Himmah Online – Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II resmi ditutup pada Sabtu (27/11) di Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Dalam penutupan tersebut, KH. Nurudin Amin berharap hasil musyawarah dan rekomendasi yang dihasilkan dalam KUPI II dapat mendorong kehidupan yang setara dan berkeadilan.
“Kami selalu memohon kepada Allah SWT seluruh hasil keputusan-keputusan (musyawarah) dan rekomendasi yang dihasilkan oleh Kongres Ulama Perempuan Indonesia ini memberikan manfaat kepada seluruh umat manusia dan mendorong terjadinya kehidupan kemanusiaan yang setara dan berkeadilan,” kata KH. Nuruddin Amin selaku pengasuh PP. Hasyim Asy’ari.
Penutupan KUPI II ditandai dengan penyampaian hasil musyawarah dan rekomendasi atas lima tema yang jadi diskursus utama.
Lima tema tersebut adalah (1) Peminggiran perempuan dalam menjaga NKRI dari bahaya kekerasan atas nama agama; (2) Pengelolaan sampah untuk keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan; (3) Perlindungan perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan; (4) Perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan; dan (5) Perlindungan perempuan dari bahaya P2GP tanpa alasan medis.
Gelaran KUPI II melahirkan sikap keagamaan serta delapan rekomendasi dengan lima di antaranya berkaitan dengan tema diskursus utama. Rekomendasi kemudian dibacakan oleh Rozikoh Sukardi, Manajer Program Fahmina Institute, dalam acara penutupan KUPI II.
Dalam rekomendasi tema pertama ia mengungkapkan bahwa rekognisi eksistensi ulama perempuan telah diterima di kalangan masyarakat, pesantren, perguruan tinggi, pemerintahan, media, dan kalangan dunia internasional.
Sehingga KUPI meminta “Negara harus menjadikan KUPI sebagai mitra kerja strategis dalam perumusan kebijakan dan pengelolaan isu-isu strategis bangsa, mulai dari tingkat pusat, daerah, hingga desa atau kelurahan,” ucap Rozikoh.
Terhadap masyarakat sipil, dalam rekomendasi tema pertama KUPI juga berharap mereka dapat menjadikan jaringan KUPI sebagai mitra strategis dalam membangun gerakan sosial.
Menurut KUPI, hal tersebut perlu diperkuat baik kapasitas, akses, maupun sumber daya dalam membangun peradaban yang berkeadilan untuk seluruh umat manusia.
Rozikoh turut memaparkan rekomendasi terkait tema kedua tentang pengelolaan sampah. KUPI berpandangan sampah bukan semata urusan perempuan, tetapi tanggung jawab semua pihak.
Maka berdasarkan rekomendasi KUPI “Negara perlu memperlakukan isu sampah sebagai isu penting dan genting dengan merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang partisipatif, melibatkan pelaku usaha, konsumen, dan struktur negara hingga ke desa,” jelas Rozikoh.
KUPI pun turut mendorong masyarakat sipil dan jaringan KUPI dalam gerakan penanggulangan sampah.
“Jaringan KUPI perlu memperkuat masyarakat dengan pandangan keagamaan untuk menanggulangi sampah sebagai bagian dari panggilan keagamaan,” paparnya.
Kemudian praktik pemaksaan perkawinan dan perkawinan anak yang turut jadi tema utama dalam KUPI II dianggap telah terbukti menyengsarakan keberlangsungan hidup perempuan. Hal tersebut mendorong adanya rekomendasi dari KUPI terkait implementasi regulasi penghapusan pemaksaan perkawinan dan perkawinan anak.
“Negara harus memastikan implementasi regulasi-regulasi terkait untuk mempercepat penghapusan praktik pemaksaan perkawinan dan pencegahan perkawinan anak,” ucap Rozikoh.
Selain itu, masyarakat dan jaringan KUPI diharapkan dapat melakukan pengawasan terhadap pengimplementasian regulasi hingga melakukan sosialisasi ke masyarakat untuk menghapus pemaksaan perkawinan dan mencegah perkawinan anak.
Selanjutnya berkaitan tema perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan, KUPI berharap negara mengubah dan menyelaraskan regulasi yang berpihak pada keselamatan dan perlindungan jiwa perempuan dan mengimplementasikannya dengan konsisten.
Selain itu, negara juga diharapkan dapat mempercepat penyusunan dan implementasi kebijakan terkait kelompok rentan kekerasan.
“Negara harus mempercepat penyusunan dan implementasi berbagai kebijakan yang terkait kelompok rentan kekerasan, terutama peraturan pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga,” kata Rozikoh.
Masyarakat sipil juga diharapkan terlibat dalam pengawasan pelaksanaan kebijakan negara, melakukan edukasi masyarakat, dan pendampingan pada korban. Tak ketinggalan, jaringan KUPI juga dituntut mengakselerasi gerakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
“Jaringan KUPI perlu mengakselerasi gerakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dengan perspektif pengalaman perempuan dalam pandangan keagamaan, tutur Rozikoh.
Lalu mengenai pemotongan atau pelukaan genitalia perempuan (P2GP) KUPI menganggap praktik tersebut memberikan dampak mudarat berkepanjangan bagi perempuan, maka negara didorong untuk membuat regulasi terkait P2GP.
“Negara harus mengadopsi pandangan keagamaan yang melarang praktik pemotongan dan pelukaan genitalia pada perempuan tanpa alasan medis melalui pembuatan regulasi dan tahapan implementasinya yang kokoh,” ucap Rozikoh.
Kemudian masyarakat sipil dan jaringan KUPI diharapkan mengadopsi dan menyosialisasikan pandangan KUPI terkait pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan ke masyarakat.
“Masyarakat sipil perlu mengadopsi dan jaringan KUPI perlu menyosialisasikan pandangan keagamaan KUPI yang mengharamkan pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan tanpa alasan medis di masyarakat,” tutur Rozikoh.
Rekomendasi KUPI II kemudian diserahkan kepada perwakilan Kementerian Agama RI, Abu Rohmad, selaku Staf Ahli Bidang Hukum dan HAM.
Eva Khalifah selaku Wakil Bupati Sumenep yang menjadi salah satu representasi pihak pemerintah berharap rekomendasi yang dihasilkan dapat tersampaikan kepada seluruh bupati dan walikota di seluruh Indonesia.
“Saya berharap sinergitas hari ini yang dihasilkan dengan beberapa program dan rekomendasi dapat tersampaikan kepada seluruh bupati dan walikota se-Indonesia. Mudah-mudahan ini nanti bisa ditindaklanjuti, menghapuskan segala tindak kekerasan terhadap perempuan,” ungkap Eva.
Eva juga menambahkan bahwa ia siap mengawal seluruh regulasi, kebijakan, dan program di daerah untuk berpihak kepada perempuan.
“Kami siap mengawal seluruh regulasi, kebijakan, dan program di daerah untuk berpihak kepada perempuan, dan untuk melakukan keadilan kesetaraan terhadap perempuan,” tutur Eva.
Sebelum pembacaan hasil musyawarah, dalam penutupan KUPI II terdapat beberapa rangkaian acara seperti launching KUPI Joglo PP. Hasyim Asy’ari, pembacaan Ikrar Joglo Bangsri Jepara, dan pembacaan deklarasi Jaringan Muda KUPI.
Reporter: Himmah/Qothrunnada Anindya Perwitasari dan Magang Himmah/Nurhayati
Editor: Pranoto