Kemenangan rakyat Perancis dalam mencapai revolusi akhirnya sampai juga pada pemenggalan kepala Raja Louis XVI
Himmah Online – Revolusi sosial mulai terjadi pada abad ke-18 di hampir seluruh daratan Eropa. Salah satunya kemenangan rakyat Perancis. Perancis mempunyai catatan sejarah revolusi yang gemilang, sehingga menjadi rujukan di negara-negara lainnya.
Eye Witness to History yang berjudul The Excecution of Louis XVI, 1793 mencatat bahwa salah satu tanda kemenangan rakyat Perancis adalah pembunuhan Raja Louis XVI dan perubahan bentuk negara monarki menjadi republik.
Pada saat itu diceritakan Raja Louis XVI beserta istrinya, Marie Antoinette, ditangkap pada 10 Agustus 1792 ketika mereka berusaha untuk kabur. Louis XVI dan Antoinette dijebloskan ke dalam Penjara Tample—benteng kuno yang digunakan untuk penjara—selama satu tahun.
Pada 20 Januari 1793, Raja Louis XVI dinyatakan bersalah dengan dalih pengkhianatan. Ia dijatuhi hukuman mati pada esok harinya oleh Konvensi Nasional Perancis—majelis rakyat di Perancis yang bertugas menghakimi pada zaman revolusi.
Pada 21 Januari 1793, sekitar 1200 bala tentara berkuda membawa Louis XVI ke Place de la Revolution di Paris. Pukul 08.00, dihadapan rakyat Perancis, mantan raja yang tak berdaya itu berbaring di bawah guillotine dan akhirnya kepalanya terputus.
Penggalan kepala itu di ambil dan diperlihatkan ke rakyat Perancis. Seluruh rakyat Perancis yang berkumpul di sana bersorak,“Vive la nation! Vive la republique!” atau yang artinya “Hidup bangsa! Hidup republik!”
Buku yang berjudul Holy Blood, Holy Grail, kumpulan tulisan dari Michael Baigent, Richard Leigh, dan Henry Lincoln meceritakan bahwa seorang pria mencelupkan sapu tangannya ke darah Louis XVI yang menggenang dan ia berkata, “Jacques de Molay, dendammu telah terbalaskan.”
Jacques de Molay adalah seorang ksatria yang mengutuk Raja Philip IV, nenek moyang Louis XVI. Dulunya, Raja Philip IV pernah mengutus untuk mengeksekusi kelompok Jacques dengan cara dibakar pada 13 Oktober 1307 atas dasar fitnah.
Menurut The Telegraph yang berjudul Louis XVI Blood Mystery ‘solved’ menulis bahwa pria yang mencelupkan sapu tangannya ke dalam genangan darah Louis XVI bernama Maximilien Bourdalue.
Inflasi dan Bergabungnya Versailles dalam Aliansi
Akibat hutang turunan dari kakeknya, Raja Louis XV, perekonomian Perancis mengalami inflansi yang tak berkesudahan. Historiek dengan judul Koning Lodewijk XVI wordt in Parijs onthoofd (1793), mencatat bahwa pemecatan yang dilakukan oleh Louis XVI pada tahun 1776 didorong oleh istrinya, Antoinette. Antoinette memaksa Louis XVI melakukan pemecatan menteri ekonomi pada saat itu, karena dianggap gagal mengurangi beban hutang nasional.
Jacques Necker diangkat untuk menggantikan posisi menteri ekonomi sebelumnya. Namun, nahas, ia gagal untuk mengendalikan keuangan kerajaan, sehingga hutang nasional semakin mencekik. Pada tahun 1789, Jacques mengajukan pengunduran diri dari kursi jabatannya.
Selain itu, Harian Sejarah yang berjudul Hukuman Mati Bagi Louis XVI dari Perancis menceritakan bahwa Vergennes, Sekretaris Luar Negeri Kerajaan Versailles mempetakan adanya kesempatan untuk mempermalukan musuh bebuyutannya yaitu Inggris, dengan cara mendukung Revolusi Amerika pada tahun 1776.
Vergennes berkeyakinan bahwa pemimpin Revolusi Amerika, yaitu Benjamin Franklin akan memberikan bantuan berupa sejumlah uang dan alat perang. Atas saran yang diajukan Vergennes, Louis XVI menerima dan menandatangani perjanjian formal aliansi pada tahun 1778.
