Butuh keberanian luar bisa untuk menerbitkan buku “WikiLeaks, Situs Paling Berbahaya di Dunia”. Pasalnya, isu yang dibahas tergolong sangat sensitif, terkait masalah politik di seluruh dunia. WikiLeaks merupakan satu dari banyak media yang paling berani membocorkan data rahasia negara. Sumber data yang diolah tidak sedikit dan tidak sembarangan: 91.000 laporan Afghan War Diary, 391.832 catatan rahasia Iraq War Logs, 6.780 laporan Congressional Research Service, dan 251.287 bocoran kawat diplomatik.
Perlu diketahui, WikiLeaks adalah sebuah situs yang mengklaim diri sebagai media baru dengan cara kerja jurnalisme investigatif. WikiLeaks mengubah gaya jurnalisme pada umumnya. Ia pun mematahkan anggapan orang yang mengatakan bahwa WikiLeaks berada di bawah kepentingan kapital (permodalan). WikiLeaks dikelola oleh para sukarelawan yang tidak dibayar dan tidak berpihak secara kapitalis ataupun politis. Strategi penyampaian berita dilakukan secara bertahap, agar apa yang disampaikan mendapat perhatian publik yang memadai. Jika dilepas sekaligus, rahasia negara yang penting bisa luput dari perhatian masyarakat.
Salah satu kasus yang pernah diungkapkan situs WikiLeaks adalah rilis video Collateral Murder pada April 2010. Video tersebut menggambarkan pembantaian oleh militer Amerika Serikat terhadap belasan orang di pinggiran Baghdad, Irak, termasuk dua orang staf berita Reuters. Reuters telah berusaha mendapatkan video yang dimaksud dari Freedom of Information Act, namun tidak berhasil. Rekaman video yang diambil dari helikopter Apache jelas memperlihatkan pembunuhan yang tak beralasan itu. Sebelumnya, video terkunci kode rahasia sehingga sulit ditembus. Butuh waktu tiga bulan bagi WikiLeaks untuk dapat memecahkannya.
Tujuan utama didirikannya WikiLeaks adalah membantu masyarakat membuka mata terhadap apa yang ada di balik jubah diplomasi dunia. Di antaranya, yaitu agenda kebohongan, kekejaman perang, dan kejahatan kemanusiaan. “Jika keadilan belum ditegakkan, paling tidak saya belum mati,” tegas Julian Paul Assange, salah seorang pendiri yang juga pemimpin situs WikiLeaks. Demikianlah, keberanian yang dimiliki WikiLeaks tidak terlepas dari peran pendiri dan pemimpinnya.
Diakui Assange, tidak mudah memimpin WikiLeaks. Ia sering merasa diintai dan diancam pembunuhan. Melalui buku ini, penulis juga menceritakan kehidupan Assange. Assange nyaris dipenjara karena terbukti bersalah dalam 25 kasus peretasan komputer di tahun 1995. Assange adalah sosok cerdas dengan IQ, konon, di atas 170. Sayangnya, ia seorang introvert yang cenderung menarik diri dari pergaulan sosial. Pada tahun 2006, Assange keluar dari University of Melbourne dan memutuskan untuk mendirikan WikiLeaks. Saat itulah, gaya hidupnya semakin unik. Dia tidak pernah tinggal lebih dari dua hari di tempat yang sama. Dia meminta para pendukungnya untuk menggunakan telepon seluler bersandi rumit. Keamanan bagi Assange adalah hal yang utama. Tak heran jika dia sering mengganti ponsel seperti sesering ia mengganti baju. Kadang dia menginap di rumah teman yang dikenalnya, menginap di hotel dengan nama palsu, dan menyamarkan diri dengan mewarnai rambutnya.
Demi alasan keamanan, markas WikiLeaks pun sering berpindah tempat. Di antaranya, yaitu Inggris, Islandia, dan terakhir adalah bunker anti nuklir di Swedia. Lalu, bagaimana WikiLeaks memperoleh dana yang jumlahnya tidak sedikit? Jawabnya dari para donator yang memiliki pemahaman sejalur dengan WikiLeaks. Salah satunya adalah George Soros, seorang filantropis dan hartawan dunia. Soros memiliki lembaga yang bernama Open Society Institute.
Pentingnya memiliki sikap berani, rasa peduli, dan kebaikan murni tanpa berharap imbalan, adalah hal-hal yang dapat dipelajari dari buku ini. Mengutip istilah Ambrose Redbone, seorang motivator, “Keberanian muncul bukan karena tidak adanya ketakutan, tetapi ada sesuatu yang lebih penting dari ketakutan itu sendiri.” Meski demikian, sifat kritis juga perlu ada ketika membaca buku ini. Penulis hanya melakukan penelusuran dari pihak-pihak pendukung Assange dan WikiLeaks. Alangkah baiknya, penulis memberikan ruang bagi pihak-pihak yang kurang sependapat dengan keduanya, agar apa yang tersaji oleh buku berada dalam format cover both side (tidak sepihak). (Metri Niken Larasati)