Memahami Relasi Gender dalam Pandangan Kosmologi Islam - Himmah Online

Memahami Relasi Gender dalam Pandangan Kosmologi Islam

HIMMAH Online, Yogyakarta – Perempuan dewasa ini memiliki empat peran sekaligus, yaitu sebagai ibu, istri, pekerja profesional, dan pendamping dari saudara suaminya. Hal tersebut disampaikan oleh Ustaz A. M. Safwan dalam acara Short Course Kosmologi Perempuan bertema Memahami Relasi Gender dalam Kosmologi Islam: Upaya Perempuan Indonesia Membangun Gerakan Kebangkitan Keluarga. Acara yang dilaksanakan pada Sabtu, 19 November 2016 ini diselenggarakan oleh Rausyan Fikr Institute, Jaringan Aktivis Filsafat Islam (JAKFI), dan Pesantren Mahasiswa Madrasah Murtadha Muthahhari Yogyakarta di Hotel Aryuka, Sleman, Yogyakarta.

Berangkat dari tiga permasalahan, ustaz yang juga pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Madrasah Murtadha Muthahhari ini memaparkan seberapa kuatnya peran perempuan dalam keluarga. Pertama, perempuan adalah yang paling banyak menggugat sebanyak 736 kasus perceraian yang terjadi setiap hari atau kurang lebih 20.080 kasus perceraian per bulan di Indonesia. Kasus perceraian tersebut kebanyakan disebabkan oleh perselingkuhan serta kekerasan dalam rumah tangga.

Di antara empat peran yang disebutkan sebelumnya, menurut Safwan peran istri sebagai pekerja profesional lebih dominan terlihat dalam kasus-kasus perceraian di mana angka perceraian paling banyak terjadi di Banyuwangi, digugat oleh para istri yang berkerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Banyak suami berselingkuh saat mereka sedang bekerja di luar negeri dan dari sini, Safwan berasumsi bahwa ada kecenderungan para istri, terutama sebagai perempuan pekerja, untuk mengambil suatu sikap yang independen dan keluar dari kekerasan. “Mereka (perempuan-red) lebih kuat saat ini, lebih mampu mengambil sikap. Dugaan saya, satu, karena perempuan sudah mampu survive secara ekonomi. Kedua, perempuan merasa ada hal yang tidak bisa dikerjakan suami untuk anak-anaknya dan justru istri lah yang mampu membelikan barang sekunder untuk anak-anaknya,” jelas Safwan.

Permasalahan kedua, lanjut Sawan, sebanyak 67 juta keluarga Indonesia menghadapi persoalan pornografi, kenakalan remaja, narkoba, terorisme, dan kemiskinan. Pornografi ada karena kesalahan dalam membangun iklim keluarga, tingkat kecenderungan bibit radikalisme pun sudah ditanamkan sejak anak-anak duduk di bangku SMA. Ada 20 juta orang Indonesia mengamini Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan yang mengikutinya kebanyakan adalah anak muda. Perempuan yang suaminya juga mengamini Islam garis keras, cenderung tidak bahagia. Pada titik ini, kosmologi Islam melihat perempuan dari segi keluarga karena kehidupan perempuan sebenarnya adalah keluarga.

Permasalahan terakhir adalah pola pergaulan masyarakat urban dan media sosial. Berdasarkan pengamatan Safwan terkait dinamika perempuan di media sosial, beberapa perempuan yang tinggal di rumah (bukan pekerja) asyik sekali membuat status, baik membicarakan persoalan politik, budaya, maupun isu-isu lain di sekitar. “Media sosial mengubah cara pikir seseorang. Suami istri bisa ngamuk-ngamuk di sosial media, lalu dibaca oleh temannya. Itu kan gawat,” kesahnya.

Mengenai pendekatan filsafat Islam dan kosmologi tentang perempuan, Safwan menjelaskan bahwa filsafat Islam sendiri terbagi secara teoretis dan praktis. Teoretis adalah sebagaimana adanya, sedangkan praktis adalah bagaimana seharusnya. “Umpamanya perintah berjilbab itu adalah perempuan sebagaimana seharusnya menurut Islam. Tetapi baik berjilbab ataupun tidak, sebagaimana adanya mereka adalah tetap perempuan,” papar Safwan.

Kemudian di dalam filsafat, secara umum yang dikaji adalah Tuhan, manusia, dan alam yang nanti terbagi lagi dari segi filsafat dan sains. Secara filosofi, perempuan bisa mempunyai pengetahuan yang sama dengan laki-laki bahkan kepintarannya bisa melebihi laki-laki. Sedangkan perempuan secara sains, maksudnya adalah fisiknya memang perempuan. Tetapi dalam pemikirannya, seorang perempuan dapat menjadi laki-laki. Maka, perempuan bisa memilih jalan sebagai lesbian.

Safwan menerangkan bahwa kita haruslah melihat basis moral perempuan dari segi hukum dalam filsafat karena etika hukum sendiri penuh dengan dilema. Misalnya, ketika perempuan sudah tahu bahwa mengenakan jilbab adalah wajib hukumnya, di satu sisi ada dilema di mana mereka masih merasa munafik jika mengenakan jilbab yang tidak sesuai dengan jati dirinya. Atau contoh lain, secara hukum, perempuan haruslah menutup aurat di hadapan laki-laki yang bukan muhrimnya. Tetapi secara moral, perempuan boleh membuka aurat ketika terancam keselamatannya.

Filsafat juga memperlihatkan arti Islam dalam agama dan agama dalam pandangan dunia. Orang yang beragama Islam menjalankan agama dengan kepercayaannya kepada Tuhan. Filsafat melihat Islam sebagai pandangan dunia yang membawa Tuhan dalam suatu sistem moral manusia. Islam dalam filsafat adalah metode, jalan mendekat kepada Tuhan.