Selain beraliansi untuk mengalahkan Inggris, Amerika dan Perancis juga bersepakat untuk meningatkan mutu perdagangan. Saat itu juga, Rochambeau, Lafayette dan de Grasse dikirim ke Amerika untuk membantu mengusir Inggris yang berusaha menduduki Amerika.
Pembacaan Vergennes memang tepat, Inggris berhasil dipukul mundur dari tanah Amerika saat Pertempuran Yorktown pada tahun 1781. Namun, kemenangan ekonomi Perancis yang dicita-citakan oleh Vergennes tidak berhasil. Alhasil, Perancis mengalami inflansi hingga 50 persen karena besarnya dana perang yang mengakibatkan pemecatan dan kelaparan hampir di seluruh pelosok kerajaan.
Karena keadaan ekonomi yang tak kunjung membaik, pada tahun 1789, Louis XVI membuat sebuah States General—sekelas Dewan Permusyawaratan Rakyat—dan Majelis Nasional yang mewakili golongan borjuis, pendeta, dan proletar sebagai upaya terakhir. Tetapi upaya itu tetap saja gagal.
Hadirnya Revolusi Perancis
Setelah hutang turunan dan modal perang yang besar, perekonomian Perancis semakin terpuruk. Harian Sejarah yang berjudul Raja Louis XVI dari Perancis mencatat bahwa jika kebencian terhadap pemimpin yang zalim itu telah ada, dari sinilah percikan api Revolusi Perancis itu mulai terjadi.
Sikap apatis keluarga kerajaan cukup membuat rakyat geram. Ketika Perancis dilanda inflasi yang terus meningkat, keluarga kerajaan hidup nyaman dan makan kenyang, sedangkan rakyat bertahan hidup dengan penyakitan.
Historiek yang berjudul Koning Lodewijk XVI wordt in Parijs onthoofd (1793) menceritakan bahwa pada 14 Juli 1789, kaum borjuis geram dengan pengunduran diri Jacques. Kaum borjuis dan proletar yang mengatasnamakan diri sebagai revolusioner melakukan protes. Protes tersebut menjadi tonggak awal revolusi Perancis dalam penyerbuan Penjara Bastille.
Pada 5 Oktober 1789, revolusioner bersepakat untuk mengepung Versailles. Malamnya, salah satu dari kaum revolusioner menyusup ke dalam kerajaan untuk membunuh Antoinette. Tindakan itu sebagai simbol penghapusan pemimpin tak patut hidup nyaman di atas penderitaan rakyat. Tetapi, usaha pembunuhan ratu itu berakhir gagal.
Majelis Nasional Perancis memutuskan untuk mengganti bentuk negara monarki menjadi republik pada 21 September 1791. Dalam bukunya yang berjudul Pemberontak, Albert Camus berkomentar bahwa kaum revolusioner membangun negara republik di atas pembunuhan Raja Louis XVI.
Pembunuhan tersebut bukan tanpa sebab. Sepanjang perjalanan Kerajaan Versailles, raja selama ini berwenang melakukan apa saja dan menyebut dirinya adalah tuhan. Agama melulu menjadi alasan ketika sebuah kebijakan berat sebelah dan atas keresahan itulah, rakyat Perancis memenggal kepala tuhannya.
Monarki mendukung konsep ketuhanan yang menghalalkan berbagai hukum tumbuh subur di atas bumi Perancis. Bagi Camus, konsep republik ini dapat berdiri sendiri dan moralitas tetap dapat eksis tanpa hadirnya raja sebagai tuhan.
Pada tanggal 15 Januari 1793, terbentuklah Konvensi Nasional Perancis, yaitu pengganti Majelis Nasional yang terdiri dari 721 perwakilan. Konvensi Nasional Perancis memutuskan sebanyak 693 orang bersalah, termasuk Louis XVI dan istrinya, dengan dakwaan pengkhianatan dan dijatuhi hukuman mati. Selain itu, negara mengambil hak atas tanah maupun gelar penghormatan yang disandang oleh terdakwa.
Reporter: Azhar Muhammad Hasan
Editor: Armarizki Khoirunnisa D.