Sekarang ini kita sering disuguhkan oleh film-film horor Indonesia yang sering memenuhi list film Indonesia seperti Angker, Danau Hitam, Hantu juga selfie dan hanya sedikit yang mengambil genre selain film horor, film “Sebelum Pagi Terulang Kembali” misalnya, film ini lebih memilih genre yang jarang dipilih beberapa sutradara film, konflik sosial adalah genrenya.
Film dengan judul “Sebelum Pagi Terulang Kembali” bercerita tentang keluarga Yan, dimana Yan bekerja sebagai Wakil Ketua Departemen Perhubungan yang jujur tetapi ia harus berhenti dari pekerjaannya karena ulah anak-anaknya yang bermain proyek dengan Departemennya. Seperti ketika Satrio yang membujuk ayahnya untuk mau menandatangani proyek yang nantinya akan dikerjakan semua oleh perusahaan Satrio. Yan hidup bersama Ratna istrinya yang bekerja sebagai seorang dosen filsafat, ketiga anaknya Firman, Satrio, Dian dan juga Ibunya yaitu Soen, film ini bertempat di Kota yang disebut Jakarta.
Konflik cerita berawal dari rapat pada Departemen Perhubungan yang membahas keterlambatan pembangunan pada pelabuhan dimana Yan mengatakan, “Itu tanggung jawab saya,” dan Ketua Departemen pun keluar dari rapat setelah mendengar ucapan Yan, anggota yang lain pun ikut keluar dari rapat. Yan berkata begitu karena ia ingin proyek yang lewat dari Yan itu memiliki desain yang benar. Yan pun meminta bantuan kepada anaknya Satrio untuk membantu menyelesaikan berkas desain pembangunan dan Satrio meminta imbalan atas bantuannya tersebut. Satrio yang dibujuk oleh Hasan untuk mendapatkan jatah proyek pembangunan pelabuhan dari ayahnya ini, membuat Satrio terus menerus membujuk ayahnya untuk menandatangi berkas yang diselesaikannya. Yan pun seperti harus menandatangi berkas tersebut dan Satrio tidak mengatakan kepada ayahnya jika isi berkas tersebut yang nantinya menyelesaikan proyek tersebut adalah perusahaan milik Satrio, Yan pun harus berhenti dari pekerjaannya karena hal itu.
Film ini memiliki alur yang pelan dan dapat membuat penonton terhanyut dalam cerita, ikut masuk dan berperan dalam keluarga Yan. Alur yang pelan dalam film ini bisa jadi membuat penonton cepat bosan karena seperti melihat sebuah drama yang difilmkan. Konflik pun tidak tiba-tiba muncul begitu saja. Konflik muncul ketika cerita memang membutuhkan konflik, jadi konflik itu muncul pas pada waktunya dan tidak dipaksakan, konflik dibuat sedemikian rupa agar penonton terbiasa dengan karakter-karakter dari keluarga Yan.
Film yang isinya mengajak kita untuk tidak melakukan korupsi ini, juga dapat menjadi potret realitas yang berada pada masyarakat kita sekarang ini. Film ini juga penuh nilai positif tentang kejujuran dan dedikasi. Ajakan untuk tidak melakukan korupsi pun tidak diperlihatkan secara jelas, karena cerita lebih seperti kisah keluarga Yan. (Arbha Gumilang Akhsana A.)