16 Agustus 1945: Soekarno dan Hatta Diculik ke Rengasdengklok

“Indonesia dilahirkan setelah sebuah penculikan,” hal ini disampaikan jurnalis Brian May dalam The Indonesian Tragedy.

Himmah Online, Yogyakarta – Menurut rencana awal kemerdekaan Indonesia akan disahkan oleh pemerintah Jepang pada 24 Agustus 1945 (The Liang Gee, 1993: 27). Sebelumnya telah dibentuknya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atas persetujuan komando tertinggi Jepang, Jendral Terauchi di Saigon, pada 7 Agustus 1945 Soekarno diangkat sebagai ketua dan Hatta sebagai wakil ketua PPKI.

Namun peristiwa pemboman Nagasaki dan Hiroshima oleh Amerika Serikat mengubah rencana awal kemerdekaan Indonesia. Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang yang berada di posisi kritis menyerah tanpa syarat kepada sekutu yang ikut berdampak pada percepatan kemerdekaan Indonesia.

Sejumlah golongan muda yang telah mendengar kabar kekalahan Jepang segera mengadakan rapat sederhana yang memutuskan untuk mengirim delegasi diantaramya Suroto Kunto, Subadio, Wikana, dan Aidit untuk bicara para Soekarno yang dianggap wakil angkatan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Mereka mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemeredekaan Indonesia. Mereka menginginkan kemerdekaan segera diproklamasikan terlepas dari pengaruh Jepang. Para golongan muda tersebut kebanyakan berasalah dari kalangan mahasiswa dan pemuda yang tinggal di asrama-asrama sekitar Menteng

Ketika itu dengan bijak Hatta berpendapat bahwa soal kemerdekaan Indonesia datangnya dari pemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri bukanlah menjadi personal, karena Jepang sudah kalah. Namun yang dikhawatirkan adalah sekutu yang akan berusaha mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. karena itu untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi.

Soekarno dan Hatta juga sudah merencanakan untuk membicarakan masalah pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia dalam rapat PPKI yang akan dilaksanakan pada 16 Agustus 1945, sehingga dengan demikian tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang (Poesponegoro & Notosusanto, 1992: 79).

Gagalnya permintaan golongan muda kepada Soekarno dan Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan mendorong mereka untuk mengadakan rapat sekali lagi. Dalam rapat tersebut diputuskan bahwa Soekarno dan Hatta harus segera disingkirkan ke luar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang .

Persistiwa Rengasdengklok

Indonesia dilahirkan setelah sebuah penculikan,” hal ini disampaikan jurnalis Brian May dalam The Indonesian Tragedy (1978: 92). Yang dimaksud “penculikan” disini adalah Peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945, sekitar pukul 03.00 pagi, Golongan muda membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Namun, Soekarno dan Hatta tetap tidak mau melakukannya. Mereka masih belum yakin dengan kebenaran kabar menyerahnya Jepang.

Ahmad Soebardjo yang mewakili golongan tua baru mengetahui bawa Sukarno dan Hatta hilang sekitar jam 8 pagi. Ia curiga keterlibatan para pemuda yang aktif di Angkatan Darat Jepang. Untuk memastikan hal tersebut, ia meminta bantuan pada Laksamana Muda Maeda Tadashi yang ketika itu menjadi Kepala Kantor Perwakilan Angkatan Laut Jepang di Jakarta.

Namun, kemudian ia mengetahui bahwa yang membawa Soekarno dan Hatta adalah Golongan muda. Sehingga ia langsung menjumpai perwakilan golongan muda. Soebardjo akhirnya diantarkan ke Rengasdengklok oleh Yusuf Kunto. Sesampainya disana, perdebatan dan negosiasi pembebasan Soekarno dan Hatta berlangsung alot, menghabiskan waktu sekitar 1 jam. Golongan muda akhirnya bersedia membebaskan Soekarnodan Hatta dengan satu syarat: proklamasi harus segera diumumkan tanpa bantuan Jepang.

Pada petang 16 Agustus 1945, Sukarno dan Hatta dibawa kembali ke Jakarta, dam kabar tentang menyerahnya Jepang kepada sekutu sudah tidak bisa lagi dibantah. Malam 16 Agustus itu juga, Soekarno dan Hatta meminta keterangan kepada pihak Jepang dan barulah mereka tahu bahwa berita menyerahnya Jepang memang benar. Malam itu juga, begitu sudah tiba lagi di Jakarta, Soekarno dan Hatta begadang bersama yang lain. Di rumah Maeda, naskah Proklamasi pun lahir. Esok paginya, 17 Agustus 1945, dibacakan di rumah Soekarno di Pegangsaan Timur 56.

Reporter: Muhammad Multazam

Editor: Nurcholis Maarif

Skip to content