Klarifikasi Peserta TGC-37 dan Keberlanjutan Kasus Mapala

Himmah Online, YogyakartaJum’at, 27 Januari 2017,  bertempat di Rumah Sakit JIH, pihak Crisis Center UII memberikan keterangan dalam konferensi pers terkait  kondisi lima peserta The Great Camping (TGC) ke-37 yang saat ini masih dirawat diantaranya, Muhammad Fachrul Abdullah (Manajemen 2014), Muhammad Sandy Malik Ibrahim (Hukum Islam 2015), Fathir Rohim (Teknik Elektro 2015), Revin Nuzul Ariasta (Teknik Kimia 2014), dan Suryadi Sepriawan (Teknik Lingkungan 2013).

Dokter Rouf yang menangani peserta TGC memaparkan bahwa kondisi para peserta berangsur membaik, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, lima peserta sudah boleh dipulangkan, yaitu Muhammad Ramadanil Azmi, Suryadi Sepriyawan, Muhammad Sandy Malik Ibrahim, Muhammad Fachrul Abdullah, dan Revin nuzul Ariasta. Kondisi peserta beragam ketika pertama kali mendapatkan perawatan, “Ada yang mengeluh nyeri ulu hati, ada yang infeksi saluran kencing, demam, dan juga ada trauma”. Jelasnya.

Sebelumnya sudah ada 10 peserta yang dirawat inap hingga akhirnya lima peserta diperbolehkan pulang. Kemudian diberitahukan bahwa ada peserta lagi yang masuk berjumlah empat orang, diantaranya ada yang mengalami posttraumatic stress disorder (PTSD), merupakan gangguan kecemasan dipicu oleh kejadian tragis yang pernah dialami. Dokter Rouf mengindikasi bahwa imunitas peserta juga berpengaruh terhadap kondisi peserta saat menjalani survival, ”Bisa jadi karena ada kuman masuk, makanya ada yang mengeluh infeksi saluran kencing, kemudian ada yang mengalami peradangan lambung,” tambahnya.

Diketahui pula, peserta mengklarifikasi beberapa hal terkait isu perlakuan khusus terhadap peserta yang mencoba mundur dari kegiatan TGC, namun peserta dalam konferensi tersebut masih belum tahu perlakuan seperti apa yang diberikan panitia, seperti yang diutarakan Revin, “Memang ada yang dipisahkan, tapi treatment-nya gimana kami nggak tahu. Kita disuruh fokus sama materi,” pungkasnya.

Selain itu terkait penggunaan rotan sebagai alat hukuman, mereka tidak membenarkan hal itu. Alat yang digunakan adalah ranting pohon muda, dan  membenarkan pula adanya tindakan fisik namun masih dalam batas wajar seperti push up dan lari beberapa putaran. Selain sebagai hukuman, juga sebagai perlakuan untuk menanggulangi kondisi badan agar tidak kedinginan, “Ya kalo disuruh gitu kan badan kita gerak, saya sendiri nggak kedinginan, jadi panas,” tambah Fathir.

Suryadi menjelaskan pula bahwa luka-luka yang didapatinya dan peserta yang lain karena dia diharuskan merayap ke semak-semak berduri sebagai hukuman karena tidak melaksanakan tugas dengan baik. Kemudian, Fachrul mengatakan alasan mereka dirawat karena mereka sempat mengalami beberapa gangguan, dimana Fachrul sendiri mengalami infeksi pada paru-parunya dan ditemukan adanya kotoran dalam lambung. Terkait meninggalnya ketiga teman mereka, peserta menyayangkan tindakan oknum yang sampai saat ini belum diketahui identitasnya.

Setelah konferensi pers tersebut, Muzayin sebagai salah satu bagian dari crisis center mengatakan bahwa Tim Pencari Fakta (TPF) UII sudah mengetahui adanya tindak kekerasan dan mengidentifikasi bentuk kekerasan tersebut. Kemudian dijelaskan pula bahwa mereka telah mengantongi nama-nama oknum yang melakukan tindakan kekerasan, namun saat ini pihak TPF UII belum bisa memberitahukan nama-nama oknum tersebut, “Kami berkomitmen untuk melakukan investigasi ini sampai tuntas, setelah itu akan kami beri rekomendasi terkait sanksi apa yang pantas,” tambahnya. Sanksi yang direkomendasikan pun dibagi menjadi tiga, antara lain sanksi ringan, sedang dan berat. Sanksi tersebut diberikan sesuai dengan jenis-jenis kekerasan yang dilakukan oknum tersebut. TPF UII sendiri juga bekerja sama dengan TPF dari Polres Karanganyar.

Skip to content