Safwan pun mempertanyakan, “Apa ujung dari pembahasan filsafat Islam?“ Dirinya lalu menjawab, pembahasan filsafat Islam pada akhirnya merupakan jalan mengenal diri kita dan mengenal Tuhan dalam sistem. Menurutnya, kehadiran Islam, adalah menarik Tuhan ke dalam sistem.

Sama halnya dengan perempuan. Safwan berpendapat bahwa perempuan haruslah dipelajari dalam suatu sistem relasi, tidak bisa dilihat sebagai entitas yang berdiri sendiri. “Jadi, jika laki-laki mencintai perempuan, tidak hanya anaknya saja. Tapi masih ada orangtuanya. Kita harus bisa memikat orangtuanya juga, tidak hanya si perempuan saja. Filsafat akan membangun relasi dalam suatu sistem,” simpulnya.

Setelah menerangkan perempuan dari segi filsafat, barulah melihat dari segi kosmologi. Safwan menjelaskan bahwa kosmologi merupakan ilmu tentang realitas manusia dalam kerangka kosmik (keseluruhan atau semesta). Kosmik menguraikan tentang manusia dan alam yang dilihat dari sisi univesalnya. “Kalau perempuan dan laki-laki hanya dilihat dari jenis kelamin, maka itu bukan sisi universalnya. Kalau ada istilah lahiriah dan batiniah, kosmik bicara hubungan keduanya,” jelasnya. “Kosmologi dilihat bukan dari fisiknya, tetapi jiwanya perempuan. Bukan dari seksualitas atau jenis kelamin. Itu yang disebut feminitas,” tegas lelaki asal Makassar tersebut.

Kosmologi berbicara tentang hubungan alam, jiwa, dan Tuhan. Bahwa jiwa adalah manusia, sedangkan jenis kelamin adalah alam. Sementara Tuhan dalam kosmik adalah Tuhan yang sangat dekat dengan manusia. Safwan memaparkan bahwa ketika laki-laki berhubungan dengan perempuan lewat tubuhnya, maka dia hanya menyentuh alamnya saja. Belum sampai di jiwanya. “Nah, kosmologi ingin menyentuh perempuan dari sisi jiwa. Kalau filsafat menarik sisi lahiriah manusia, kosmologi menarik sisi batiniah manusia,” papar Safwan.

Karena itu, menurut Safwan, jiwa manusia adalah kesadaran praktis di alam di mana Tuhan sebagai kesadarannya. Alam terbangunkan kesadarannya oleh jiwa perempuan dalam kosmologi, baik jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan. Sehingga, kosmologi berbicara tentang Tuhan yang masuk ke alam melalui jiwa perempuan. Contohnya, Nabi Adam turun ke bumi menjadi khalifah melalui Hawa, karena diciptakan perasaan suka Adam kepada Hawa.

Perjalanan Tuhan ke alam ini melalui jiwa yang kualitasnya feminin. Lalu, perempuan yang akan menyerahkannya kepada laki-laki. Munculnya maskulin diambil dari alam, sedangkan feminin diambil dari jiwa. “Mari kita lihat dari segi perkawinan. Dalam perkawinan, perempuan mengatakan, ‘saya serahkan jiwa saya dari Tuhan’ dan diterima oleh laki-laki. Karena perempuan menyerahkan cintanya, menitipkannya kepada laki-laki. Dia serahkan jiwanya dari Tuhan melalui fisiknya,” ungkap Safwan beralih menerangkan bahwasanya kosmologi dianggap sudah sempurna ketika memasuki tahap perkawinan.

Terdapat tiga diri perempuan dalam kosmologi terkait perkawinan dalam pandangan Islam, yaitu sakinah, mawadah, warahmah. Sakinah ialah ketenangan, mawadah adalah cinta, dan warahmah adalah kasih sayang. Ketiga hal ini adalah fondasi dari rumah cinta dan hanya diucapkan oleh kedua mempelai ketika menikah, bukan sebelumnya.

“Jadi, menurut saya, ditinggalkannya sebuah keluarga bisa jadi karena ketiga aspek tadi sudah goyah dari keluarga,” sambung Safwan. Baginya, keluarga adalah pusat untuk mentransmisikan arti kedamaian dan kasih sayang. Imajinasi seksual akan berakhir pada rumah cinta dan berlanjut pada reproduksi yang menghasilkan anak. Anak akan menyebarkan kasih sayang orang tuanya kembali. Maka, seks tidak semata-mata soal hubungan badan, tetapi juga diiringi dengan cinta.

Sakinah, mawadah, warahmah tadi hanya akan bisa didapatkan melalui pernikahan di mana laki-laki sudah memiliki beban menafkahi dan memberikan keamanan serta ketenangan pada keluarga. Jika banyak perempuan menjadi TKW, di sini harga diri laki-laki turun karena dianggap laki-laki tak mampu lagi menafkahi.

Pada penghujung acara, Fadlun Sangaji selaku ketua panitia dan Koordinator JAKFI Jogja, memberikan pendapatnya terhadap materi Safwan. Menurutnya manusia adalah sama dalam ranah jiwa, di mana jiwanya adalah perempuan. Hubungan laki-laki dan perempuan itu kosmik, yang tujuannya adalah ibadah vertikal dan horizontal. “Terakhir, siapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya. Diri dalam kosmik itu adalah jiwa dan jiwa adalah perempuan. Maka, barang siapa yang mengenal wanita … maka ia mengenal Tuhannya,” tutur Fadlun menutup acara sore itu, tepat pukul 16:00 WIB. (Dian Indriyani)

Baca juga

Terbaru

Skip to content