Bantuan Sosial Pesta 2012 Menumpuk di Kantor LEM U

LEM U yang berperan sebagai penanggung jawab bantuan sosial seolah-olah lalai melaksanakan tanggung jawabnya.

Dani A. P. (21), Kabid LEM di Bidang Pengabdian Masyarakat menunjukan bantuan sosial yang masih menumpuk tak terurus di kantor Lem Universitas (3/5). Beberapa diantaranya sudah tak layak diberikan karena kadaluarsa dan dikerubungi serangga. Pihak Lem berdalih, bahwa bantuan ini merupakan jatah lembaga khusus (LK) yang tak diambil sejak Pesta 2012 selesai dilaksanakan. (Foto oleh: Aldino Friga P. S.)

Dani A.P. (21), Kabid Pengabdian Masyarakat LEM UII menunjukkan barang-barang bantuan sosial yang masih menumpuk dan tak terurus di Kantor LEM UII, Jum’at (03/05). Beberapa barang sudah tak layak diberikan karena kedaluwarsa dan dikerubungi serangga. (Foto oleh: Aldino Friga P. S.)

Oleh: Budi Armawan

Kampus Terpadu, Himmah Online

Pada Pesona Ta’aruf (Pesta) 2012 lalu, seluruh mahasiswa dan mahasiswi baru diwajibkan membawa barang-barang untuk bantuan sosial berupa beras dan mi instan. Sejak Pesta usai, sebagian barang tersebut hingga kini masih menumpuk di Kantor Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas (LEM U). Muhammad Shadily Rumalutur, Ketua LEM U, berdalih bahwa sebagian dari barang-barang tersebut telah disalurkan ke desa binaan LEM U dan Kantor Pengelola Kampus (KPK). Selain itu, barang bantuan sosial juga dibagikan ke masyarakat saat acara Idul Adha dan Tabligh Akbar Ustadz Soleh Mahmud (Solmed). “Kurang lebih ada sekitar empat sampai lima puluh persen yang sudah tersalurkan,” tutur pria yang akrab dipanggil Shadily ini.

Purwanto, Koordinator Lapangan KPK, angkat bicara. Ia mengaku sama sekali tidak mendapatkan bantuan sosial dari LEM U, baik berupa beras maupun mi instan. Ia pun menyayangkan barang-barang bantuan sosial yang masih menumpuk. Berbeda dengan atasannya, Agus Diyanto yang merupakan karyawan di KPK, mengaku bahwa dirinya mendapatkan beras dan empat bungkus mi instan dari LEM U bersama dengan 16 karyawan lainnya. “Ngambilnya di LEM U selesai ospek, yang punya anak dikasi tambahan buku,” tukas Agus saat ditemui tengah menyapu jalan di sekitar FTSP UII.

Desa Dawangsari adalah desa binaan LEM U. Lokasinya terletak di pebukitan yang terletak di daerah Prambanan. Salah seorang warga, Endang, mengatakan bahwa ia tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari LEM U. Padahal, Endang termasuk warga Desa Dawangsari. Berbeda dengan Endang, Wariyem yang juga istri Kepala Desa (Kades) Dawangsari, mengaku jika dirinya pernah mendapatkan barang dari bantuan sosial LEM U. “Dulu waktu hari raya Idul Adha datang bagi–bagi ke sini,” ujar Wariyem.

Terkait pembagian barang-barang bantuan sosial, LEM U bertindak sebagai penanggung jawab. LEM U memiliki wewenang untuk membagikan barang sesuai dengan jatahnya masing-masing. Sistem seperti ini sudah berlangsung setiap tahunnya. Biasanya, jatah lebih besar diberikan kepada Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Islam Indonesia (Mapala Unisi), mengingat mereka memiliki banyak desa binaan.

Shadily menuturkan, ia pernah meminta bantuan secara lisan kepada Mapala Unisi untuk membantu penyaluran barang-barang bantuan sosial. Ia juga mengatakan, ada bantuan sosial bagian Mapala Unisi yang belum tersalurkan. “Saya jaga sekali dari kemarin, makanya saya biarin aja. Jangan sampai kita (LEM U-red) ngambil karena sudah diplot-plotkan. Takutnya gara-gara peristiwa kemarin (insiden pemukulan saat Pesta-red), dikiranya kita tidak mau kasi ke teman–teman Mapala,” ujar Shadily.
Ketua Umum Mapala Unisi, Hendrik Novero, menyatakan pernah terjadi pembicaraan dengan LEM U soal penyaluran barang-barang bantuan sosial. Mapala Unisi menyatakan siap untuk membantu penyaluran barang. Menurut Hendrik, setelah pembicaraan itu, pihak LEM U tidak pernah lagi menghubungi Mapala Unisi untuk berkoordinasi. Hendrik lantas terkejut ketika dirinya berkunjung ke Kantor LEM U pada Februari 2013 dan melihat beras dan mi instan masih menumpuk. Hendrik mengaku, pada tahun-tahun sebelumnya, Mapala Unisi selalu dihubungi LEM U untuk mengambil barang-barang bantuan sosial Pesta, tetapi di tahun ini hal itu tidak ada. “Setelah tidak ada lagi pembahasan, saya kira mereka punya tempat lain untuk menyalurkan, petunjuknya pun tak ada, cuma mereka hanya menanyakan bisa atau tidak, abis itu nggak ada lagi komunikasi,” jelas Hendrik.
Ketika disinggung soal insiden pemukulan saat Pesta kemarin, Hendrik mengatakan jika hal tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan penyaluran barang bantuan sosial. Sembari tertawa, Hendrik menegaskan permasalahan itu sudah selesai.

Bagaimana Tanggapan Mahasiswa?
Kiki Yudha, mahasiswa Farmasi 2012, mengatakan sewaktu Pesta ia diwajibkan untuk membawa setengah kilogram beras dan dua bungkus mi instan oleh wali jama’ah. “Katanya sih buat disumbangin,” ujar Kiki. Ia menyesalkan bantuan itu tidak tersalurkan dan barang-barangnya masih menumpuk di Kantor LEM U hingga saat ini.
Rahmad Amri Hasbullah, mahasiswa Teknik Informatika 2010, mengatakan pernah melihat barang-barang bantuan sosial saat rapat di Kantor LEM U. Ia menyayangkan terlambatnya penyaluran bantuan sosial yang hingga kini masih menumpuk itu.
Tak berbeda dengan Kiki dan Rahmad, Samsi Arif mengungkapkan kekecewaannya terhadap penumpukan barang-barang bantuan sosial ini. “Segera saja disalurkan, yang basi ya udah dilupain, yang masih bisa disalurkan ya salurkan. Syukur-syukur ditambahin, tapi ingat ganti yang basi tadi!” tegas mahasiswa Psikologi 2010 ini.

Reportase bersama: Revangga Twin T. dan Irwan A. Syambudi

Skip to content