Mahasiswa Papua Menuntut Presiden Menuntaskan Tindak Kekerasan Aparat di Paniai

HIMMAH ONLINE, Yogyakarta – Front Mahasiswa Papua Yogyakarta (FMPY) mengadakan aksi di Bundaran Universitas Gadjah Mada kemarin sore (9/12), pukul 16.00 WIB. Berdasarkan selebaran yang disebarkan ketika aksi, FMPY menceritakan kronologi penembakan lima warga sipil dan tujuh belas korban kekerasan di Kabupaten Paniai yang dilakukan oleh gabungan polisi, brimob, dan tim khusus 753 dari TNI Angkatan Darat.

Kekerasan itu bermula pada Senin, 8 Desember, pukul 02.00 WIT seorang anak yang mengingatkan mobil patroli milik Polres Paniai agar menyalakan lampu. Tak terima ungkapan anak tersebut, polisi turun dari mobil dan memukulnya dengan popor senjata hingga pingsan setelah sebelumnya mengejek dengan bahasa tidak pantas.

Tak terima atas kejadian itu, warga Ipakiyee melakukan aksi menuju kantor Polres Paniai di Madi. Dalam perjalanannya mereka dihadang aparat polisi, TNI, Tim Khusus 753 yang berada di Paniai, Papua.

Sebagian warga yang telah berkumpul di lapangan sepak bola Karel Gobay, Enarotali berkomunikasi dengan aparat kepolisian dan brimob tapi tidak ditanggapi. Karena kecewa warga melempari kantor koramil dengan batu yang letaknya di dekat lapangan. Aparat meresponnya dengan menembak ke arah warga hingga menewaskan lima warga sipil dan sebelas warga lainnya mengalami luka berat. Sempat Wakil Bupati Paniai, Yohanis You, mendatangi TKP untuk bernegosiasi dengan aparat namun tak menghasilkan apa-apa.

Berdasarkan keterangan Emanuel Gobai dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta sebagai Staf Pembela Umum, aksi yang dilakukan oleh FMPY adalah sebagai bentuk respon atas terjadinya pelanggaran HAM di Papua, dan menuntut agar ada tindakan tegas oleh negara untuk memproses dan menindak pelaku pelanggaran HAM tersebut. Menurutnya kasus yang terjadi di Papua merupakan murni pelanggaran HAM yang dilakukan oleh gabungan keamanan TNI dan Polri terhadap warga sipil yang meninggal dan luka-luka. Apa yang dilakukan oleh demonstran adalah untuk menyampaikan pesan kepada Jokowi agar menindak tegas pelaku tersebut dengan hukuman yang berat. “Pada prinsipnya untuk langkah selanjutnya kami akan mengadukan kepada pihak Komnas HAM karena kasus yang terjadi di Papua konteksnya adalah pelanggaran HAM, dan menuntut agar kasus ini diselidiki dan dibawa di pengadilan. “ tambah Emanuel. Secara khusus harapannya adalah agar rasa keadilan diberikan kepada keluarga korban yang ditinggalkan, dalam konteks yang luas karena persoalan ini sering terjadi di seluruh wilayah Papua dan itu murni dilakukan oleh TNI dan Polri, maka dengan tegas mereka berharap agar ada penarikan TNI dan Polri. Karena kehadiran mereka di Papua menjadi penyebab utama pelanggaran HAM di Papua. Dalam tujuan lain dalam aksi ini mereka menuntut untuk diberi hak untuk menentukan nasib sendiri melalui refrendum.

Dalam pernyataan sikapnya, FMPY menyatakan peristiwa kekerasan yang menelan korban masyarakat sipil di Paniai merupakan bentuk pelanggaran HAM. Hal itu karena saat warga Paniani melakukan aksi menuntut pertanggungjawaban, aparat menggunakan alat negara dalam menyikapi aksi hingga merenggut nyawa lima warga sipil dan tujuh belas kritis.

Dalam poin sikapnya, FMPY menuntut:

1. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo harus menuntaskan tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan dengan menewaskan lima sipil di Paniai.

2. Komnas HAM segera mengidentifikasi kasus kekerasan di Paniai dan menyampaikan kepada publik mengenai fakta peristiwa terutama dalam mengungkapkan pelaku kekerasan yang menewaskan beberapa warga sipil.

3. Negara segera merehabilitasi keluarga korban yang telah kehilangan anggota keluarganya akibat dihabisi nyawanya dengan menggunakan alat negara.

4. DPRP dan MRP sera mengawal kasus kekerasan di Paniai dalam proses mengungkapkan pelaku hingga diadili di pengadilan sipil agar keadilan bagi keluarga korban dapat ditegakkan dalam proses hukum.

5. Bupati dan ketua DPRD Paniai segera melakukan negosiasi dengan pimpinan tim khusus 753 agar anggotanya ditarik dari Paniai karena Paniai bukan Daerah Operasi Militer (DOM) dan bukan pula darurat militer.

6. Negara segera menjamin hak hidup masyarakat asli Papua dengan mengurangi jumlah TNI/Polri di Papua.

(Moch. Ari Nasichuddin)

Podcast

Baca juga

Terbaru

Skip to content