Himmah Online, Karanganyar – Kongres Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) XIV berlangsung di Balai Latihan Kerja, Karanganyar, Jawa Tengah dari tanggal 6-11 Agustus 2018. Kongres di dalam PPMI sendiri memiliki fungsi sebagai wadah berkumpulnya seluruh pers mahasiswa Indonesia untuk melaksanakan kegiatan setiap empat belas bulan sekali dengan mengadakan evaluasi, membuat program kerja, serta membahas kembali acuan dasar dan kerja, yang kemudian berakhir dengan pergantian kepengurusan PPMI.
Kongres ini dihadiri oleh 200 peserta yang terdiri dari 30 Dewan Kota (DK) dan 10 Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) karateker dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Kongres kali ini menunjuk Solo sebagai tuan rumah dimana pembukaan kongres dilakukan di Universitas Slamet Riyadi, Surakarta sekaligus sebagai tempat pelaksanaan seminar nasional. Agenda inti kongres sendiri pada tanggal 7-11 Agustus 2018 bertempat di Karanganyar dengan menghabiskan waktu perjalanan satu setengah jam dari Surakarta.
Pembuatan Tata Tertib dan Pemilihan Pimpinan Sidang
Agenda pertama kongres yang bertempat di Balai Latihan Kerja di Karanganyar pada saat itu adalah pembuatan tata tertib sidang dan pemilihan pimpinan sidang sekitar pukul 19.00 WIB . Pada awalnya, pembuatan tata tertib berjalan dengan lancar. Namun, pada pertengahan pembuatan tata tertib, terdapat beberapa pertentangan dimana adanya pihak pro dan kontra tentang boleh tidaknya merokok di dalam ruangan selama sidang berlangsung.
Perdebatan tersebut terjadi sekitar kurang lebih dua jam tanpa menemukan titik terang. Untuk menengahi hal tersebut, akhirnya pimpinan sidang sementara memberikan putusan untuk mengadakan lobbying. Jalan tengah yang diambil dari kesepakatan antara pihak yang pro dan kontra tersebut yaitu selama persidangan diperbolehkan untuk merokok, asal meminta izin kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, atau merokok di dekat jendela yang terbuka.
Tak berselang lama, tata tertib disahkan dan dilanjutkan dengan proses pemilihan pimpinan sidang selama kongres. Pemilihan pimpinan sidang dipilih dengan teknis masing-masing DK mengusulkan satu nama untuk jadi pimpinan sidang. Nama-nama tersebut akan dipilih lagi melalui suara terbanyak. Akhirnya, terpilihlah Pramana Jati dari DK Malang menjadi pimpinan sidang pertama, Made Aristya Kerta dari DK Bali sebagai pimpinan sidang kedua, dan Luh Putu Sugiari yang berasal dari DK Bali sebagai pimpinan sidang ketiga dalam kongres PPMI tersebut.
Sesi sidang dimulai pada pukul 23.00 WIB dimana Pram sebagai pimpinan sidang pertama melakukan skorsing sampai pukul 08.00 WIB pagi hari atas usul yang kemudian disepakati bersama.
Ditolaknya LPJ PPMI Periode 2016/2017
Hari kedua Kongres PPMI dilaksanakan sekitar pukul 08.00 WIB pagi hari dengan agenda Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) dari kepengurusan PPMI periode 2016/2017. LPJ dimulai dari divisi advokasi hingga pertanggung jawaban dari sekjend PPMI.
LPJ kepengurusan PPMI periode 2016/2017 berisi laporan yang bersifat narasi yang berisi menceritakan keadaan-keadaan yang terjadi pada saat kepengurusan tersebut. Tentu saja hal ini membuat banyak polemik di antara peserta kongres yang kebingungan terkait inti sari dari pertanggungjawaban itu sendiri. Terdapat banyak tanda tanya besar dari peserta kongres terlebih saat pembahasan mengenai seminar yang dilakukan di Bali waktu lalu. Tidak ada bantahan yang menolak telak pertanyaan terkait tuduhan yang dilontarkan oleh para peserta kongres. Salah satunya adalah datangnya Kominfo di seminar beberapa waktu lalu di Bali. Padahal, peserta berasumsi bahwa Kominfo bukanlah pembicara yang diundang di awal dan datang begitu saja dalam seminar sebagai pembicara. Para peserta menanyakan kembali terkait independensi persma dalam forum tersebut.
Para pengurus PPMI memberi klarifikasi dengan dalih bahwa pembicara yang seharusnya mendadak berhalangan hadir dan kebetulan Kominfo pada saat itu ingin bersilaturahmi dengan PPMI. Pembahasan terkait ini berlangsung dari sekitar pukul 20.00 hingga 22.00 WIB.
