Lava la Bandera: Upaya Masyarakat Peru Melengserkan Pemimpin Diktator dengan Aksi Mencuci Bendera

Himmah Online – Alberto Fujimori adalah seorang diktator berdarah Asia yang menjadi pemimpin Peru. Ia memimpin selama 10 tahun sejak 1990 hingga 2000. Kediktatorannya ditentang masyarakat Peru, salah satunya melalui gerakan Lava la Bandera. Sebuah gerakan protes dengan cara mencuci bendera negara.

Kediktatoran Fujimori tampak dari berbagai kebijakan yang diterapkan di Peru. Baru beberapa bulan menjabat sebagai presiden, ia menaikkan harga BBM sebesar 3000% dengan tujuan menekan angka inflasi negara, tapi di sisi lain malah menyebabkan kenaikan angka PHK dan kemiskinan di Peru.

Pada tahun 1992 Fujimori melakukan kudeta di parlemen dan menggantinya dengan orang-orang dari pendukungnya di parlemen yang baru supaya kebijakannya tidak ditentang lagi. Bahkan Fujimori juga melakukan swastanisasi terhadap perusahaan BUMN negara Peru, terutama di sektor pertambangan untuk menarik banyak investor asing dari tanah kelahirannya, yakni Jepang.

Lalu pada tahun 1996 Alberto Fujimori mengesahkan peraturan di Peru berupa amnesti yang kontroversial tentang pemberian perlindungan kepada perwira militer Peru yang terlibat pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Selain itu, Fujimori melalui orang kepercayaannya di pemerintah, Vladimiro Montesinos, melakukan banyak pekerjaan kotor seperti penangkapan dan penyiksaan secara ilegal, pengekangan pers, penyuapan terhadap oposisi dan KPU negara Peru untuk melanggengkan kekuasaan, korupsi dana pemerintahan dan bantuan asing, serta pembubaran pengadilan tinggi karena menyatakan status Fujimori sebagai presiden di tahun 2000 tidak sah.

Berangkat dari keresahan serta ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat atas kediktatoran Fujimori, masyarakat Peru mulai melakukan berbagai aksi untuk menentang pemerintah. Beberapa di antaranya adalah aksi Lava la Bandera, sebuah aksi mencuci bendera, dan Pawai March of The Four Corners yang dilakukan oleh masyarakat Peru, Amerika Latin.

Salah satu inisiator perubahan besar di negara Peru adalah seorang seniman bernama Victor Delfin. Ia mencetuskan gerakan oposisi dari pemerintahan Peru, yaitu gerakan Every Blood, Every Art. Sebuah gerakan yang menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang politik.

Gerakan Every Blood, Every Art lahir dari keresahan Victor Delfin atas kebijakan dan perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh presiden Alberto Fujimori terhadap masyarakat Peru.

Gerakan ini juga melatarbelakangi kemunculan kelompok oposisi dari seniman yang lain. Setelah pemilihan Alberto Fujimori yang ketiga, berbagai kelompok seniman mulai bergerak melakukan aksi protes untuk menuntut hasil pemilu yang curang dan tidak sah.

Kemudian gerakan dari berbagai kelompok seniman tersebut juga menghasilkan berbagai bentuk pembangkangan sipil yang luas, seperti Lava la Bandera dan pawai March of The Four Corners.

Lava la Bandera atau aksi mencuci bendera yang dilakukan sejak Mei 2000 tersebut diadakan setiap Jumat pada siang hingga sore hari. Masyarakat yang terlibat dalam aksi tersebut berkumpul di ibukota Peru, Plaza Mayor, Kota Lima. Mereka ingin menunjukkan bahwa negara dan bendera nasionalnya sudah sangat kotor.

