Doa Rakyat Yogyakarta Merindukan Persatuan

HIMMAH Online, Yogyakarta Kirab Budaya Kebangsaan dalam rangka membangun kembali kerukunan, persatuan, dan toleransi masyarakat Indonesia digelar pada Senin, 21 November 2016. Kirab yang diikuti lebih dari 1000 orang dari berbagai elemen masyarakat di Yogyakarta ini menjadi wujud dari keprihatinan mereka dalam melihat dinamika politik yang memecah belah dan berpotensi merusak persatuan bangsa akhir-akhir ini.

“Pancasila jangan dilupakan sebagai ideologi, Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak boleh dipecah-pecah, UUD 1945 sebagai hukum tertulis harus dipatuhi, ke-bhineka-an harus kita racik,” tutur Lestanto Budiman selaku koordinator lapangan sekaligus penyelenggara dari Forum Persaudaraan Rakyat Cinta Indonesia. Lobo, sapaan akrabnya, juga menegaskan acara kirab ini diselengagrakan untuk mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dengan persoalan SARA yang digunakan sebagai kendaraan berpolitik. Baginya, berbagai pemberitaan di media kerap kali provokatif sehingga masyarakat kebingungan dan justru saling mencurigai. “Kami mengharapkan kerukunan dan toleransi akan keberagaman dijunjung dan dipertahankan.”

Kemajemukan peserta yang menghadiri kirab ini dapat terbukti dari kehadiran berbagai tokoh agama dan beragam jenis komunitas yang terlibat. “Jogja adalah kota yang menonjol akan toleransinya. Semoga toleransi ini semakin kuat, supaya Jogja dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain,” ucap Bhadra Samantha, perwakilan umat Buddha dari Forum Persaudaraan Umat Beriman Yogyakarta.

Esti Riestyaningsih, Koordinator Komunitas Perempuan Berkebaya Yogyakarta, juga menyampaikan hal yang sama. “Kalaupun Yogyakarta bukan ibu kota, saya pribadi menginginkan Jogja sebagai ‘ibu’ bagi kota-kota yang lain dalam memulai sesuatu yang baik untuk Indonesia.”

Perwakilan Komunitas Kopi Joss Pendaki Yogyakarta sekaligus Mahasiswa Universitas Respati Yogyakarta, Gede Praja Mahardika menambahkan bahwa kota tempat ia menimba ilmu dan berkegiatan ini merupakan miniatur Indonesia di mana beragam suku dan budaya dapat menjadi satu. “Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila adalah harga mati buat NKRI. Karena tanpa itu, Indonesia tidak berarti,” tandasnya.

Mahasiswa turut ambil bagian dalam kirab ini. “Kami tidak mengatasnamakan kampus, di sini kami sebagai masyarakat. Kami ingin menyuarakan ‘Ayo, kita satu. Jangan terpecah-belah’,” ujar Slamet Kastoro, mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jurusan Pertambangan angkatan 2013.

Rute acara kirab dimulai dari Taman Khusus Parkir Abu Bakar Ali (TKP ABA) Malioboro yang juga dijadikan sebagai titik kumpul peserta pada pukul 20.00 WIB, kemudian dilanjutkan jalan kaki menuju Tugu Golong Gilig dengan membawa lilin. Ada pula peserta yang membawa bendera merah putih dan poster bergambar Pancasila. Setelah sampai di Tugu, peserta kirab menyanyikan lagu Indonesia Raya, diikuti pembacaan Teks Pancasila dan UUD 1945 sebelum akhirnya membacakan pernyataan sikap.

Peserta kirab menyatakan bahwa masyarakat Jogja bertekad bulat menjaga dan membela serta mendukung penuh tegaknya NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD  1945 dalam suasana kerakyatan yang penuh kedamaian dan persaudaraan dalam semangat Bhineka Tunggal Ika, mengutuk keras segala tindakan yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan dalam bentuk apa pun yang dilakukan dalam perseorangan atau kelompok, mendesak dan mendukung pemerintahan sah di bawah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam penegakkan hukum dan pemberantasan segala upaya yang melanggar nilai-nilai Pancasila dan hukum Pancasila, serta mendesak Polri dan TNI untuk lebih aktif dan tegas dalam melakukan pengendalian keamanan yang dapat membahayakan rakyat RI dan Pancasila.

Acara lalu ditutup dengan pembacaan doa dari masing-masing perwakilan agama, yaitu Kristen, Buddha, Katolik, Hindu, dan Islam secara bergantian. (Retyan Sekar N.)

Skip to content