Dibalik Mekanisme PILREK

Pemilihan Rektor (PILREK) merupakan suatu hal yang sedang hangat diperbincangkan saat ini. Pertukaran jabatan rektor ini tentu nantinya akan mewujudkan suatu yang kepemimpinan baru. Selain itu pula, ini juga menentukan bagaimana nasib mahasiswa ke depan pastinya.

Namun dalam mekanisme Pilrek periode kali ini ditemukan beberapa kejanggalan. Salahsatu kejanggalan yang menimbulkan pertanyaan yaitu perihal seluruh mahasiswa tidak dilibatkan dalam Pilrek kali ini. Akantetapi Pilrek hanya dilakukan oleh Dosen tetap, karyawan tetap dan perwakilan dari KM (keluarga Mahasiswa) tingkat Universitas. Tidak hanya itu saja, bagi yang memilih pun juga hanya memberikan suara untuk siapa yang menjadi calon rektor yang semulanya dari delapan bakal calon diperkecil lagi menjadi lima calon. Pada pemilihan rektor sebenarnya ditentukan oleh Badan Wakaf.

Tentulah kita akan bertanya-tanya akan hal ini. kenapa tidak semua mahasiswa yang dilibatkan dalam hal ini. Hal ini tentu akan menimbulkan suatu kecemburuan sosial terhadap mahasiswa lainnya. . Sejatinya bila dipahami lagi ini sebenarnya sebagai suatu pembatasan hak untuk bersuara. Selain itu pula, tentang pemilih hanya memilih yang menjadi lima calon rektor saja. Satu sisi hal ini terkesan hanya sebagai suatu kamuflase yang memberikan kesan akan adanya demokrasi di sini. Sehingga secara sekilas ini bisa dipahami sebagai suatu proses demokrasi yang sebenarnya hanya memainkan pemahaman saja.

Berdasarkan sisi lain pun hal in bisa memberikan suatu pemahaman yang berbeda pula. Jika semua mahasiswa diberikan hak untuk memilih, tentu hal ini akan mendukung akan adanya demokrasi. Namun dikhawatirkan juga akan terjadi dimana mahasiswa memilih calon rektor secara asal-asalan. Hal tersebut saja terjadi karena foktor kurangnya sosialisasi. Masih banyak ditemukannya mahasiswa yang belum mengenal identitas calon rektor mereka. hal itu pun juga disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya ialah tidak pernah bertemu secara tatap muka terhadap calon rektor, sehingga tidak mengetahui tingkah laku kesaharian bakal calon rektor tersebut. Sehingga dengan adanya perwakilan KM tingkat Universitas yang bersifat lebih universal mampu menghindar akan hal ini.

Akan tetapi masih timbul juga kebingungan tentang halnya pemilih hanya memilih calon rektor saja, bukan rektor. Pada akhirnya pun nantinya akan ditentukan oleh Badan Wakaf. Sehingga kinipun pastinya tumpuan harapan mahasiswa ada di tangan Badan Wakaf. Bukannya menyalahi keadaan, akantetapi sebagai mahasiswa kita harus menyikapi keadaan ini. Bagaimana pun juga panita PILREK dalam menentukan mekanisme ini pasti memiliki suatu alasan. Sehingga kita sebagai Mahasiswa pun juga perlu untuk bijaksana menerima akan hal ini.

*) Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2013/Magang LPM HIMMAH UII

Skip to content