Nasionalisme dalam Keterbukaan Informasi Publik

Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mengakses dan mendapatkan informasi mengenai negaranya. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28 F, yang menjelaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Namun, kurangnya perhatian pemerintah terhadap warga negara yang berada jauh di daerah perbatasan antar-negara mengakibatkan terbatasnya informasi publik yang sampai ke wilayah tersebut. Misalnya saja di perbatasan Indonesia-Malaysia, dimana warga setempat belum mendapatkan informasi yang memadai mengenai negara Indonesia sendiri. Kebanyakan dari mereka lebih mengenal negara tetangga, Malaysia, daripada Indonesia. Ini disebabkan karena lebih terbukanya Malaysia dalam hal informasi. Yang lebih memprihatinkan lagi, tidak hanya di daerah perbatasan saja, tapi juga di beberapa daerah di Indonesia pun informasi publik masih sulit didapatkan.

Kurangnya keterbukaan informasi publik ini bisa berdampak buruk bagi negara Indonesia, seperti kurangnya rasa nasionalisme dari masyarakat. Kondisi seperti ini digambarkan dalam sebuah film yang berjudul Tanah Surga Katanya. Film ini menggambarkan kehidupan masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Dikisahkan seorang anak bernama Salman (Osa Aji Santoso) yang tinggal bersama adiknya yang bernama Salina (Tissa Biani Azzahra) dan kakeknya yang bernama Hasyim (Fuad Idris) di perbatasan negara antara Malaysia dan Indonesia. Suatu hari, ayah Salman, Haris (Ence Bagus) yang bekerja sebagai pedagang di Malaysia, pulang ke Indonesia. Kepulangannya ini bertujuan untuk memboyong Salman berserta adik dan ayahnya pindah ke Malaysia. Haris beranggapan bahwa Malaysia merupakan negara yang makmur. Jika mereka tinggal di sana, kehidupan mereka akan lebih sejahtera. Selain itu Haris ingin membawa sang ayah untuk berobat ke rumah sakit Malaysia. Alasan lain, Haris ingin pindah karena telah menikah dengan wanita Malaysia. Namun, ajakan Haris tersebut ditolak oleh Hasyim yang merupakan seorang mantan pejuang Indonesia. Karena sang kakek tidak ingin ikut pindah ke Malaysia, maka Salman pun juga tidak pindah. Akhirnya Haris kembali ke Malaysia hanya dengan Salina. Sepenggal cerita dalam film tersebut menggambarkan pentingnya ketersediaan aksesibilitas dan juga fasilitas yang mempengaruhi pola pikir masyarakat, serta menumbuhkan loyalitas dan rasa nasionalisme.

Selain melalui film, penggambaran kondisi perbatasan Indonesia-Malaysia juga diberitakan di media massa. Berdasarkan berita online tahun 2012 dari news.viva.co.id yang berjudul Sinyal Malaysia Ganggu Perbatasan Indonesia yang Mengakibatkan Penduduk Perbatasan RI Lebih Kenal Mantan PM Malaysia Dibanding Presiden RI, sinyal radio Malaysia ternyata melewati batas sampai ke Indonesia. Hal ini yang membuat kebanyakan masyarakat di daerah perbatasan lebih mengetahui informasi dari negara Malaysia. Masalah tersebut akhirnya membuat pihak Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Tifatul Sembiring (periode 2009-2012), melakukan pembicaran dengan Menteri ICT (Information and Communication Technology) Malaysia. Dalam pembicaraan tersebut, beliau meminta pihak Malaysia  membatasi daya jaringan atau mengurangi kekuatan jaringannya agar tidak sampai melintasi negara Indonesia. Penanganan masalah ini sangatlah penting karena masalah perbatasan Indonesia tidak hanya berkaitan dengan tingkat kesejahteraan maupun ancaman pencaplokan wilayah, namun lebih kepada hak mereka untuk mendapatkan informasi sebagai warga negara Indonesia. Tifatul Sembiring juga berencana membuat progam yang dinamakan Indonesia Connected 2012, yang diharapkan dapat menghubungkan informasi ke seluruh penjuru Indonesia, hingga ke daerah perbatasan.

