Mahasiswa UII Jangan Berpaham Kapitalisme Barat

Himmah Online, Kampus Terpadu – Stadium general yang merupakan rangkaian Pesona Taaruf Universitas Islam Indonesia (Pesta UII) 2016 mengangkat tema “Menanamkan kesadaran serta rasa tanggung jawab sebagai mahasiswa Universitas Islam Indonesia dengan memberikan sejarah Universitas Islam Indonesia”. Acara yang berlangsung pada Senin, 15 Agustus 2016 di Auditorium Kahar Muzakkir tersebut dibagi dalam dua sesi dengan dua pembicara. Sesi pertama diisi oleh Suwarsono Muhammad, alumni Fakultas Ekonomi UII yang pernah menjabat sebagai penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi. Sementara pembicara kedua diisi oleh Erwin Moeslimin, alumni Fakultas Hukum UII yang juga menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat selama tiga periode berturut-turut.

Suwarsono memaparkan bahwa pendirian UII pada 8 Juli 1945 M/27 Rajab 1364 H di Jakarta sangat erat dengan cita-cita yang hendak dibangun oleh tokoh-tokoh dari Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Tokoh-tokoh tersebut hendak mendirikan perpustakaan Islam yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Sekolah Tinggi Islam sebelum menjadi UII, balai kebudayaan islam yang sampai saat ini belum terlaksana, baitul mal yang sudah tidak ada lagi sekarang serta tabloid dua mingguan ‘Suara MIAI’.

Alumni program studi Manajemen tersebut juga mengingatkan mahasiswa baru untuk mengemban amanat sejarah para pendiri tersebut, seperti terus menghidupkan perpustakaan Islam, ikut andil dalam mendirikan balai kebudayaan Islam serta membuat kembali baitul mal.

“Kalau ditanya untuk apa UII didirikan, mahasiswa biasanya menjawab untuk melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa.” Suwarsono melanjutkan pembahasan tentang tujuan berdirinya UII. Ia menjelaskan bahwa tujuan tersebut sebenarnya tidak ditemukan dalam dokumen sejarah pendirian UII, melainkan terdapat dalam pidato Sultan Hamengkubuwono IX, sambutan pemerintah Jepang saat upacara pembukaan STI, dan ditambah dengan pers yang menulis pada acara tersebut.

Sementara dalam dokumen tercatat bahwa UII didirikan sebagai pusat syiar agama Islam agar Islam memiliki pengaruh yang besar di Indonesia. Selain itu, koran Harian Merdeka menyebutkan bahwa pendirian UII bertujuan mewujudkan mahasiswa UII sebagai cendekiawan muslim yang tidak berpaham kapitalisme barat.

“Sehingga kita ada tiga cita-cita yang harus dijalankan oleh para mahasiswa UII,” ujar Suwarsono merangkum apa yang telah ia sampaikan. Pertama, institusi ini harus bisa menjadi pusat syiar agama islam. Kedua, melahirkan pemimpin bangsa. Ketiga, mahasiswa UII menjadi cendekiawan muslim yang tidak berpaham kapitalisme barat.

Muhammad Abdul Aziz, mahasiswa baru Fakultas Ekonomi, menanyakan tentang hal yang harus dilakukan oleh mahasiswa untuk menjadi generasi yang gemar membaca sekaligus menghidupi perpustakaan Islam yang dicita-citakan oleh para pendiri UII. Suwarsono menjawab bahwa untuk melakukannya, dibutuhkan pola pikir yang strategis serta budaya literasi yang kuat.

Pada sesi kedua, Erwin memulai materi dengan menunjukkan video sekilas profil UII kepada mahasiswa baru. Selanjutnya, ia mendorong agar mahasiswa baru menumbuhkembangkan dan mengikuti tipe mahasiswa yang peduli terhadap persoalan bangsanya karena pendidikan yang akan mereka peroleh dari UII merupakan pendidikan yang membebaskan dari keterbelakangan, kebodohan serta ketertinggalan zaman.

“Mahasiswa Islam harus menjadi pejuang, pemikir, dan pembaharu,” tegas Erwin. Berjuang berorientasi pada nilai, berpikir berorientasi pada intelektual serta pembaharu yang orientasinya sebagai reformis. Dari situlah wujud eksistensi mahasiswa sebagai agen perubahan.

Erwin juga menceritakan bahwa saat dirinya masih menjadi aktivis, pergerakan lembaga UII merupakan garda terdepan di antara gerakan lainnya dalam menyikapi setiap permasalahan yang berkembang di negara maupun masyarakat. Mahasiswa Islam harus dinamis dan progresif serta menegakkan yang hak dan melarang yang batil. Mahasiswa Islam turut pula aspiratif dengan cara-cara yang tidak merusak. Ia menyayangkan kondisi kelembagaan yang justru turun saat ini. Erwin pun mengingatkan mahasiswa baru agar profesional sebagai insan akademik. Hal itu bisa dicapai dengan mendalami keilmuan sesuai program studi masing-masing mahasiswa. (Nurcholis Maarif)

Skip to content