Himmah Online – Orasi kebudayaan bertemakan “Teknologi Digital dan Masa Depan Manusia” diselenggarakan oleh program studi Ilmu Komunikasi (prodi Ilkom), Universitas Islam Indonesia (UII) pada Rabu (03/07). acara ini diselenggarakan dalam rangka milad prodi Ilkom ke-20 di gedung kuliah umum (GKU) Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII.
Orasi ini disampaikan Heru Nugroho sebagai pembicara dan dihadiri oleh para dekan, dosen, staff, mahasiswa, aktivis, awak pers, dan tamu undangan.
Dalam sambutannya, Iwan Awaludin, ketua prodi Ilkom, menyampaikan, di era perkembangan teknologi yang sangat pesat masyarakat mudah dibuat takjub, salah satunya dengan kecerdasan buatan. Namun, untuk beberapa tahun ke depan, perkembangan teknologi kecerdasan buatan dapat menjadi ancaman.
“Ketika kecerdasan buatan itu sudah melampaui kecerdasan manusia, bukan lagi takjub, tapi kita sudah merasa terancam,” ujar Iwan.
Pada acara tersebut Heru Nugroho menjelaskan tentang digitalisasi kapitalisme. Ia mengungkapkan, seiring perkembangan zaman, kapitalisme merambah ke dunia digital, yang merubah cara produksi manusia lewat hubungan sosial dan komunikasi sehingga membentuk platform society.
“Masyarakat Platform (Platform Society) kira-kira (adalah) masyarakat yang berkomunikasi, berproduksi, bersosial kebudayaan melalui platform,” jelas Heru.
Di samping perkembangan teknologi digital, perkembangan masyarakat dan ekonomi turut andil dalam memperkuat proses kapitalisasi. Pada awalnya, kapitalisme masih menggunakan teknologi analog, kemudian berkembang menjadi otomatisasi pabrik, teknologi digital, dan saat ini menjadi platform society.
Pada hakikatnya tujuan dari semua tahapan kapitalisme teknologi digital adalah sama, yakni ekspansi pasar, penguasaan, dan profit, namun lebih diperkuat oleh platform.
“Cuma sekarang diperkuat dengan platform aja, diperkuat jualan dengan Instagram, dengan Facebook, dengan twitter, dengan X, jualan tadi dengan TikTok,” tambah Heru.
Heru juga menjelaskan mengenai surveillance capitalism, yaitu suatu kondisi ketika manusia dijadikan sebagai bahan baku gratis untuk praktek komersial tersembunyi. Alih-alih menggunakan riset, para kapitalis memanfaatkan pengalaman manusia sebagai data untuk produk mereka.
“Mereka (kapitalis) justru mengikuti wacana-wacana yang dilontarkan oleh customer netizen di medsos (media sosial),” ujar Heru.
Tanpa disadari data-data yang sudah ditaruh pada platform digital, diekstrak ketika masyarakat memakai platform tersebut. Tidak hanya itu data pengguna dikuasai, diolah, bahkan dipertukarkan.
“Kapitalisme zaman digital ini bukan sekedar menguasai, tapi data dikuasai, lalu data diolah, bahkan dipertukarkan,” Ujar Heru.
Untuk mengantisipasi ekstraksi data tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat sekuritas data pribadi atas pihak ketiga. Contohnya, melakukan transaksi tunai ketimbang menggunakan qris.
“Ketika kita membayar dengan qris data kita diambil. Jangan mau (bayar pakai qris)! bayar saja pakai duit. Itu (pembayaran tunai) melawan penyedotan data,” pungkas Heru.
Reporter: Himmah/Ayu Salma Zoraida Kalman, Tazkiyani Himatussoba, Giffara Fayza Muhlisa
Editor: Muhammad Fazil Habibi Ardiansyah