Judul : The Post
Sutradara : Steven Speilberg
Skenario : Liz Hannah dan Josh Singer
Pemain : Meryl Streep, Tom Hanks, Matthew Rhys, Sarah Paulson.
Apa yang anda rasakan apabila anda seorang warga, dan negara anda sedang melakukan peperangan dengan negara lain? Mungkin pertanyaan itu akan lebih rumit apabila ditambah lagi, bagaimana perasaan anda apabila anak anda diikutkan (oleh pemerintah tentunya) perang padahal sudah tahu tipis kemungkinan untuk menang? Seperti menyerahkan diri untuk mati. Kemungkinan terburuk dari reaksi warga itulah yang coba diredam oleh pemerintahan Amerika Serikat (AS) saat berperang melawan Vietnam. Selain mungkin rasa malu akan kekalahan dengan kerugian tentara dan materi yang besar. Cara meredamnya melalui suatu kebohongan besar. Lebih parahnya dilakukan langsung oleh para pemimpin negera tersebut, dalam hal ini Menteri Pertahanan Robert McNamara (Bruce Greenwood).
Konflik dimulai dalam diri Daniel Ellsberg (Matthew Rhys) yang merupakan peneliti perang AS-Vietnam. Tentunya sangat tidak enak mengetahui bahwa hasil penelitiannya dinyatakan kepada publik dalam hasil yang berbeda. Manipulasi. Intinya AS kalah namun tetap mengirim tentara untuk perang. Baru sepuluh tahun setelah peristiwa itu, Daniel mengirimkan dokumen yang telah dia salin secara sembunyi-sembunyi sebelumnya kepada redaksi The New York Times (Times). United State-Vietnam Relations, 1945-1967: A Study Prepared by the Department of Defense atau lebih populer dengan nama “The Pentagon Papers” memuat laporan kekalahan AS atas Vietnam, kebijakan presiden memberikan dukungan dana untuk perang sampai keterlibatan AS dalam pemilihan umum di Vietnam.
Setelah tiga bulan menyortir ribuan dokumen, Times melaporkan “The Pentagon Papers”. Warga AS geger. Times dituntut oleh pemerintah. Menjadi luar biasa dalam sejarah demokrasi AS bahwa pers dituntut oleh pemerintah. Alasannya adalah mengganggu keamanan negara. Tidak hanya warga yang geger, sesama media pun geger, termasuk The Washington Post (Post).
Saat itu Post sedang tidak stabil. Masalah hutang mengharuskan media tersebut menjual saham kepada publik. Pergantian pemilik oleh perempuan dipandang remeh oleh direksi dan bidang redaksi. Katharine Graham (Meryl Streep) mewarisi Post setelah media tersebut diberikan oleh ayahnya kepada suaminya, dan suaminya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Rasa gugup sangat terlihat dalam memimpin dan mengambil keputusan. Misalkan dalam sebuah rapat dengan para bankir. Walaupun sudah latihan berargumen untuk rapat, masih saja gagal saat eksekusi. Wanita sosialita itu dianggap lebih bisa membuat pesta yang sering dia adakan dirumahnya.
Graham memiliki tantangan yang lebih besar saat Post mendapat dokumen “The Pentagon Papers” yang lebih lengkap. Empat ribu lembar dokumen. Pencarian dokumen itu adalah pengembangan dari berita Times sebelumnya. Salah satu reporter Post mencari Daniel untuk meminta dokumen yang lebih lengkap. Permasalahan belum selesai setalah mendapatkan dokumen dan bertemu narasumber, menyortir 4000 dokumen tanpa nomor halaman tentunya bukan hal yang mudah. Apabila Times perlu waktu tiga bulan untuk menyortir, Post hanya memiliki waktu delapan jam sebelum malam harinya harus masuk proses cetak. Tentunya semua kerja keras tersebut akan terbayar apabila laporan diterbitkan dan bisa berdampak kepada warga, terutama pemerintah. Namun di sinilah masalah utamanya, mendapat izin diterbitkan atau tidak oleh Graham sebagai pemilik Post.
Terjadi perdebatan oleh para direksi dan Ben Bradlee (Tom Hanks) pemimpin redaksi yang idealis. Sudut pandang hukum, hubungan dengan pemerintah, nasib karyawan, dan ideologi saling serang. Permasalahan menjadi komplek bahwa Graham dekat dengan Robert McNamara.
Menyenangkan melihat duet antara Meryl Streep dan Tom Hanks. Steel yang masuk nominasi Aktris pemeran utama wanita Oscar 2018 (dalam film ini) berhasil membawa alur cerita di sepertiga akhir film. Sementara dua pertiga awal, dokumen “The Pentagon Papers” lebih membawa alur cerita. Gambar yang diambil oleh Janusz Kaminski memberikan nuansa klasik mesin ketik dan percetakan jaman dulu. Mungkin bagi anda wartawan lama sangat akrab dengan hal itu. Dari sekitar 120 menit film berjalan, informasi dan ketegangan dibuat secara proporsional. Sehingga tidak ada waktu untuk “berleha-berleha” karena sceen yang membosankan atau miskin informasi. Susah untuk mencari kekurangan di film ini.
Apabila diperhatikan, dalam kasus “The Pentagon Papers”, Times lebih berpengaruh dengan mendapatkan dan menerbitkan laporannya terlebih dahulu. Sepertinya Steven Speilberg memilih fokus pada Post karena memiliki drama internal redaksi yang lebih menarik, konflik klasik antara pemilik dan redaksi media, serta kedekatan pemilik media dengan pemerintah.
Di akhir film, terdapat adegan yang sangat tidak asing untuk para jurnalis. Adegan seorang penjaga gedung sedang mengecek tiap ruang dengan senternya. Penjaga mendapatkan kegiatan mencurigakan di salah satu ruangan tempat penyimpanan dokumen. Silahkan cari lagi folder film anda yang menyimpan film bernama “All The President’s Men”. Mungkin anda ingin bernostalgia dengan salah satu film wajib para jurnalis.
Mengutip salah satu perkataan Graham saat sedang melihat ruang mesin percetakan, dia teringat dengan ayah dan suaminya. Ditemani oleh Ben, dia berkata,”Do you know what my husband said about the news? He called it the first rough draft of history. Oh well, we don’t always get it right, you know we’re not always perfect but I figure we just keep on it, you know? That’s the job, isn’t it?”