Kuantitas Mahasiswa FIAI

FIAI merupakan cikal bakal UII, namun kini keberadaannya kurang terekspose dan eksistensinya
kurang terdengar. Apa yang salah?

Oleh Metri Niken Larasati

Kampus Terpadu, Kobar

Universitas Islam Indonesia (UII) memiliki daya tarik khas daripada perguruan tinggi lainnya, yaitu pendidikan berbasis Islam dalam proses pengajarannya. Pada kenyataannya, perguruan tinggi swasta (PTS) ini semakin tahun memiliki jumlah mahasiswa yang sedikit di Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI). Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang tercatat melakukan registrasi tahun 2011 sebanyak 4.527 orang.
“FIAI itu ibarat emas di balik sumur,” ujar Ahmad Zaini Aziz, mahasiswa Pendidikan Agama Islam 2009, “saya bangga akan FIAI sebab fakultas ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan fakultas agama Islam dari universitas lain.” Karakteristik yang dimaksud adalah bahwa di UII lebih diajarkan kepada praktik, tidak fokus pada teori saja. Menurut Ahmad, penyebab sedikitnya jumlah mahasiswa di FIAI antara lain karena publikasi yang kurang dari pihak universitas. Selain itu, jarangnya mahasiswa FIAI berkontribusi kelembagaan di tingkat universitas juga dirasanya ikut menjadi penyebab karena membuat nama FIAI juga jarang terdengar di luar FIAI itu sendiri.
Suharyanto memiliki pendapat yang hampir serupa. Menurutnya, peminat FIAI yang masih sedikit tidak lepas dari peran alumni FIAI itu sendiri. “Masih minder mengakui statusnya sebagai alumni FIAI UII,” ujar mahasiswa Pendidikan Agama Islam 2010 ini. Hal tersebut ditemuinya saat ada alumni yang ditanya dari fakultas mana, si alumni menjawab dengan lirih dari FIAI.
Ketika ditanyakan kepada mahasiswa di luar FIAI, Vivin Nadya Hasymi, mahasiswi Arsitektur 2010 berpendapat bahwa penyebab FIAI kurang terdengar adalah tidak ada acara yang dapat membuat orang dapat bergabung dengan FIAI. Begitu juga dengan Novika Pramodika, mahasiswi Arsitektur 2010 ini menyarankan agar pihak FIAI mau mengadakan acara yang melibatkan fakultas lain, sehingga komunikasi antar fakultas dapat terjalin, yang nantinya secara tidak langsung berimbas pada jumlah peminat di FIAI.
Menanggapi persoalan publikasi, Dadan Muttaqien selaku Dekan FIAI angkat bicara. Menurutnya, sudah ada upaya publikasi dari pihak fakultas. Untuk publikasi yang sifatnya besar, seperti iklan di koran yang biayanya bisa mencapai jutaan, Dadan mengakui jika ada keterbatasan dana. Untuk permasalahan ini, yang mengatur adalah pihak universitas, sebab FIAI sendiri merupakan bagian dari universitas. “Alangkah baiknya jika universitas memasang baliho sebagai pengenalan awal,” kata Dadan. Kemudian, jika masyarakat berminat tahu lebih lanjut dapat mendatangi FIAI untuk meminta informasi.
Solusi untuk masalah publikasi, menurut Dadan adalah kembali pada realita bahwa UII adalah perguruan tinggi swasta. Sumber dananya berasal secara mandiri, bukan dari pemerintah, sehingga mestilah dimanfaatkan sebaik mungkin. Dana untuk proses belajar mengajar adalah dana yang menjadi prioritas utama bagi FIAI saat ini. Mengenai subsidi silang, Dadan belum pernah mendengar hal tersebut. Dana yang berasal dari universitas sudah direncanakan alokasinya, dalam hal ini oleh Badan Waqaf, kemudian didistribusikan ke fakultas.
Kondisi FIAI sekarang ini, menurut Dadan untuk sementara harus disyukuri karena merupakan suatu progress tersendiri bagi FIAI. Saran untuk mahasiswa FIAI, Dadan mengatakan dirinya tidak akan memasuki dunia mahasiswa sebab mereka adalah student government yang mempunyai organisasi mandiri. “Anak-anak FIAI dibiarkan untuk tumbuh dewasa, pihak fakultas hanya memberikan dorongan dan memfasilitasi,” imbuh Dadan.
Sekretaris Dekanat FIAI, Rozi, juga ikut menanggapi masalah publikasi tersebut. “Kami telah memublikasikan mereka (mahasiswa FIAI) yang berprestasi di UII News,” terang Rozi. Dari segi kualitas, Rozi mengatakan bahwa banyak prestasi yang telah diraih mahasiswa FIAI, yang kebanyakan lebih ke skill individu. Misalnya, Lomba Karya Tulis, Debat Ekonomi Islam, dan yang terakhir FIAI berhasil menyabet Juara 2 Lomba Debat Bahasa Arab. Ada unit kegiatan yang menunjang, yaitu “Arabic and English Community” (AEC) yang dapat diikuti semua mahasiswa dari berbagai fakultas, tidak sebatas dari FIAI saja. “Ternyata banyak mahasiswa dari luar FIAI yang mengharapkan peran serta lebih dari FIAI, itu bisa menjadi usulan bagus untuk FIAI ke depannya,” tandas Rozi.
