Kebutuhan Dasar Air Bersih hingga Sanitasi Aman Belum Terpenuhi

Himmah Online — Air bersih dan sanitasi yang baik merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang krusial untuk dipenuhi. Terpenuhinya kebutuhan air dan sanitasi menjadi salah satu tolak ukur untuk kehidupan yang layak. Meski begitu, di Indonesia kebutuhan mendasar ini belum seutuhnya terpenuhi. Pada 2021, sebanyak 19,71% rumah tangga belum memiliki akses sanitasi layak.

Dalam rangka mengampanyekan kesadaran sanitasi yang aman dan layak, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerja sama dengan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) mengadakan webinar bertajuk “Sudah Amankah Sanitasi di Rumahku?” melalui media telekonferensi Zoom pada Senin (07/02).

“Keamanan sanitasi sangat erat hubungannya dengan kemiskinan,” Yose Hendra selaku moderator webinar angkat bicara.

Yose menceritakan pengalamannya saat mengunjungi suatu desa dengan tingkat keamanan sanitasi yang rendah serta bagaimana kondisi tersebut memengaruhi kesehatan masyarakat.

“Singkat cerita, saya dan teman-teman mengulik dari salah satu pemilik rumah. Anaknya terindikasi mengalami stunting (gagal tumbuh) dan gejala diare,” ungkap Yose.

Tercatat sebanyak 24,4% balita di Indonesia mengalami stunting pada tahun 2021. Nusa Tenggara Timur terdaftar sebagai daerah dengan angka stunting tertinggi yaitu sebesar 37,8%.

Yose lalu menambahkan, salah satu penyebab masalah kesehatan seperti stunting dan diare adalah buruknya sanitasi di lingkungan tersebut. “Pemerintah daerah memang telah menyediakan bantuan toilet umum bersama, tetapi terkadang airnya macet,” tuturnya.

Namun, adanya kesulitan yang dihadapi oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia ini tetap dapat berdampak buruk bagi perkembangan negara dalam berbagai aspek. Kesenjangan antara warga di desa dengan warga di kota menjadi salah satu aspek yang cukup mencolok bila dilihat dari akses sanitasinya.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), perumahan di desa pada tahun 2020 sebanyak 74,27 persen yang memiliki akses terhadap sanitasi yang layak, dan di perkotaan sebanyak 83,66 persen.

Di tahun 2021, perumahan di desa mengalami peningkatan terhadap akses sanitasi layak sebanyak 1,68 persen, sedangkan di perkotaan menurun sebanyak 0,10 persen.

Sehingga, jika dilihat dari data tersebut, pada tahun 2021 perumahan di desa yang belum memiliki akses terhadap sanitasi yang layak yakni sebanyak 24,05 persen. Sedangkan di perkotaan sebanyak 16,44 persen.

Salah satu narasumber, Tri Dewi Virgiyanti selaku Direktur Perumahan dan Permukiman, serta perwakilan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menampilkan infografik terkait konsep dan definisi akses sanitasi berdasarkan Metadata Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG) 2030. Terdapat lima tingkatan akses sanitasi dalam infografik tersebut.

Perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan) merupakan tingkatan paling bawah dalam tingkatan konsep dan definisi bagaimana sanitasi yang seharusnya ada. Hal ini terjadi karena tidak adanya akses terhadap kakus, ataupun kakus yang ada tidak dipergunakan sebagaimana mestinya.

Hal tersebut bisa diatasi dengan tersedianya akses terhadap sanitasi yang layak dan aman agar bisa memenuhi konsep dan akses sanitasi yang memadai. Tetapi, akses sanitasi yang tersedia saja belum cukup jika sanitasi tersebut belum bisa dikatakan layak.

Adanya akses sanitasi tidak menutup kemungkinan masih terjadi BABS namun dengan cara tertutup. Di mana sudah tersedia kakus di sebuah rumah tetapi pembuangannya langsung ke sungai, ladang, ataupun area terbuka lainnya.

“Sudah ada akses pembuangan, tetapi masih berbentuk lubang saja. Kalau hanya lubang, maka pencemaran masih bisa terjadi,” jelas Virgi.

Ia kemudian memaparkan bahwa perilaku BABS saat ini sudah turun ke angka 6,19 persen. Indonesia yang terdiri dari 273 juta penduduk, setidaknya belasan juta masyarakat Indonesia masih melakukan BABS.

“Namun, apabila terdapat 273 juta penduduk di Indonesia, maka terdapat 15-16 juta masyarakat Indonesia yang melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS),” jelas Virgi.

Persentase BABS se-Indonesia mencapai 6,19%, dan belum ada daerah di Indonesia yang menyatakan bebas dari BABS. “Bahkan di DKI Jakarta sendiri belum bebas dari Open Defecation (ODF/BABS),” Virgi melanjutkan.

Tingkatan paling baik dalam infografik terkait konsep dan definisi akses untuk sanitasi yaitu tersedianya akses sanitasi yang aman. Di mana toilet yang digunakan merupakan milik sendiri dan tangki septik disedot setidaknya sekali dalam 3-5 tahun, kemudian dibuang ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).

“Tinja yang masuk ke IPLT selanjutnya diolah agar dapat dibuang dengan aman ke lingkungan,” ujar Virgi.

Dalam data yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS), menyebutkan bahwa proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak pada tahun 2021 sebesar 80,29 persen. Angka itu mengalami kenaikan 0,76 persen dari tahun sebelumnya.

“79,53% rumah tangga nasional memiliki akses sanitasi yang layak dan aman. Jumlah ini sudah lebih baik dari 10 tahun yang lalu,” ungkap Virgi saat menanggapi data tahun 2020 mengenai akses sanitasi yang layak dan aman. Meskipun begitu, Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara lain dalam hal akses sanitasi yang aman.

Meskipun termasuk dalam sebagian kecil, rumah tangga yang tidak memiliki sanitasi layak ini cukup berdampak pada angka diare di Indonesia.

“Sanitasi yang tidak aman memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan, terutama kesehatan anak-anak. Sampai saat ini, diare merupakan penyebab utama meninggalnya balita di Indonesia, dan ini disebabkan oleh kondisi sanitasi yang buruk,” terang Maraita Listyasari, spesialis WASH (Water, Sanitation, and Hygiene) UNICEF Indonesia.

WASH UNICEF Indonesia mengadakan jajak pendapat mengenai akses sanitasi yang aman untuk periode 10 November 2021 sampai dengan 24 Januari 2022. Hasilnya, sebagian besar responden meminta jasa layanan sedot tinja hanya bila ada masalah (34,7%), sebagian tidak tahu kapan terakhir disedot (26,2%), dan sebagiannya lagi tidak pernah meminta jasa layanan sedot tinja (23,5%).

Air bersih dan sanitasi yang aman masuk ke dalam target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG) keenam.

“Upaya untuk menghadirkan sanitasi yang aman harus dilakukan bersama-sama oleh masyarakat, mulai dari diri kita sendiri,” pungkas Maraita.

Reporter: Himmah/Qothrunnada Anindya Perwitasari

Visualisasi Data: Himmah/Qothrunnada Anindya Perwitasari

Editor: Nadya Auriga D.

Skip to content