HIMMAH ONLINE, Yogyakarta – Pada Rabu malam, 25 Agustus 2015 digelar aksi solidaritas sebagai bentuk kecaman terhadap aparat dalam penyelesaian sengketa tanah secara sepihak terhadap warga Urutsewu di seputaran nol kilometer Yogyakarta. Mereka yang berkontribusi dalam aksi tersebut menamakan dirinya Solidaritas untuk Petani Urutsewu Kebumen (SPUK).
SPUK beranggotakan kumpulan mahasiswa dan masyarakat sipil yang simpati terhadap petani Urutsewu yang mendapat tindak kekerasan fisik dari pihak Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Kekerasan tersebut terjadi pada 22 Agustus 2015 lalu pasca adanya penolakan para petani Urutsewu terkait pemagaran lahan di sepanjang pesisir selatan Kebumen.
Aksi diawali dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya” versi lengkap dan lagu “Darah Juang”, kemudian dilanjutkan dengan adanya sambutan dari Hairus Salim selaku Budayawan Yogyakarta yang menekankan bahwa inti kemerdekaan ialah tanah yang berdaulat milik rakyat.
Dalam aksi tersebut juga ada pembacaan puisi oleh Tije dimana isinya berusaha menyinggung gubernur Jawa Tengah yang acuh terhadap kasus ini. Begitu pula dengan puisi dari Alfan yang kecewa terhadap media mainstream yang jarang memberitakan isu ini. Kemudian ada pula orasi dari kawan Cakrawala dan Agustien, serta persembahan musik dari Aureka Slefta dan kumpulan anak petani.
Terdapat 4 poin utama yang menjadi tuntutan aksi ini yaitu usut tuntas kasus kekerasan fisik terhadap warga Urutsewu di Desa Wiromatran, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, lalu hukum berat aparat TNI AD yang melakukan kriminalisasi warga dan copot Komandan Distrik Militer (Dandim) Kebumen atas tindakan anak buahnya, robohkan pagar yang membatasi warga Urutsewu dari tanahnya, dan jadikan wilayah Urutsewu sebagai kawasan wisata dan pertanian.
“Isu ini isu lama. Pada tahun 2011 pernah terjadi kekerasan juga. Ada penembakan, penahanan, dan kriminalisasi terhadap petani warga di Urutsewu. Dulu, sempat naik isu ini, terus turun. Dan akhirnya naik lagi setelah ada kekerasan itu,” tutur Imam Abdul Aziz, salah satu partisipan dalam aksi tersebut.
Ia juga menambahkan bahwa aksi ini adalah sebagai pemberitahuan kepada publik tentang masalah petani di Urutsewu. “Kita harus terus mengawal isu ini. Kita akan mengundang kepala Desa Wiromartani. Kita akan coba nanti buat diskusi publik,” lanjutnya.
Namun, aksi solidaritas tersebut tidak berjalan sesuai rundown acara dan dihentikan secara paksa oleh aparat polisi setempat. Aparat yang mengawasi aksi tersebut mengatakan bahwa pembubaran dilakukan karena aksi berjalan di luar batas jam malam dan meminta kami untuk mengkonfirmasi ke Kepala Kepolisian Resor (Kaporles) setempat selanjutnya. (Nurcholis Ma’arif)