Maraknya Perdagangan Satwa Liar Berdampak pada Kepunahan

Himmah OnlineIndonesia memiliki daftar panjang satwa yang terancam punah. Dihimpun dari Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) per 23 September 2022, sebanyak  379 spesies terancam punah (endangered/EN) dan 199 spesies sangat terancam punah (Critically endangered/CR). Hal tersebut salah satunya akibat perdagangan satwa liar.

Berdasarkan laporan dari United States Agency for International Development (USAID) berjudul Perdagangan Satwa Liar, Kejahatan Terhadap Satwa Liar Dan Perlindungan Spesies Di Indonesia: Konteks Kebijakan Dan Hukum Changes For Justice Project (2015), salah satu penyebab utama dari penurunan spesies di Indonesia adalah eksploitasi berlebihan.

Senada dengan laporan di atas, ProFauna Indonesia, organisasi yang bergerak di bidang konservasi hutan dan perlindungan satwa liar, menyebutkan salah satu penyebab utama satwa di Indonesia terancam punah adalah masifnya perburuan dan perdagangan satwa liar. Lebih dari 95% satwa yang dijual di pasar domestik bukan produk hasil penangkaran. Artinya, ia tangkapan langsung dari alam.

Menurut Dwi Nugroho Adhiasto, seorang pemerhati perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar, mencontohkan klasifikasi motif perburuan harimau. Menurutnya, “perburuan harimau, motifnya bermacam. Ada yang hobi atau oportunis, biasanya punya pendapatan lain, berburu hanya sambilan. Ada juga profesional poacher, mencari keuntungan dengan menjual sejumlah bagian tubuh harimau,” dikutip dari Mongabay (31/07).

Praktik perdagangan ilegal satwa liar mencakup proses perburuan, pengangkutan, penyiksaan/pembunuhan, pengiriman, pemindahtanganan, penampungan, hingga penerimaan satwa untuk tujuan eksploitasi.

Dari aktivitas perdagangan satwa secara ilegal tersebut, selain menyebabkan kepunahan, juga membuat kerugian untuk perekonomian Indonesia. Menurut USAID, perdagangan ilegal flora dan fauna Indonesia diperkirakan mencapai puluhan juta dolar per tahun.

Indonesia sendiri merupakan negara yang sangat kaya akan keanekaragaman satwa. ProFauna Indonesia memperkirakan ada sebanyak 300.000 spesies hewan yang menghuni ekosistem di negeri ini. Artinya, sekitar 17% spesies fauna di seluruh dunia berasal dari Indonesia.

Terdapat pula 515 spesies mamalia, yang artinya Indonesia memiliki lebih banyak spesies mamalia dari negara manapun. Juga ada 1.539 spesies burung. Serta terdapat 50% dari spesies ikan seluruh dunia dapat ditemukan dalam sistem air laut dan air tawar Indonesia.

Adapun, perdagangan satwa dikatakan sebagai ilegal jika ia tidak mengantongi izin dari pemerintah serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Tindak pidana perdagangan satwa ilegal telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 

Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, hingga memperniagakan satwa liar.

Bagi yang melanggar, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).Namun, jaringan perdagangan satwa liar seperti tidak pernah terputus. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dalam rentang waktu 2015 sampai 2020, terjadi 301 kasus perdagangan tanaman dan satwa liar. Kasus paling banyak terjadi di tahun 2019 dengan jumlah 65 kasus.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sendiri mengaku telah melakukan 1.804 operasi pengamanan lingkungan hidup dan kawasan hutan di Indonesia, dengan 430 di antaranya operasi tumbuhan dan satwa liar dalam 5 tahun terakhir. KLHK juga membawa 1.210 kasus ke pengadilan, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan. 

Reporter: Magang Himmah/Dian Sastria, Izulhak Gimnastiar, Nizli Nailunni’mah

Visualisasi Data: Magang Himmah/Izulhak Gimnastiar

Editor: Pranoto

Skip to content