Disinyalir kurangnya koordinasi menjadi permasalahan terbesar DPM U pada periode ini.
Oleh Alissa Nur Fathia
Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (DPM U) merupakan lembaga tertinggi dalam struktur Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (KM UII). Bulan April lalu tepat setahun jalannya kepengurusan DPM U periode 2011/2012. Meskipun kepengurusan tersebut akan segera berakhir, namun masih tersisa permasalahan-permasalahan yang belum terselesaikan.
Di awal kepengurusan, DPM U berjanji mempertemukan Lembaga Khusus (LK) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pertemuan tersebut terkait dari aksi HMI yang melakukan penyebaran pamflet di acara Pesona Ta’aruf (Pesta). Padahal HMI sendiri adalah organisasi eksternal sehingga tidak seharusnya masuk dalam acara internal kampus seperti Pesta.
Ketua Marching Band UII (MB UII), Galih Cahya Purnama, mengiyakan bahwa pertemuan tersebut belum terealisasi hingga sekarang. “Belum sempat ada (pertemuan dengan HMI), dulu terpotong puasa. Katanya nanti setelah puasa. Setelah puasa kita tungguin, kok tetap tidak ada,” ujar Galih. Ditambahkan oleh Galih, alasan DPM U tidak kunjung mengadakan pertemuan karena pihak dari HMI sedang sibuk. Namun baginya, hal tersebut lebih dikarenakan ketidaktegasan petinggi DPM U terhadap anak buahnya. Akhirnya masalah tersebut dibiarkan berlalu begitu saja tanpa adanya penyelesaian yang jelas.
Menanggapi permasalahan di atas, Ketua DPM U, Herdika Oki Prasetya, mengaku telah mengusahakan berbagai cara untuk mempertemukan kedua belah pihak. Namun niat Herdika ternyata tidak mendapat dukungan dari jajaran di bawahnya. Anggota-anggota DPM U tidak ada usaha untuk menghubungi pihak HMI.
Persoalan jas almamater merupakan masalah berikutnya yang masih belum terselesaikan. Kinerja tim kerja jas almamater dinilai tidak jelas dan transparan. Seperti yang dituturkan oleh Wakil Ketua Mahasiswa Pecinta Alam Unisi (Mapala Unisi), Bobi S. Tarigan, baginya persoalan jas almamater tersebut merupakan persoalan yang paling tidak jelas di antara seluruh persoalan dalam tubuh DPM U. Yang paling utama adalah segi mekanisme kinerja tim jas, dimulai dari proses pemilihan tender hingga pendistribusian. “Tiba-tiba sudah ada pemenang satu dan ternyata pemenang tersebut tidak dapat memenuhi tenggat waktu,” ujar Bobi.
Ia pun mempertanyakan ketidakjelasan permasalahan yang dianggapnya lahan basah ini. Masih terkait persoalan jas almamater, Galih mengungkap ketidakjelasan kinerja tim jas telah terjadi sejak awal pembentukan. Menurutnya, pihak DPM U tidak memberitahukan kepada pihak LK terkait pemilihan anggota tim jas. “Harusnya dia, ibaratnya ditransfer dulu ke teman-teman yang lain. Mereka hearing ke kita. Seperti apa nantinya. Kalau ini kan, seperti diam-diam. Tiba-tiba sudah bentuk tim,” ungkap Galih.
Buruknya koordinasi DPM U kepada LK tidak hanya terjadi pada persoalan HMI maupun tim jas almamater. Komunikasi secara langsung pun masih sulit dilakukan, MB sendiri pernah mengalami kesulitan tersebut. Bagi Galih, DPM U mempunyai kantor namun tidak berfungsi dengan baik karena tidak pernah ditempati. Bahkan bagi Bobi, kepengurusan DPM U pada periode ini tidak berbeda jauh dengan DPM U pada tiga periode terakhir, yakni masih berkutat pada masalah koordinasi. Bahkan koordinasi DPM U periode 2011/2012 sangat kurang dibanding pendahulunya.
Hal tersebut dinilai dari tidak diberitahu dan dilibatkannya LK dalam beberapa kegiatan, seperti jas dan Pesta. Koordinasi DPM U nyatanya tidak hanya buruk ke lembaga khusus. Safari DPM U kepada DPM Fakultas (DPM F) pun mengalami kegagalan dari yang telah diagendakan. Kegagalan tersebut bahkan diakui oleh Herdika Oki Prasetya, Ketua DPM U.
Berkenaan dengan hal tersebut, Nurman Eka Pranata, Ketua Komisi II DPM F Teknik Sipil dan Perencanaan (DPM FTSP) mengungkapkan, “Koordinasi dengan semua fakultas lebih di-seringkan. Paling tidak ada temu-temu, tidak hanya pada saat ada kasus saja, lihat kinerja di bawah juga.” Nurman pun bercerita bahwa DPM U beberapa kali terlambat dalam memberikan dana triwulan kepada DPM FTSP. Padahal menurut Nurman dana triwulan seharusnya didapat setelah penyerahan LPJ ke Komisi III DPM U. Akibatnya, DPM FTSP mengalami keterlambatan penurunan dana ke lembaga yang berada di bawahnya, seperti Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FTSP maupun Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) FTSP. Menurut Nurman, keterlambatan ini akan menghambat keberlangsungan kegiatan kedua lembaga tersebut. Keterlambatan penurunan dana triwulan, tidak hanya terjadi antara DPM U dengan DPM FTSP, namun juga menimpa MB UII.
