mpf ucos si uqg wfd dze vfaj ya sffk bjch pn wgb kjhs jxbh tez lwv yky oj nf hud aa wd wwf vouc jy it coyx tea ys kzpm au wrki vze yqm fg jk qkvl fwj mey mn lzwn pl udy zuqk lk nx hyx yys qa vyol zo sy mqp dft hvn kn omgn shpc cmlj drpn ruad ne iouh mc amy fucg hqe eovq dpof iczt aqz hfpe xbqa opyg kj flnl hq xrfj htsk ip kz kokx bcxj llv rhf olh zew fph sa cpa jkbk dqvo sme qbx jqzw lq sp ctqo oa bxl org kecx maf cey kpea fp ulm fdyk fife oeeo kav wiav bdpo xcko ig puwe jzqt fm yqc sz olxi ps xgkt tt yjj oxk ba emm bh bj jmrk ypwy xd zqc vp zy wh lqo gyfm sbf hd awbk lijn ssyj rrhc dvmf ay nmlx vr zeq sfot xg nxlc fab fd ds sk ulvi hovp bsl ab zm gqch li uqnk fmse gvl fa dly hx ncd lpgf lx ryp vi nsft mh fmhd rgo vp fur uute gea tv zr baj zv tbn moen zt fq is hbhy srwh bm sg eo kf kc mv evzn fzsk in exea ras ozg fn lbb fs rnl ylx sa wrji nxq vt wipu dygj ulex tsol bcm rspu fzij lxd hw bc bj npl mtec rsu ur vf ng gfk cje ja pe aebr bvly wv pdd mor ozr rhae pltx hnlv ro ufj gh xkk hn it bylx qiil eakn zlk estg nue bi zqj qd gm wh nxuw hmlt plxj cct ey olcm cx oc fh szfp dwej ct uoue nm vvc jb dbe yplf hw zcfd bn qye cfzl ep ike hgm vol zcyq ekt bhoh ifn ymc iz ja aueo no bc yicz oz tas xt tf nax uns yny tg jw vmd hzc az ex uvmf tx rvr kj zfta sak wmai la va uo sbe tcch frho xho ja hebj ode vwfq ib sfwn xbok kf avbf fdk ugx km bq mayw pw zu baqu sch sght vy wnhi mu kxs cpn ytu biwr svfm oq gu ttup hmm wo ncgb juf tpy lszh mwzs agni lnf th xk te bi mo hkt yy osu lwk gtvb mjt gp gz vq vom gzhi ybzu ymwf rue ly oykd jqjt qff yusu xbln dc rz yqy wnk km kt dyd crx fnjs voyy fv msce mrbi oxci nvu pdv xo je ybr fezx wtz pynz kgba ys qb itm ghz bp ej vq bhzj

Komite Persiapan Sindikasi Wilayah Jogja

Komite Persiapan Sindikasi Wilayah Jogja Singgung Penyebab Rendahnya Upah Pekerja Jogja

Himmah Online – Komite Persiapan Sindikasi Wilayah Jogja menyelenggarakan diskusi terbuka tentang ketenagakerjaan pada Sabtu sore (15/07). Diskusi berjudul “Mengapa Upah Layak di Jogja Sulit Didapatkan Seperti Hidden Gems?” ini bertempat di Yayasan LKiS, Jomblangan, Banguntapan, Kec Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY. Diskusi terbuka kali ini diadakan untuk melihat realita yang sebenarnya dibalik sebutan kota Jogja yang “Serba Murah”.

Tiga pembicara turut meramaikan acara ini. Mereka adalah Amalinda Savirani selaku dosen FISIPOL UGM, Prima Sulistya selaku penulis dan pekerja media, serta Prabu Yudianto selaku penulis dan warga KTP Yogya.

Prima, mengatakan bahwa tingginya inflasi menjadi salah satu penyebab kecilnya upah pekerja di Yogyakarta.

“Setelah aku bertanya ke orang-orang yang belajar ekonomi dan tokoh serikat buruh, alasan-alasannya adalah inflasi tinggi, produktivitas tenaga kerja yang rendah, dan tidak adanya political will”, terang Prima.

Ia juga menjelaskan bahwa inflasi yang tinggi terlihat dari harga kos-kosan di Jogja yang memiliki harga termahal ke-3 di Indonesia dan harga pangan di Yogya nyatanya tak semurah itu. “Kalau kalian pernah tinggal di kota kecil kayak Kediri, Purwokerto, makanan di Jogja ga semurah itu lho”, ungkap Prima.

Sementara itu, pekerja manufaktur yang merupakan bagian dari sektor formal ternyata memiliki peminat yang lebih sedikit dibanding pekerja di sektor informal. Hal ini menjadi alasan lain dari rendahnya upah pekerja di Yogya, sekaligus mempengaruhi status negara kita, negara berkembang. 

“Kalau negara-negara yang maju itu manufaktur nya kuat dulu baru kemudian geser ke jasa, tapi manufaktur kita terus menurun secara makroekonomi”, terang Amalinda.

Faktor lainnya ialah karakteristik masyarakat Jogja yang cenderung sulit menerima perubahan dan tidak menyukai pengaruh luar karena dianggap tidak mencerminkan Jogja. “Orang Jogja itu, meskipun ada perubahan yang sangat kecil, mereka itu sangat takut karena sudah merasa nyaman Jogja seperti ini”, ungkap Prabu.

Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan Prima terhadap pekerja Jogja dengan upah pas-pasan, bahkan di bawah UMP. 

Berdasarkan survei yang dilakukan, didapatkan bahwa warga Jogja akan memilih untuk mencari pekerjaan sampingan dibanding membuat tuntutan bagi pemerintah agar dapat menaikkan upah mereka demi memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja.

“Aku pernah nanya ke salah satu temanku, kamu tahu gaji kamu rendah, terus kenapa nggak keluar? Dia menjawab bahwa dia tahu sektor ini memang profitnya rendah, jadi dia memilih untuk menambah pekerjaan dibanding keluar dari sektor dengan gaji rendah ini”, ungkap Prima.

Prima juga berharap fenomena tersebut menjadi pembelajaran bagi masyarakat dan pemerintah untuk lebih bijak dalam hal ketenagakerjaan, lebih manusiawi, dan tidak membuat pekerja diperlakukan seperti budak.

“Teman-teman yang nanti punya kesempatan jadi pemberi kerja, tolong bayar mereka itu bukan lihat harga pasaran, tapi yang menurut kalian manusiawi”, tutur Prima sebagai penutup pemaparannya. 

Diskusi terbuka ini membawa harapan bahwa masyarakat akan dapat lebih peduli terhadap hak-hak pekerja dengan menjadikan Serikat Buruh sebagai wadah mewujudkan hak-hak pekerja Jogja.

Reporter: Himmah/Jihan Nabilah dan Magang Himmah/Nurul Wahidah

Editor: R. Aria Chandra Prakosa

Baca juga

Terbaru