HIMMAH ONLINE, Kampus Terpadu – Sudah beberapa bulan tampak terlihat spanduk bertuliskan “Waspada SMS Penipuan: dihimbau untuk melakukan verifikasi terlebih dahulu setiap informasi yang didapat melalui SMS kepada pemegang otoritas, fakultas maupun universitas secara langsung” di beberapa sudut jalan di lingkungan kampus Universitas Islam Indonesia (UII). Spanduk ini merupakan tindak lanjut Humas UII karena frekuensi penipuan dalam bentuk SMS yang semakin meningkat di kalangan mahasiswa UII. Humas dengan arahan Wakil Rektor I mensosialisasikan spanduk ini kepada segenap mahasiswa untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penipuan dalam bentuk SMS yang mengatasnamakan Rektorat UII.
Penipuan dalam bentuk SMS ini ditujukan kepada mahasiswa mengatasnamakan pimpinan rektorat, menugaskan untuk menghadiri sebuah seminar yang ujung-ujungnya harus mentransfer sejumlah dana. Selain itu biasanya pada saat penerimaan mahasiswa baru, ada banyak SMS yang diberikan kepada mahasiswa yang akan registrasi ulang dengan alasan uangnya kurang sehingga ia harus mentransfer ulang uang tambahan.
“Sebagian besar penipuan ini melalui SMS dan sebagian juga dikombinasi melalui telepon, jadi setelah dikirimi SMS kemudian ditelepon, salah satu contohnya ada mahasiswa Ilmu Komunikasi yang akan registrasi ulang. Ia dikirimi SMS dan kemudian ditelepon oleh seseorang yang mengaku pihak bank bahwa uang registrasinya kurang dan mengharuskan mentransfer sejumlah dana ke rekening tertentu, sementara mahasiswa itu tidak mengklarifikasi kepada otoritas terkait dan langsung mentransfer ke rekening itu,” ungkap Hangga Fathana, Direktur Humas UII.
“Sebenarnya tentang peringatan kewaspadaan civitas akademika itu jauh hari kami sudah menginformasikan saat ada kejadian seperti ini melalui website UII. Namun rupannya tidak semua mahasiswa UII mau memperhatikan perkembangan situs UII. Mungkin hanya mengecek unysis saja tanpa melihat kolom news,” tambah Direktur Humas.
Hangga Fathana juga menambahkan bahwa UII tidak pernah mengirimkan SMS yang berbau harus mentransfer apapun itu, apalagi itu informasi transaksi keuangan. Tidak pernah disampaikan dalam bentuk SMS melainkan dalam bentuk yang lebih formal. Kalaupun ada SMS dari UII dari beberapa prodi itu biasanya digunakan hanya untuk mengubah jadwal kuliah.
Dalam segi hukum, Ari Wibowo, selaku Ketua Badan Etika dan Hukum (BEH) UII menjelaskan bahwa hubungan hukumnya adalah antara pelaku dan korbannya yaitu mahasiswa, bukan pihak UII, sehingga UII tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyarankan hal yang bersangkutan untuk melapor kepada polisi. Karena UII bukan dalam posisi pelapor dan yang menjadi korban itu mahasiswanya, maka mahasiswanya yang semestinya melapor dan orang yang melapor dia menjadi saksi pelapor.
“Menurut KUHP namanya pelapor itu akan menjadi saksi pelapor. Kategori saksi yaitu orang yang melihat, orang yang mendengar atau yang mengalami, UII tidak mengalami, yang mengalami korbannya harus melapor ke polisi,” jelas Ari Wibowo.
“Kemudian UII sebagai institusi tidak bisa melepas tanggung jawab begitu saja karena bagaimanapun korbannya adalah mahasiswa UII. Orang yang menipu juga mengatasnamakan UII, maka UII melakukan beberapa langkah preventif agar kejadian yang serupa tidak lagi terulang dengan menempelkan beberapa spanduk di berbagai area agar mahasiswa tahu ketika ada SMS itu bukan dari UII atau paling tidak dia mengklarifikasi ke pihak UII sehingga akan meminimalkan kasus-kasus yang serupa dimana mahasiswa akhirnya berhasil ditipu,” tambah Ari Wibowo.
Sampai saat ini pihak kepolisian yang memiliki kewenangan dalam mengatasi masalah ini belum menemukan pelaku dibalik kasus penipuan SMS ini, entah itu dari oknum internal UII maupun eksternal. Jika itu dari oknum eksternal maka pelaku akan dikenakan sanksi pidana oleh pihak kepolisian dan UII tidak mempunyai kewenangan untuk memberi sanksi, UII hanya bisa memberi sanksi administratif jika oknum pelaku berasal dari internal UII kendati UII sebagai institusi pendidikan.
“Badan Etika dan Hukum sama sekali tidak melakukan penelusuran terkait siapa pelakunya karena sama sekali kita tidak memiliki kemampuan, yang memiliki kemampuan polisi. Berbeda dengan kasus perjokian terhadap mahasiswa baru dimana UII menjadi korbannya, pelaku memalsukan dokumen bahkan sudah ada yang sampai pengadilan,” jelas Ari Wibowo diakhir wawancara. (Nurcholis Ma’arif)