HIMMAH ONLINE, Condong Catur – Rabu, 29 April 2015, bertempat di depan ruang Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (DPM FE UII), Kantor Lembaga FE UII, sejumlah lembaga seperti Islamic Economics Study Club (IESC), Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi (HMJIE), Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi (HMJA), Management Community (MC), Entrepreneur Community (EC), Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) dan sejumlah mahasiswa yang berlembaga maupun tidak berlembaga melakukan aksi demo. Mereka menuntut hak-hak mereka untuk dipenuhi, terutama hak atas audiensi maupun hearing. Sayangnya, aksi demo tersebut tidak langsung mendapat tanggapan dari DPM FE UII.
Setelah aksi usai, sejumlah masa aksi berkumpul untuk berdiskusi mengenai aksi yang baru saja mereka lakukan. Sahrial Affandi, perwakilan dari EC dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa apabila aspirasi tidak diluapkan berupa hearing, bagaimana mereka dapat menyampaikan keluh kesahnya. Selain itu Sahrial juga menyesalkan sikap DPM kepada mahasiswa senior seperti angkatan 2012 yang sangat berbeda dengan angkatan 2013. “DPM segan dengan mahasiswa angkatan 2012, sedangkan kepada angkatan 2013 seakan meremehkan,” ungkap Sahrial.
Maharditya Rozan, perwakilan HMJIE, mengungkapkan bahwa menurutnya selama ini mereka hanya mengkaji bersama masalah-masalah yang ada dengan lembaga lain. “Kekurangan kita hanya bisa mengeluh, padahal ada aturan sendiri di PDKM (Peraturan Dasar Keluarga Mahasiswa-red).” Diskusi terus berlanjut dengan tanggapan dari Arief Hadi Prayoga, perwakilan IESC, yang mempertanyakan standarisasi verifikasi, mengingat adanya acara yang telah diverifikasi namun masih bermasalah, bahkan ada yang sampai dibatalkan. Selain itu, menurut Farid Ramadhan S., perwakilan EC, mahasiswa sudah tidak punya tempat perlindungan dan tempat mengadu. “Efeknya tidak hanya kita yang berlembaga, namun juga mereka yang tidak berlembaga,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Sahrial dan Farid juga mengeluhkan surat dispensasi pembayaran SPP yang salah satu syaratnya adalah mahasiswa tidak merokok yang dibuktikan dengan pernyataan bermaterai. Untuk hal tersebut, Sahrial mempertanyakan kinerja DPM dalam menjalankan fungsinya selama ini, mengingat tidak ada obrolan antara mahasiswa dan dekanat yang seharusnya difasilitasi oleh DPM. Di akhir diskusi, Maharditya mengajak untuk terus mengawasi dan mengawal kinerja wakil-wakil mahasiswa tersebut. Selain itu, Arief juga mengatakan bahwa akan ada surat tembusan ke DPM dengan harapan agar mereka mengadakan hearing pada hari Jumat, 1 Mei 2015.
Ditemui setelah diskusi, Farid menjelaskan bahwa hak mahasiswa adalah adanya pelaksanaan hearing setiap 3 bulan sekali dan fasilitas yang mempertemukan dekanat dengan mahasiswa setiap 6 bulan sekali. Tapi, pada kenyataannya untuk periode 2014-2015 ini belum pernah diadakan hearing sama sekali. Padahal menurutnya masalah di FE UII sudah banyak dan menumpuk. DPM seakan hanya menghabiskan periode saja. Sahrial juga menambahkan bahwa dulu pernah ada audiensi terkait perilaku ketua LEM yang dinilai menyimpang dari PDKM, yaitu mempromosikan lembaga yang ada di FE UII pada kegiatan eksternal tanpa mengundang lembaga terkait. Saat itu Semangat Ta’aruf (Semata) belum dilaksanakan. Padahal menurutnya, pengenalan lembaga secara legal pertama kali adalah di Semata. Namun, hingga saat ini Sahrial melihat tidak ada hukuman yang diberikan. “Bukannya saya suuzan atau apa, tapi apa karena ketua LEM itu teman-teman mereka makanya nggak dihukum atau apa,” jelas Sahrial.
Arief menambahkan lagi, pada bulan Januari DPM menyetujui permintaan lembaga untuk mengadakan hearing, namun, hingga hari itu hearing tersebut belum juga dilaksanakan. Menanggapi hal itu, Maharditya mengatakan bahwa apabila dalam 1 x 24 jam DPM tidak memberi tanggapan, maka akan ada aksi berikutnya.
Ditanya mengenai diskusi yang baru saja berlangsung, Achmad Al Hakim, perwakilan dari HMJA, mengatakan bahwa diskusi tersebut bertujuan untuk mengedukasi mahasiwa agar memahami maksud dari aksi yang baru saja dilakukan, apa kesalahan DPM, serta bagaimana hak dan kewajiban mahasiswa seharusnya. Selain itu, Lukman berharap agar masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa dapat di-floor-kan ke diskusi tersebut. “Kita bukan menghakimi DPM, hanya mengingatkan. Tapi baca lagi PDKM. Kita juga bukan DPM tandingan,” jelas Maharditya menutup wawancara. (Siti N. Qoyimah)