Manajemen Aksi, Awal Pembentukan Jati Diri

Himmah Online, Kampus Terpadu — Salah satu kegiatan Pesona Ta’aruf Universitas Islam Indonesia (Pesta UII) 2018 pada hari kedua, 16 Agustus 2018 yaitu manajemen aksi. Manajemen aksi ini bertema ‘Pemerataan Pendidikan’. Fadillah Adkiras, mahasiswa Ilmu Hukum 2016 yang juga Komisi A Pesta UII 2018, memaparkan bahwa tujuan manajemen aksi yaitu untuk memberitahukan kepada mahasiswa baru tentang empat peran dan fungsi mahasiswa, yaitu agent of change, iron stock, social control dan moral force.

Menurut Fadillah, salah satu hal yang langsung dapat diimplementasikan yaitu manajemen aksi. Melalui manajemen aksi, mahasiswa akan mengerti dan tidak diam saja ketika ada suatu permasalahan, mereka dapat melakukan advokasi. Contohnya ketika mahasiswa sudah melakukan advokasi namun tidak didengar pemerintah, maka ultimum remedium yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan aksi massa. Manajemen aksi tersebut tidak hanya difokuskan kepada aksi massa demonstrasi tetapi juga bagaimana bentuk-bentuk aksi, tidak terfokus pada teatrikal atau menulis opini seperti itu saja.

Fadillah juga menjelaskan bahwa memang manajemen aksi pada tahun ini berbeda dengan tahun kemarin. Tahun 2017 manajemen aksi lebih kepada teatrikal, dramatikalisasi. Tahun 2018 ini hampir sama dengan manajemen aksi tahun 2016. Hanya saja kali ini memang tidak ada penggunaan kertas karena himbauan langsung dari rektorat agar tidak memberatkan mahasiswa untuk membawa peralatan. Maka dari itu saat koreografi pun kertas-kertasnya disiapkan oleh panitia. “Kalau 2016 kan memang membawa kertas sendiri tetapi tahun ini enggak. Ini juga ada kebocoran, tadinya kertas yang digunakan setelah koreografi itu untuk manajemen aksi tetapi kertasnya sudah rusak dan tidak berbentuk, karena itu kertas yang murah, jadi tidak digunakan.” jelasnya.

Pada manajemen aksi ini, mahasiswa baru dibagi menjadi 25 titik, setiap titik diisi dengan tiga sampai empat jamaah. Setelah itu masuk satu pengisi dan diberikan materi manajemen aksi. Kemudian dalam setiap titik akan diambil satu orang untuk maju orasi pada simulasi aksi. Mahasiswa tersebut ada yang sebagai koordinator umum, koordinator lapangan, orator, agritator, dan negosiator.

Pengisi yang dipilih yaitu pimpinan-pimpinan di hampir semua fakultas, seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Lembaga Eksekutif Mahasiswa, serta demisioner yang memang fokus di bidang aksi. Adapun nama-nama pengisi manajemen aksi berasal dari Fadillah sendiri karena nama-nama tersebut lebih banyak dari mahasiswa Fakultas Hukum (FH). “Jadi aku tahu orang-orang yang konsen pada bidang itu. Jadi biar mereka pun diberi pemateri yang memang fokus, bukan hanya sekedar tahu menggeluti bidang itu. Karena memang kalau hukum kan sejalur dengan aksi-aksi begitu.” Jelasnya.

Tema ‘Pemerataan Pendidikan’ dipilih pada manajemen aksi ini agar mahasiswa baru dapat membawa permasalahan dari daerahnya untuk diangkat. “Jadi mereka (mahasiwa baru—red) pun mengerti ‘Oh kalau terjadi seperti itu di daerah saya berarti saya enggak bisa diam saja dong’ secara gambaran umumnya seperti itu. Kalau pendidikan kan semua merasakan.” pungkas Fadillah.

Muhammad Zaki, Komisi I DPM Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, menjadi pemateri di titik manajemen aksi yang berisi jamaah 20 (Ahmad Yani), jamaah 22 (Tjokro Aminoto), jamaah 24 (Kartini), dan jamaah 32 (Iskandar Marzuki). Zaki memaparkan bahwa aksi itu tidak hanya menuntut demo. Salah satu yang dibahas yaitu pra aksi dan pelaksanaan aksi. Pra-aksi biasanya melaporkan terlebih dahulu kepada kepolisian, untuk merencanakan aksi, tujuan aksi tersebut, tidak asal-asalan jalan. Aksi itu dilindungi oleh hokum dan undang-undang tentang aksi kemudian terjun ke lapangan dan membentuk tim aksi. Tim aksi sendiri berisi koordinator umum, koordinator lapangan, orator, negosiator, dan agritator.

“Pendidikan di Indonesia kurang merata karena kurang meratanya infrastruktur di seluruh daerah. Kita sebagai mahasiswa memberikan pengaruh kita, pendidikan kita pada masyarakat yang di bawah!” seru Dimas Surya Saputra, mahasiswa baru Hubungan Internasional jamaah 22 sebagai salah satu orator pada titik manajemen aksi tersebut.

Reporter: Niken Caesanda Rizqi, Fitri Asih Astuti, Faridatul Ariani, Anindha Pratiwi

Editor: Hana Maulina Salsabila

Skip to content