Ketika Pemimpin Berposisi

Sejak tanggal 1 April 2013, mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) kembali disibukkan dengan agenda Pemilihan Wakil Mahasiswa (Pemilwa). Pemilwa merupakan pesta demokrasi dan aspirasi terbesar Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (KM UII). Agenda Pemilwa dimulai dengan pendaftaran calon legislatif untuk tingkat universitas dan fakultas, wawancara, kampanye kertas, kampanye mimbar terbuka, dan berakhir pada pencoblosan (pemberian suara).

Siapapun mahasiswa yang memenuhi persyaratan, diperbolehkan untuk mengajukan diri sebagai calon legislatif. Persyaratan yang dimaksud telah dipublikasikan secara luas, baik melalui selebaran poster dan media digital, sehingga siapapun yang ingin maju ke Pemilwa dapat dengan mudah mengaksesnya. Jika persyaratan tersebut dicermati, kita akan tahu bahwa mahasiswa yang akan maju boleh mengikuti organisasi lain, baik di dalam maupun di luar KM UII. Artinya, ketika nanti dirinya terpilih menjadi fungsionaris DPM U, DPM F, LEM U, maupun LEM F, ia berhak mempertahankan posisinya di organisasi lain itu (jika ada).

Sejenak mari kita mengingat kembali Konferensi Pers yang dilakukan oleh Presiden SBY pada tanggal 17 April 2013 lalu. Malam itu, di Kompleks Istana Kepresidenan, para wartawan yang hadir sempat terheran-heran. Apa sebab? Laman Kompas.com mencatat bahwa dalam keterangan 6 menit 44 detik itu, Presiden SBY membicarakan bahasan yang sama sekali jauh dari persoalan kenegaraan. Bukan membahas kisruhnya Ujian Nasional (UN) 2013 atau kecelakaan Lion Air di ujung landasan Bandara Ngurah Rai Bali, Presiden justru membahas isu Yenny Wahid, putri mendiang Gus Dur, yang diberitakan bergabung ke Partai Demokrat (PD). Presiden menyebut kata “Mbak Yenny” sebanyak 18 kali dan kata “saya” sebanyak 26 kali. “Untuk siapa?” demikian tanya Kompas.com.

Ternyata saat itu, Presiden SBY tengah memosisikan diri sebagai Ketua Umum PD, bukan sebagai Kepala Negara Republik Indonesia. Sebagaimana diketahui, SBY terpilih menjadi Ketua Umum PD pada Kongres Luar Biasa di Bali, tanggal 31 Maret 2013. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pejabat negara selain mengurusi negara juga boleh untuk mengurusi partai politik (parpol). Hanya saja sebagai warga negara yang berlogika, kita tentu berharap agar para pejabat dapat pandai memosisikan diri. Kita berharap agar mereka bijak memosisikan diri, terlebih ketika sedang berada di suatu forum, apakah sebagai wakil rakyat atau sebagai wakil parpol. Hal ini agar kepercayaan rakyat dapat digunakan sebaik-baiknya untuk memimpin negara ke arah yang lebih baik, bukan memimpin parpol ke arah yang lebih baik. Atau dengan kata lain, suara rakyatlah yang dibawa, bukan suara parpol.

Untuk itu, mahasiswa (rakyat) berharap agar para legislator terpilih nanti dapat mengambil pelajaran dari Konferensi Pers Presiden SBY di Istana beberapa waktu lalu. Bagaimanapun juga, legislator terpilih akan terbagi menjadi fungsionaris DPM dan LEM yang artinya berperan memimpin DPM dan LEM (negara) ke arah yang lebih baik, bukan memimpin organisasi di luar DPM dan LEM (parpol). Tidak ada salahnya mengikuti lebih dari satu organisasi di luar DPM dan LEM. Penulis hanya mengingatkan, kelak, suara mahasiswalah yang dibawa, bukan suara organisasi di luar DPM dan LEM tersebut.

  *)Mahasiswa Teknik Kimia Konsentrasi Teknik Tekstil 2009/Redaktur Pelaksana LPM Himmah UII

Serial Laporan Khusus:

Berita sebelumnya
Berita Selanjutnya
Skip to content