Dengan nampan merah, air bersih, dan sabun Bolivar, masyarakat melakukan demonstrasi ini dalam suasana yang menggabungkan antara pesta dan protes sosial. Setelah dicuci, bendera digantung di rak pengeringan besar. Dilansir dari laman Actipedia, salah satu demonstran sekaligus aktor pengunjuk rasa, Miguel Iza mengatakan, “Saya hanya ingin negara yang bersih”. 

Namun alih-alih memberikan respons yang baik dan positif, para penguasa di Peru justru menanggapinya dengan ancaman dan tekanan. Vladimiro menyebut demonstran yang berkumpul setiap hari Jumat dengan istilah “kanker” yang meresahkan dan dapat menggerogoti stabilitas negara. Istilah ini diberikan karena aksi pencucian bendera dianggap merugikan bagi rezim Fujimori.

Istilah yang diberikan Vladimiro justru ada benarnya dan merugikan bagi pundi-pundi kekuasaan rezim Fujimori sendiri. Meskipun pemerintah memberikan ancaman dan tekanan, aksi Lava la Bandera justru menyebar dan menjalar ke seluruh pelosok negeri. Ratusan ribu masyarakat dari berbagai daerah di Peru ikut andil dalam aksi mencuci bendera ini.

Selain aksi Lava la Bandera setiap Jumat, pada tanggal 26-28 Juli tahun 2000, sekitar 250.000 orang berkumpul di pusat Kota Lima untuk ambil bagian dalam pawai March of The Four Corners (Marcha de los Cuatro Suyos). Pawai tersebut mengacu pada empat arah mata angin dan melambangkan empat wilayah yang membentuk Kekaisaran Inca, sebuah kekaisaran besar yang pernah berdiri di Amerika pada masa pra-Columbus.

Pawai March of The Four Corners adalah sebuah pawai yang diinisiasi dan dipimpin oleh Alejandro Toledo Manrique, seorang kandidat calon presiden yang menjadi lawan dari Alberto Fujimori pada pemilihan presiden Peru tahun 2000.

Alberto Fujimori menang secara curang atas Alejandro Toledo Manrique. Karena pada saat itu, berbagai survei pemilihan umum yang terkenal di Peru mengumumkan kandidat Alejandro sebagai pemenang dengan selisih 10% dari Alberto. Namun ketika hasil resmi diumumkan oleh penyelenggara pemilu di Peru, justru nama Alberto Fujimori yang muncul sebagai pemenang.

Lima bulan setelah dimulainya aksi Lava la Bandera, Alberto Fujimori akhirnya menyatakan mundur dari kekuasaan. Pengunduran diri itu diumumkan lewat faksimile ketika ia menghadiri Asia Pacific Economic Cooperation di Jepang.

Pada tahun 2009 Alberto dijatuhi hukuman 25 tahun penjara oleh pengadilan negara Peru dengan tuduhan memerintahkan penculikan, penyiksaan, pembunuhan, korupsi, dan suap. Penjatuhan hukuman tersebut meliputi semua pelanggaran HAM yang dilakukan selama masa pemerintahannya.

Melansir dari laman Hemispheric Institute, La Republica, sebuah surat kabar harian di Peru pernah menuliskan, “Suatu ritual yang kami, rakyat Peru tak akan pernah melupakannya”. 

Hal itu disebabkan karena tidak ada yang mengira bahwa aksi sesederhana mencuci bendera ini akan melengserkan dan membuat malu seorang penguasa negara.

Lava la Bandera yang dilakukan oleh masyarakat Peru telah memberikan ide serta inisiatif yang cukup bagi masyarakat di berbagai negara lain untuk menghadapi tindakan korup dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa di masing-masing negara.

Menurut Majalah Time, aksi protes Lava la Bandera yang dilakukan oleh masyarakat Peru pada tahun 2000 merupakan salah satu dari 10 aksi protes unik dan tidak biasa dari masyarakat kepada pemerintah di negaranya.

Reporter: Magang Himmah/Ibrahim

Editor: Qothrunnada Anindya Perwitasari

Skip to content