Setelah itu, masing-masing DK berkumpul untuk membahas LPJ yang telah dipaparkan dan memberikan tanggapannya ke dalam forum yang menjadi tolak ukur bagi mereka untuk menerima atau menolak LPJ tersebut. Sebagian besar DK yang hadir memberikan catatan-catatan penting yang bagi mereka menjadi pekerjaan untuk PPMI ke depan di antaranya yaitu tentang banyaknya program kerja yang belum terlaksana dan pengelolaan dana yang belum baik.
Ditambah lagi, di dalam LPJ tersebut tidak mencantumkan data-data yang akurat mengenai jumlah pemasukan dan pengeluaran dana. Hal itulah yang disikapi oleh DK Semarang yang disebabkan pola komunikasi yang kurang antara satu dengan lainnya. Sebagai akibatnya, banyak pers mahasiswa yang belum merasakan dampak dari PPMI itu sendiri.
Akhirnya, setelah memaparkan dan bermusyawarah hasil akhir disepakati bahwa Laporan Pertanggung Jawaban PPMI periode 2016/2017 ditolak. Dengan ditolaknya LPJ PPMI 2016/2017 ini menandakan berakhirnya masa jabatan mereka yang kemudian menjadi pekerjaan besar untuk kepengurusan selanjutnya agar mengejar ketertinggalan dan membawa semangat yang bersifat konstruktif untuk PPMI.
Perubahan Garis Koordinasi Struktural PPMI
Agenda ketiga pada kogres saat itu adalah sidang komisi untuk membahas Anggatan Dasar/Anggatan Rumah Tangga (AD/ART), Garis Besar Haluan Organisasi (GBHOi), dan Garis Besar Haluan Kerja (GBHK). Sidang komisi ini dibagi menjadi dua kelompok peserta. Kelompok pertama membahas AD/ART dan kelompok kedua membahas GBHO dan GBHK. Pembahasan dalam sidang komisi ini berlangsung hingga jam menunjukkan pukul 17.30 WIB. Agenda selanjutnya dilanjutkan pukul 18.30 WIB yaitu memverifikasi ulang hasil perubahan yang ada pada pembahasan sidang komisi tersebut.
Perdebatan alot yang kemudian terjadi lagi pada saat itu adalah mengenai eksistensi koordinator wilayah dan posisi biro umum. Pembahasan ini sebenarnya bahkan sudah menjadi perdebatan saat sidang komisi berlangsung. Namun, hasil ini dipertanyakan kembali malam itu dengan perdebatan yang tak kunjung henti mengenai garis koordinasi yang ada. Biro umum dalam struktural PPMI sesuai AD/ART memiliki fungsi layaknya sekretaris pada organ-organ umumnya, namun memiliki hak spesial untuk menggantikan sekjend nasional jika berhalangan hadir.
Oleh sebab itu, peserta kongres pada malam itu berlomba-lomba untuk mengubah garis koordinasi dan mencari jalan tengah untuk menyelesaikan garis struktural yang ada, namun berakhir dengan hasil nihil. Belum menemukan solusi, akhirnya pimpinan sidang memutuskan untuk melakukan lobbying yang menemukan titik terang. Dalam garis koordinasi tersebut, Biro umum tetap mendapatkan hak istimewa tersebut, dengan tidak mengubah posisinya yang sejajar dengan divisi lainnya. Lalu koordinator wilayah tidak dihilangkan karena hal itu masih dirasa perlu dan dibutuhkan dalam struktural PPMI.
Tiga DK Walk Out dan Terpilihnya Sekjend PPMI
Sore harinya dalam Kongres PPMI diisi dengan pemilihan sekjend nasional. Sebelum itu, pimpinan sidang memberikan kesempatan masing-masing DK untuk berdiskusi terlebih dahulu mengusulkan program kerja yang harus dilakukan untuk kepengurusan PPMI selanjutnya. Lalu hasil diskusi tiap DK akan dipresentasikan di depan seluruh peserta kongres tersebut.
Barulah setelah itu, pemilihan Sekjend Nasional PPMI dilaksanakan dengan dua tahap. Tahap pertama, pemilihan bakal calon Sekjend Nasional PPMI dilakukan dengan memungut suara tiap DK yang ada. Suara terbanyak akan menjadi Calon Sekjend Nasional PPMI yang telah lulus verifikasi dan setelah adanya sesi tanya jawab para peserta kepada calon terpilih. Dari tahap pertama, sembilan nama terpilih dan terdapat dua nama yang lolos verifikasi serta sah menjadi Calon Sekjend Nasional PPMI. Nama tersebut adalah Tamam dari DK Semarang dan Rahmad Ali dari DK Yogyakarta.
Sesi tanya jawab kepada dua calon terpilih berlangsung secara intens dan mendalam. Para peserta secara bergantian menanyakan kesiapan dan menawarkan permasalahan yang terjadi dan bagaimana pemecahan masalahnya. Salah satunya yaitu pertanyaan mengenai track record kedua calon ketika menjabat sebagai sekjend di kotanya masing-masing.