Kemunduran FIAI dari segi kuantitas, ditanggapi Jiwanggo selaku Kepala Divisi Akademik FIAI karena sekarang pandangan mahasiswa ke depan bukan masalah agama, melainkan lebih ke prospek kerja. Padahal, tujuan utama FIAI adalah menyalurkan ilmu ke mahasiswa dengan harapan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. “Tujuan cari ilmu itu bukan untuk cari kerja, tapi untuk diambil manfaatnya setelah lulus,” tegas Jiwanggo. Mereka yang bekerja sebagai pengajar diharapkan dapat mengimplementasikan ilmu yang telah mereka dapat di UII dengan baik.
Budi Astuti, Wakil Kepala Badan Penjaminan Mutu (BPM) mengungkapkan, penyebab tidak terlihatnya FIAI di khalayak umum adalah letak atau posisi FIAI yang bersamaan dengan prodi-prodi lainnya di UII. Posisi tersebut berpengaruh terhadap daya saing dalam hal sistem belajar mengajar. Untuk mendongkrak kemajuan FIAI, Budi berharap seminar nasional program di FIAI lebih ditingkatkan lagi. Dari segi pendidikan, sistem pendidikan di FIAI telah mendapatkan sertifikat ISO. “Berbicara mengenai kualitas mutu pendidikan di FIAI, tidak ada masalah apa-apa dan semuanya berjalan dengan lancar,” kata Budi.
Ketika ditanyakan kepada Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Bachnas menuturkan bahwa ada dua hal yang mendorong kita untuk tetap menjalani masa kuliah, yaitu motivasi diri dan prospek kerja. “Masalah mengenai peminatnya yang sedikit, hal itu perlu dipertanyakan ke masyarakat terlebih dahulu. Sebenarnya, kenapa mereka tidak mengambil prodi agama Islam? Apa alasannya?” ujar Bachnas. Dari prospek kerja sendiri, masalah jumlah peminat ini bisa karena lapangan pekerjaan untuk lulusan FIAI masih kurang. Masyarakat harus memberikan kesempatan bagi lulusan keagamaan agar mereka dapat tumbuh dan lebih percaya diri dengan jalan hidup yang mereka pilih. Jika perlu, pemerintah memberikan tunjangan khusus bagi mereka yang bekerja sebagai pengajar agama Islam, sebab mereka banyak berperan dalam memperbaiki karakter bangsa.
Bachnas mengatakan bahwa untuk bisa memasuki, memperluas, serta menjalin relasi dengan masyarakat luas, mahasiswa FIAI sendiri seharusnya menambah cakrawala mereka terhadap pengetahuan umum lainnya, seperti teknologi informasi, sains, dan lain sebagainya. Intinya, mereka menjadi lebih terbuka untuk mempelajari banyak ilmu yang tidak langsung menjurus ke agama Islam. Hal ini menurut Bachnas akan menambah karismatik mahasiswa FIAI, sebab selain mampu menguasai materi agama Islam, mereka juga mempunyai sedikit atau banyak pengetahuan di bidang lainnya.
Ditemui di ruang kerjanya, Wakil Rektor I Bidang Akademik, Nandang Sutrisno menyampaikan bahwa FIAI adalah sentral agama Islam yang kurikulumnya dikhusukan dalam hal agama Islam saja. “Ada syarat-syarat agar suatu prodi itu ditutup, antara lain prodi tersebut sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini dan sudah tidak ada peminat. Tapi ada faktor-faktor lain misalnya faktor ideologis, jadi misalnya suatu prodi itu kurang peminatnya, tapi masih bisa dipertahankan, itu merupakan prodi yang boleh kita anggap ideologi,” terang Nandang. Menurutnya, agar FIAI lebih dikenal memang harus menyurakan bahwa prodi itu prospektif kepada masyarakat. UII telah mengikutsertakan FIAI dalam event-event yang diselenggarakan tim promosi.

Sejarah FIAI
Secara historis, banyak jasa yang telah diberikan FIAI untuk UII, mengingat bahwa FIAI adalah cikal bakal UII. Dulu, FIAI adalah Fakultas Agama pada tahun 1945. Kemudian, di tahun 1955 diambil oleh Kementerian Agama, lalu dijadikan IAIN. Tahun 1962, didirikan Fakultas Syari’ah dan Fakultas Tarbiyah. Selanjutnya, pada tahun 1989 diubah kembali menjadi Fakultas Ilmu Agama Islam yang terdiri dari 4 prodi, yaitu prodi Syari’ah, Tarbiyah, Ekonomi Islam, dan satu lagi prodi untuk Pascasarjana Strata 2 dan Strata 3. Keempat prodi tersebut ada yang ditempatkan di UII Kampus Terpadu (Jalan Kaliurang) dan ada yang ditempatkan di UII Kampus Demangan untuk Program Pascasarjana.

Reportase bersama Fajar Noverdian

Baca juga

Terbaru

Skip to content