Himmah Online, Kampus Terpadu – ASEAN Muslim Students Summit 2.0 (AMSS 2.0), sebuah konferensi antar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam se-Asia Tenggara, diselenggarakan di Universiti Selangor, Malaysia pada tanggal 15-18 Januari 2016. Pelaksanaan AMSS bertujuan untuk menghimpun seluruh mahasiswa muslim di tingkat ASEAN dengan landasan keislaman dan kemanusiaan. Konferensi ini dihadiri oleh seluruh negara di ASEAN kecuali empat negara, yaitu Singapura, Myanmar, Vietnam, dan Timor Leste dikarenakan tidak ada universitas Islam di empat negara tersebut. AMSS membahas lima poin utama yang meliputi pendidikan, keamanan politik, ekonomi, kesejahteraan dan dakwah.
Poin utama pembahasan dalam forum AMSS berupa imbauan agar saling tolong-menolong sesama mahasiswa muslim dan menguatkan rasa ukhuwah islamiah. Forum tersebut juga memilih dua perwakilan untuk setiap negara sebagai dewan syura. Universitas Islam Indonesia (UII) diwakili oleh Dhimas Panji Wira Atmaja, yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) UII.
“Dalam AMSS ini, saya konsentrasi pada bidang keamanan politik. Saya juga diberi kesempatan untuk speech sebagai perwakilan dari Indonesia. Persoalan yang saya sampaikan, yaitu mengenai terorisme di Indonesia, mazhab yang berkembang di Indonesia, bahasa Indonesia sebagai bahasa ASEAN, dan mengenai pengungsi yang ada di Indonesia,” jelas Dhimas.
Menurut Dhimas, terorisme di Indonesia sebenarnya merupakan pemanfaatan kedok agama tertentu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Ia menjelaskan bahwa banyak mazhab baru yang berkembang di Indonesia diakibatkan oleh kurangnya rasa toleransi. Penggunaan bahasa Indonesia untuk bahasa ASEAN dilakukan karena hal ini sudah dipelopori saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Bali. “Lagipula, bahasa Indonesia adalah bahasa kelima yang paling banyak digunakan di dunia. Saat speech, saya juga menggunakan bahasa Indonesia selain bahasa Inggris dan bahasa Arab,” ungkap Dhimas. Sementara mengenai para pengungsi di Indonesia, forum akan membantu mereka untuk kembali ke daerah asal.
Selain persoalan keamanan politik, terdapat poin lain yang dibahas dalam AMSS, seperti masalah ekonomi yang dalam hal ini dikaitkan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Bayu, salah satu peserta forum, menerangkan bahwa penerapan ekonomi syariah tetap dapat dijalankan meskipun pada era MEA. UII sendiri sedang gencar-gencarnya membicarakan tentang MEA, terutama Bidang Kajian dan Penelitian (KP) LEM U. Untuk masalah MEA bidang KP telah melakukan kajian tematik berkaitan dengan MEA, sumber daya manusia, dan sosial budaya serta penerapan ekonomi kreatif.
Bagi Dhimas, MEA hanyalah ketakutan semata karena pada dasarnya setiap negara memiliki keunggulannya masing masing. Jika pemerintah memberikan dukungan untuk Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam, maka bisa menghasilkan keuntungan dari segi ekspor secara global. Namun jika kita tidak siap, hal tersebut justru bisa dijadikan maket oleh negara lain dengan jumlah penduduk Indonesia yang cukup banyak.
Forum AMSS menyepakati keputusan untuk menyelenggarakan AMSS setiap dua tahun sekali. Dhimas menjelaskan bahwa hasil dari forum itu tidak harus diterapkan seluruhnya. Jika berupa hal positif, baru lah diterapkan.