Kedua calon tak menampik bahwa kedua kota yang mereka pegang baik, Semarang maupun Yogyakarta memiliki kasus yang banyak dari LPM-LPM yang ada di dalamnya. Mereka berdua memaparkan usaha-usaha yang telah mereka lakukan untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi di kota masing-masing. Tak lupa, kedua calon pun menambahkan visi misi ke depan jika terpilih menjadi sekjend nasional.
Baik Tamam maupun Rahmad Ali atau yang sering dipanggil Maheng, memiliki visi misi yang serupa. Letak perbedaan mencoloknya terdapat pada dua poin. Maheng lebih memiliki misi untuk menggalakkan koperasi untuk mewujudkan visi perekonomian yang lebih baik. Sedangkan Tamam lebih berpusat terhadap perbaikan komunikasi baik dari masing-masing kota maupun nasional. Hal ini dianggap penting bagi kedua calon sebagai akibat dari refleksi keadaan PPMI yang terjadi selama ini.
Sesi tanya jawab berakhir sekitar pukul 17.30 WIB. Agenda pemilihan dijadwalkan seusai magrib sekitar pukul 18.30 WIB. Saat itu, seharusnya agenda dilanjutkan dengan pemungutan suara antara kedua calon. Namun, terjadi perdebatan yang alot kembali ketika DK Malang mengusulkan untuk membuat kontrak komitmen kepada calon yang akan terpilih oleh sekjend kota. Usulan ini ditangkap lain oleh sebagian peserta yang kontra karena menganggap bahwa hal itu menyalahi AD/ART. Sebagian lagi menganggap bahwa kontrak komitmen bisa saja tetap dilaksanakan tetapi setelah pemilihan dan kongres selesai.
Tidak ada jalan tengah pada saat itu karena masing-masing pihak tetap mempertahankan argumen dan usulan mereka. Hingga pada akhirnya di tengah-tengah perdebatan, DK Malang, DK Jember, dan DK Makassar melakukan aksi walk out dengan anggapan bahwa situasi forum sudah tidak kondusif lagi untuk sebuah musyawarah. Sebelumnya, pimpinan sidang bahkan sudah menawarkan untuk melakukan lobbying agar masing-masing pihak dapat menemukan kesepakatan namun ditolak oleh forum. Akhirnya, pimpinan sidang memutuskan untuk pending agar masing-masing DK dapat berdiskusi dan mengadakan forum sekjend.
Setelah pending, agenda selanjutnya diisi dengan pemungutan suara dari tiap LPM yang hadir pada saat kongres tersebut yang memiliki hak suara. Suara yang telah terkumpul langsung dibacakan oleh pimpinan sidang dan disaksikan oleh para peserta dan saksi. Dari hasil penghitungan suara, terpilihlah Maheng dari DK Yogyakarta sebagai Sekjend Nasional PPMI berdasarkan penghitungan suara yang sah.
Penyerahan kepengurusan periode lalu secara simbolis diserahkan oleh sekjend nasional periode 2016/2017 kepada sekjend nasional terpilih dengan menyerahkan bendera PPMI. Konsideran dilakukan setelahnya dimana Maheng mendeklarasikan dirinya sebagai Sekjend Nasional PPMI periode 2018/2019 sekaligus memberikan sambutan pertama setelah terpilih.
Maheng beranggapan bahwa ia tidak menyangka akan terpilih menjadi sekjend nasional. “Pertama, mengenai terpilihnya aku menjadi sekjen ya, itu keinginan temen-temen Jogja. Kemudian mengenai tanggapan terpilihnya, ya campur aduk ada kaget, senang, haru. Aku juga memang tidak menyangka bisa dipercayakan oleh temen-temen untuk memimpin PPMI secara skala nasional,” ujarnya. Ditambah lagi, ia merasa bahwa track record yang ia punya selama menjadi sekjend kota tidak sebagus yang dipikirkan. Namun, menurutnya itulah menjadi tugas dan pelajaran baginya untuk ke depan.
Sebagai sekjend nasional terpilih, Maheng dalam waktu dekat akan berusaha untuk mengunjungi kota-kota lainnya. Usaha itu dilakukan untuk mendengar keluh kesah yang ada di kota-kota sehingga ia dapat menyesuaikan dengan kebutuhan saat menyusun program kerja. Beberapa program kerja yang akan ia canangkan dan bawa ke dalam forum Musyawarah Kerja Nasional (Muskernas) yaitu mendirikan koperasi dan pelatihan-pelatihan penulisan dan advokasi yang bersifat safety .
Menurutnya program itu diperlukan untuk membuat PPMI maju secara ekonomi dan kritis secara tulisan. Target terbesar untuk kepengurusan PPMI dibawah kepemimpinannya ia berharap akan ada satu produk tulisan dalam bentuk apa pun nantinya yang bisa diwariskan untuk kepengurusan PPMI selanjutnya.
Reporter: Armarizki Khoirunnisa D.
Editor: Nurcholis Maarif