Sekitar satu abad lalu terjadi peristiwa yang disebut ” Gerakan Desember Moscow “. Peristiwa besar ini tidak akan pernah dilupakan oleh kaum buruh. Kisah tentang sebuah pemogokan yang menjadi gerakan pemberontakan yang revolusioner atau narasi yang memberi pelajaran bagaimana revolusi dimulai oleh segelintir kaum proletar menentang “kaum atasan”. Leinin pernah berkata pelajarilah secara seksama jalannya pemberontakan Moskow, tuan-tuan dan anda akan paham kaitan antara “unit lima orang” dengan masalah “taktik barikade baru”. Bulan Desember telah menjadi milik mereka, mereka yang mengisi hari-hari kosong dengan perjuangan-perjuangan yang mampu menjadikan Desember lebih berani dan bermakna.
Tampaknya bukan hanya kaum buruh yang mampu menciptakan sejarahnya sendiri. 20 mei 1968, Jean Paul Sartre mencoba mewawancarai seorang mahasiswa yang bernama Jhon Bendit. “Untuk menumbangkan masyrakat borjuis dalam sekali sapu, taktiknya adalah dengan melakukan pukulan berulang-ulang lewat aksi-aksi yang revolusioner, setiap pukulan akan mendorong proses perubahan yang tidak dapat dihindari. Mahasiswa telah memberi contoh kepada kaum buruh, tetapi persatuan mahasiswa dan buruh hanya dapat terjadi di medan pertempuran. Dengan demikian pemberontakan tidak dapat berakhir, tetapi menyediakan berbagai kemungkinan terhadap apa yang mungkin, apa saja yang dapat terjadi”. Memang wawancara tadi hanyalah sepenggal dari sebuah kisah, dimana gerakan mahasiswa mampu membuat goncangan yang begitu besar di Perancis ketika itu. Dimulai dan diciptakan dari ruang-ruang kelas yang diisi para intelektual revolusioner, dimana pada akhirnya kisah itu terangkum dalam sebuah romantisme sejarah yang dilabeli Revolusi Mei 1968.
Apa yang bisa kita pelajari? Memang pada akhirnya, suatu hari akan tetap menjadi hari, bulan akan tetap menjadi bulan, dan tahun tetap menjadi tahun, bila kita tidak mengisinya dengan segila mungkin. Bulan Desember akan menjadi suatu bulan yang penuh makna jika kita mau menyadarinya. Jika kita mau sadar, sesungguhnya bulan Desember besok akan menjadi momentum terbaik teman-teman mahasiswa bahkan lembaga kemahasiswaan secara keseluruhan dalam mencari sebuah jawaban terhadap persoalan-persoalan yang hakiki. Persoalan tentang rasa frustasi yang mendalam dikalangan mahasiswa atas ketidakberdayaan mereka untuk mengambil keputusan yang menentukan hidup mereka. Akan prinsip-prinsip pimpinan universitas yang melihat mahasiswa hanyalah anak-anak kecil dari taman kanak-kanak. Mereka dianggap tak mampu menjawab persoalannya sendiri, sehingga pandangan-pandangan tadi pada akhirnya berbuah menjadi sistem dan regulasi yang kaku.
Kekakuan tadi terlihat dari realitas-realitas yang terjadi. Perwakilan mahasiswa tidak berhak mengikuti rapat dalam rangka pengabilan keputusan yang dibuat oleh universitas baik dalam rangka akademik, penentuan kebijakan di bidang anggaran, struktur organisasi di tingkatan fakultas bahkan persoalan seputar kebijakan pembangunan baik yang ada di tingkatan Universitas ataupun fakultas. Ya,model kewenangan lembaga perwakilan mahasiswa dengan pihak birokrasi kampus selama ini justru melahirkan tren birokrasi yang justru memberikan wewenang dan tanggung jawab yang kecil, sehingga keterlibatan dan partisipasi nyata mereka didalam peroses pengambilan keputusan bersifat global menjadi terpinggirkan bahkan hilang.
Bila tidak percaya coba tanyakan pada diri teman-teman khususnya perwakilan mahasiswa ada tidak peraturan yang memberikan ruang kewajiban agar mereka diturutsertakan dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pimpinan-pimpinan Universitas dan fakultas. Baik persoalan akademik, kenaikan SPP bahkan kebijakan pembangunan, atau hal kecil-kecil seperti biaya makan dalam tiap rapat dosen. Silahkan jawab sendiri, Kemudian yang tak kalah penting Desember pulalah yang mampu memberikan perubahan atas ketidakmanfaatan Bidang Kemahasiswaan yang berada dalam tingkatan fakultas-fakultas yang ada di kampus, dimana diperlukan pengkoreksian besar-besaran akan konsep selama ini. Atau soal ketimpangan status rektor yang mampu menjadi pelaku sekaligus pengawas bagi dirinya sendiri.
Persoalan-persoalan tadi pada akhirnya membutuhkan jawaban di sertai perubahannya. Persoalan berikutnya, bagaimana caranya? apakah gerakan-gerakan di Moscow dan Perancis tadi mampu dipraktikan oleh mahasiswa-mahasiswa kita?
Sangat jelas, hal-hal yang akan terjadi pada bulan Desember membutuhkan sebuah kesadaran, kesadaran begitu dalam akan perubahan dan kemudian dibumikan sedemikian rupa. Dengan kesadaran, keberanian, gerakan dan mengaplikasikan ide-ide diharapkan nantinya dapat membuat detik demi detik, menit demi menit menjadi sebuah bom waktu yang mampu membuat bulan Desember lebih bermakna. Setidaknya Patrick Seale Mauren Mcconville pernah berkata” tentu saja sebuah revolusi bukan hanya disebabkan oleh kaum revolusioner, juga harus ada situasi revolusioner yang disadari dan dieksploitasi oleh kaum revolusioner tersebut. Bahan peledak hanya dapat bekerja bila terdapat banyak pupuk yang mendasarinya”.
Mengenai mengapa Desember, bukan kapasitas penulis untuk mengumumkanya, silahkan teman-teman pembaca mencari atas dasar-dasar nilai dan pengahayatan teman-teman sebagai mahasiswa, sebagai seorang manusia. (Muhammad Azhar – Mahasiswa Ilmu Hukum UII 2010)