Himmah Online – Eksil (2022), film dokumenter tentang kisah mahasiswa yang dikirim untuk belajar oleh pemerintah Indonesia ke Uni Soviet (Rusia) dan Tiongkok lalu tak bisa pulang karena peristiwa 1965 diputar dalam gelaran Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2022.
Dalam gelaran JAFF edisi ke-17 tahun ini, dokumenter garapan Lola Amaria Production tersebut diputar sebanyak dua kali. Yakni pada tanggal 27 dan 28 November 2022 di Empire XXI, Jl. Urip Sumoharjo Nomor 104, Klitren, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dokumenter berdurasi 119 menit tersebut merekam 10 mahasiswa yang tidak bisa pulang, terdampar, melintasi berbagai negara tanpa status kewarganegaraan, dan mencari negara yang mau menampung mereka pasca peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang terjadi di Indonesia.
Para eksil dalam dokumenter tersebut berangkat ke luar negeri dalam rentang tahun 1960 sampai 1965. Mereka berasal dari berbagai daerah seperti Bali, Solo, hingga Medan.
Dalam sesi tanya-jawab selepas pemutaran dokumenter pada 28 November 2022, Lola selaku sutradara bercerita tentang proses pembuatan yang sudah dilakukan sejak tahun 2013. Ia menuturkan bahwa proses meyakinkan para eksil untuk berkenan dijadikan narasumber membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
“Butuh waktu lama untuk meyakinkan. Sampai kemudian para eksil ini tau bahwa saya benar-benar mau bikin film, benar-benar mau mengupas tentang mereka yang tinggal di sana, dan saya tidak ada siapapun di belakang saya, (tidak ada) lembaga apapun yang menunggangi saya. Jadi saya memang pure mengangkat ini murni dari hati saya,” tutur Lola.
Tak hanya itu, Lola juga menceritakan bahwa setelah mendapatkan para eksil untuk dijadikan narasumber dalam dokumenternya tidak semua berkenan ditampilkan wajahnya. Bahkan terdapat eksil yang batal dijadikan narasumber karena tidak mendapat restu dari keluarga besar di tanah air.
“Saya sudah punya konsep bahwa saya harus mengambil gambar dari bangun tidur sampai tidur lagi, mereka bekerja, mereka di rumah, mereka dengan anak cucu misalnya kalo nggak keberatan. Jadi ada banyak hal yang mungkin para eksil tidak bersedia, termasuk yang perempuan ada beberapa. Mereka mau, tapi keluarga besar di Indonesia tidak mengizinkan atas alasan tertentu,” paparnya.
Budi Irawanto, Festival President JAFF, menilai film dokumenter Eksil (2022) luar biasa karena banyak demitologisasi (tafsiran) yang dilakukan untuk mematahkan stigma Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tidak tepat.
“Satu hal yang menurut saya luar biasa dari dokumenter ini adalah banyak demitologisasi yang dilakukan. Seperti tadi ada cerita dari adik Aidit yang ternyata D.N. Aidit khatam Al-Qur’an tiga kali. Jadi kampanye-kampanye tentang PKI ateis dan seterusnya itu sudah dipatahkan,” papar Budi.
Yogama Wisnu (22), salah satu penonton Eksil (2022) dalam gelaran JAFF mengaku sedih dan marah setelah menonton film dokumenter tersebut.
“Dua perasaan yang menggambarkan setelah nonton film ini itu ya, sedih dan marah. Sedih karena bayangin kita niatnya mau nuntut ilmu ke luar negeri, mau belajar, ternyata dipaksa buat bertahun-tahun nggak ketemu sama keluarga, sama orang-orang yang disayang, ya pasti sedih banget. Terus marah karena itu dilakukan sama orang-orang yang punya kuasa di Indonesia. Marah banget, tapi ya kita bisa apa kan,” tutur Yogama kepada reporter himmahonline.id pada Sabtu (28/11).
Di akhir sesi tanya-jawab, Lola juga menuturkan latar belakang hingga tujuan pembuatan dokumenter ini. Sebagai generasi yang lahir pasca peristiwa 65, ia menganggap pembuatan film Eksil (2022) seperti sebuah perjalanan mencari jawaban untuk generasinya dan generasi di bawahnya.
“Film ini ditujukan bukan untuk orang yang mengerti sejarah, film ini ditujukan bukan (untuk) orang yang mengerti ‘65. Tapi film ini dari hati nurani saya seperti sebuah perjalanan mencari sebuah kebenaran, mencari sebuah jawaban atas yang tidak terjawab. Artinya generasi saya, kemudian di bawah saya, milenial, Gen-Z, yang mungkin kita tidak tahu apa-apa, dan akhirnya menjadi tau karena selama ini semua informasinya sepihak,” ucap Lola.
Reporter: Himmah/Pranoto
Editor: Nadia Tisha Nathania Putri