Galih menerangkan bahwa DPM U tidak pernah tepat waktu dalam menurunkan dana triwulan kepada MB UII. Bahkan pada pertengahan periode kepengurusan DPM U 2011/2012 ini, DPM U terlambat memberikan dana triwulan hingga tiga minggu lebih. Komentar lain datang dari Aditya Arifyandi, Ketua DPM Fakultas Teknologi Industri (DPM FTI). Ia mengkritisi kinerja DPM U pada ranah wacana. Sebagai contoh, seharusnya ketika demo yang mewacanakan adalah DPM U, namun yang terjadi justru penggerak demo berasal dari LEM U. Wacana terkait remediasi pun dinilai Aditya tidak memberi hasil. “Dulu kita terkenal wacana ke luarnya itu seperti apa, ke rektorat juga. Mungkin kemarin ada, yaitu remediasi. Tetapi itu juga hasilnya tidak terlihat,” tutur Adit.
Sementara itu di mata mahasiswa sendiri, DPM U dinilai belum terbuka dalam menyampaikan arus dana yang mulanya berasal dari mahasiswa. Akhirnya mahasiswa pun kurang mengetahui penggunaan dana tersebut. Permasalahan ini diamini Irfan Prabowo, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010. Menurutnya, DPM U belum transparan dalam menyampaikan penggunaan dana kemahasiswaan. Pendapat Irfan sendiri transparansi terkait dana kemahasiswaan merupakan hal yang penting untuk diketahui mahasiswa. Begitu pula Acintia Anggiasti, mahasiswi Teknik Industri 2009, ia menyatakan bahwa dirinya belum mengetahui ke mana dana mahasiswa untuk lembaga digunakan. Acintia menyarankan agar DPM U dapat menyampaikan pemakaian dana yang mereka pakai selama ini melalui media seperti buletin.
DPM U sebenarnya berkewajiban melaporkan kinerja berikut penggunaan dana mereka dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ). LPJ tersebut kemudian akan dilaporkan atau dipublikasikan kepada mahasiswa umum. Pelaporan tersebut disebut hearing, yang diadakan selama tiga bulan sekali. LPJ yang disampaikan pada hearing tentunya juga menyangkut hasil kinerja beserta apa saja yang sudah dilakukan oleh lembaga. Namun yang terjadi di lapangan, LPJ dari DPM U sendiri belum dapat menjadi contoh bagi lembaga lainnya, seperti yang dituturkan oleh Alan Farabi Nasution, Ketua MAPALA UNISI. Menurutnya, LPJ DPM U harus dapat menjadi contoh bagi lembaga di bawahnya. “Ya harusnya jadi suri tauladan dong. Yang punya acuan kan harusnya dari mereka malah kenyataannya terbalik, LPJ-nya malah kelihatan sembarangan,” tutur Alan.
Bobi, yang merupakan wakil ketua Mapala Unisi juga mengamini ketidakjelasan LPJ serta penggunaan dana oleh DPM U. “Belum ada transparansi keuangan. Laporan nggak jelas. Dana keluar dari mana, masuk dari mana,” ungkap Bobi.
Begitu juga dengan yang disampaikan oleh Galih, ketua MB UII. Ia menuturkan, “Komisi III cuma berapa lembar itu doang. Kurang banget, kurang detail, terus yang lain itu kerjanya apa ?.” Galih menambahkan bahwa LPJ dari DPM U dirasa kurang lengkap dan tidak mencakup keseluruhan departemen dalam DPM U. Menurutnya LPJ sebuah lembaga harus mudah dipahami, yakni dengan memperinci tanggal terlaksananya agenda, kendala yang dihadapi, serta rencana ke depan.
Berkenaan dengan LPJ, Dika menyatakan kekurangan LPJ dikarenakan belum adanya jutlak atau format pasti dari Sekretaris Jenderal (Sekjend) DPM U. Hal tersebut telah diiyakan oleh Wakil Sekjend DPM sendiri, Ahmad Aditya. Ia menyatakan memang belum terdapat jutlak untuk LPJ hearing, selama ini DPM U hanya mengikuti format laporan pada umumnya, yakni sebatas pengaturan spasi serta margin. Sedangkan mengenai LPJ Komisi III yang hanya berupa selebaran, Dika menyatakan bahwa pelaporan yang lebih terperinci akan dikeluarkan ketika Sidang Umum (SU) yang dilaksanakan Mei ini. Dika juga menambahkan bahwa persoalan yang terjadi di periode yang ia pimpin lebih kepada koordinasi antar anggota DPM U.
Selain itu kebijakan yang mereka buat cenderung tidak bertanggungjawab. Anggota DPM U hanya berdebat ketika membahas kebijakan, namun tidak terdapat aksi yang nyata setelah perdebatan tersebut.
Reportase Bersama Hasta Mufti S., M. Alfan Pratama, M. Hanif Alwasi, Flaury Calista, B. Kindie Arrazy