Selain kasus di tahun 2012 yang berkaitan dengan masalah informasi publik dan hubungan bilateral negara, di tahun 2015 juga terdapat kasus dengan masalah informasi publik, tapi lebih membahas hubungan antara publik dengan salah satu badan publik daerah di Indonesia. Berdasarkan berita www.mongabay.co.id dengan judul Keterbukaan Informasi Publik Belum Optimal, Sumsel Didorong untuk Lahirkan Perda. Bisakah? dipaparkan bahwa pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Sumatera Selatan (Sumsel) belum optimal. Masih banyak pejabat pemerintah yang belum mau membuka informasi publik, terutama terkait dengan tata kelola hutan dan lahan gambut. Padahal hal tersebut sangatlah penting karena menyangkut kepentingan masyarakat sebagai publik. Oleh karena itu, pemerintah daerah Sumatera Selatan perlu membuat peraturan daerah (perda) tentang keterbukaan informasi publik. Taufik Wijaya, selaku Koordinator Koalisi Kebebasan Informasi Sumatera Selatan (Koa-AIS), menjelaskan bahwa tahun 2001 pernah ada upaya untuk melahirkan peraturan daerah. “Namun, DPRD Sumsel kala itu belum mau memprosesnya karena UU tentang keterbukaan informasi publik, atau dulu disebut kebebasan informasi publik belum dilahirkan. Kini, mungkin janji tersebut dapat dipenuhi, sebab UU-nya sudah ada, bahkan sejak tahun 2008. Kebebasan informasi publik merupakan ciri negara demokratis. Jika pejabat pemerintah tidak mendukung atau menghalanginya, itu sama saja dengan menolak demokrasi yang berjalan di Indonesia. Saya pikir pemerintah di Sumsel akan mendukung lahirnya perda tersebut,” ujarnya.

Selain penuturan dari Koa-AIS tersebut, Najib Asmani selaku Staf Khusus Gubernur Sumsel Bidang Lingkungan Hidup juga menambahkan bahwa sejauh untuk kepentingan bangsa dan negara dan sejalan dengan UU yang ada, pemerintah Sumsel jelas akan mendukung upaya tersebut. “Hanya, dalam menelurkan perda tersebut harus melibatkan banyak pihak, termasuk akademisi dan pakar komunikasi dan informasi, sehingga perda tersebut akan lancar dan benar-benar diterapkan,” ujarnya.

Namun hal itu dirasa tidaklah cukup untuk mengatasi masalah keterbukaan informasi publik ini. Perlu ada pihak-pihak lain yang ikut berkontribusi, seperti media massa yang diharapkan dapat bekerjasama dalam menyebarkan informasi publik, juga memperluas pendistribusian produk informasi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Selain itu, perlu juga peningkatan penggunaan alat teknologi dan perluasan infrastruktur frekuensi. Peran pemerintah baik pusat maupun daerah, dan semua stakeholder yang bekerja di dalamnya juga menjadi penting untuk lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat akan informasi publik.

Di sisi lain, peran serta tokoh masyarakat di daerah yang mencakup pedesaan atau perkampungan, seperti kepala desa, ketua RT/RW, kyai, ketua adat, juga diperlukan karena lebih dekat dan lebih dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat diperkuat lagi apabila ada campur tangan mahasiswa sebagai agent of change (media perubahan) yang berperan aktif dalam masyarakat. Selain itu, kita sebagai warga negara juga perlu melakukan tindakan secara kongkrit, misalnya dengan lebih sering melakukan diskusi mengenai informasi dan kebutuhan publik, mendatangi badan publik meminta dan mengawasi dan mencari tahu bagaimana kinerja pemerintah pejabat daerah.

Keterbukaan informasi publik sendiri tercantum dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pasal 7 ayat (1) UU No.14 Tahun 2008, yang menyebutkan, “Badan publik wajb menyediakan, memberikan dan atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. KIP, informasi yang wajib disediakan dan diumumkan oleh badan publik, meliputi: Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala.

Informasi yang harus ada dan diketahui oleh publik adalah informasi yang berkaitan dengan badan publik. Hal-hal di dalamnya mencakup informasi berkaitan kegiatan dan kinerja badan publik, dan informasi mengenai laporan keuangan. Sedangkan untuk informasi yang wajib diumumkan secara merata adalah informasi yang mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum, serta informasi yang wajib tersedia setiap saat, sebagaimana diatur dalam undang-undang yang diatur negara kita ini. (Aji Muhammad S. – Magang LPM HIMMAH UII/Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012)

Skip to content