Dianggap Sakral, Warga Rela Berdesakan Berebut Gunungan

HIMMAH ONLINE, Yogyakarta – Yogyakarta punya cara unik dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh pada Kamis, 24 Desember kemarin. Dinamakan Grebeg Maulud, acara peringatan maulid ini sudah menjadi tradisi leluhur. Warga akan berebut gunungan yang berisi hasil bumi, sedekah Sultan Hamengku Buwono ke X kepada rakyatnya. Sejak pukul 8 pagi, warga rela mengantri dan berdesakan di pelataran Mesjid Kauman, tempat perebutan gunungan ini diadakan. Padahal gunungan itu sendiri masih akan didoakan oleh Imam Masjid Kauman dahulu untuk kemudian diarak dari Keraton menuju Masjid Kauman pada pukul 11:00.

Menurut Gatot, salah seorang Takmir Masjid Kauman, warga rela menunggu dan berdesak-desakan karena mereka menganggap budaya ini sangat sakral. Alhasil, beberapa insiden kecil seperti terinjak-injak tak bisa dihindarkan. “Kepercayaan warga sangat tinggi. Sehingga mereka kehilangan akal sehat, tidak memedulikan keselamatan mereka dan terus berebut. Mereka menganggap gunungan tersebut dapat memberikan kekuatan yang lebih besar karena merupakan berkah dari Sultan. Ini yang harusnya diluruskan, boleh bersenang-senang tapi jangan sampai mengorbankan diri,” ujar Gatot. Gatot juga menyarankan agar anak-anak dan warga yang memang sudah lanjut usia lebih baik tidak usah berebut agar tidak jatuh korban.

Untuk mengantisipasi kecelakaan kecil dalam perebutan gunungan nanti, panitia pun sudah berulang kali menghimbau warga agar berhati-hati dan memasang tali pembatas di barat dan timur halaman Masjid Kauman untuk mengkondisikan warga yang hadir. “Kami sudah menghimbau melalui pengeras suara kepada seluruh warga, wartawan, serta fotografer yang hadir, agar berhati-hati membawa barang bawaan dan melindungi dirinya sendiri. Selain itu, kami juga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Yogya untuk mengantisipasi terjadinya korban terinjak-injak,” tegas  Muhammad Hawari selaku Koordinator Keamanan Grebeg Maulud.

Dalam mengatasi jatuhnya korban sendiri, PMI menempatkan 100 anggotanya di berbagai titik lokasi Grebeg, yaitu di Pakualaman, Masjid Agung dan Kepatihan. “Tujuan kita adalah pengawalan dan antisipasi kepada prajurit keraton, baru ke masyarakat yang membutuhkan bantuan PMI. Ketika terjadi kecelakaan, pertama kali akan ditangani dengan pengobatan secara ringan di lapangan. Namun apabila ada korban berat dan tidak bisa ditangani di lapangan, langsung kita larikan ke rumah sakit,” jelas Wellu Huntoro, salah seorang anggota PMI.

Wibowo, salah seorang warga asal Yogyakarta pun mengaku sangat percaya dengan ritual Grebeg Maulud yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta ini. “Grebeg ini merupakan tradisi hiburan tahunan. Bila dapat apapun saat berebut bisa bermanfaat. Kalau dapat bambu atau tali apabila digunakan untuk pertanian, maka tanamannya akan tumbuh subur. Apabila dipakai untuk berternak, ternaknya akan beranak-pinak,” katanya sambil berjalan menuju halaman masjid. Wibowo pun menghimbau warga yang berebut bisa lebih berhati-hati dan jangan terlalu antusias, jangan pula menyepelekan peringatan panitia.(Muhammad Ghozali)

Skip to content