok atau tidak menjadi perokok. Selain itu, banyak orang dewasa yang tidak sungkan merokok di depan anak-anak. Secara otomatis, anak akan menjadi perokok pasif yang kemudian dapat pula menjadi perokok aktif. Orang dewasa secara tidak sadar memberikan contoh kepada anak tentang bagaimana cara menggunakan rokok.

Tidak pada usia anak-anak saja, perokok pada usia remaja (SMP dan SMA) juga meningkat. Survei yang dilakukan oleh The Global Adult Tobacco Survey (GATS) sebagaimana dirilis oleh Kemenkes RI pada September 2012 lalu menyatakan, jumlah perokok menurut usia dan gender pada kelompok usia 15-24 tahun mencapai 51,7%. Angka ini termasuk usia pelajar SMP dan SMA yang berada pada usia 15-18 tahun. Survei juga dilakukan oleh Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan dan Bisnis (LPEPB) Universitas Airlangga Surabaya. Hasilnya, sebanyak 63% siswa perokok mengatakan jika ayah dan anggota keluarga lainnya merokok. Sebanyak 27% siswa perokok lainnya mengatakan pernah ditawari merokok oleh anggota keluarganya.

Pemahaman masyarakat yang rendah tentang bahaya rokok berdampak pada peningkatan jumlah perokok. Untuk perokok pada usia anak-anak, jelas bahwa orang tua memegang peran yang sangat besar untuk mengontrol tumbuh kembang anak dan menjauhkan anak dari rokok. Rokok pun mudah diakses, terutama pada usia remaja yang masih duduk di bangku SMO dan SMA. Tidak ada larangan membeli rokok di mana pun.

Solusi akhirnya dicari. Salah satu agenda World Cafe pada pertemuan pemuda se-Indonesia, yaitu Indonesia Youth Forum 2013, adalah berbicara tentang masalah rokok untuk menemukan solusi dan rekomendasi kepada pemerintah. Pertemuan yang diselenggarakan Mei 2013 di Bandung tersebut membicarakan berbagai tawaran solusi, mulai dari konsep iklan rokok hingga kebijakan pemerintah yang mengharuskan pembelinya menunjukkan KTP. Harapannya, akses rokok ke anak-anak dapat dibatasi sehingga perokok aktif pada usia anak-anak dapat berkurang.

Semakin muda usia seseorang dalam mengonsumsi rokok akan membuatnya semakin mudah untuk candu akan rokok. Akibatnya, semakin sulit orang itu untuk lepas dari kecanduan karena rokok memiliki sifat adiksi yang dapat membuat pemakainya menjadi punya rasa ketergantungan. Jangan biarkan masa depan anak bangsa dipegang oleh sebatang rokok!

Skip to content