Menolak Pengukuran dan Pematokan Lahan Desa Wadas, Sebelas Orang Ditangkap

Himmah Online, Purworejo – Dua anggota Tim Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta ditangkap ketika melakukan upaya pendampingan terhadap warga yang sedang melakukan aksi penolakan pengukuran dan pematokan untuk pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas, Purworejo pada Jum’at (23/04). Selain 2 orang tersebut, terdapat 6 warga Desa Wadas serta 3 anggota jaringan solidaritas yang ikut ditangkap saat melakukan aksi.

Hal tersebut disampaikan oleh Yogi selaku Direktur LBH Yogyakarta yang juga turut dihadiri oleh Asfinawati selaku Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melalui Konferensi Pers pada Sabtu (24/04) pukul 13.00 WIB via aplikasi Zoom.

Yogi menjelaskan bagaimana kronologi penangkapan terhadap dua anggota tim advokasi. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh polisi dalam peristiwa penangkapan tersebut sangat tidak manusiawi.

“Menjelang pukul 12 siang kemarin, salah satu satu staf LBH Yogyakarta bernama Julian selaku Kepala Divisi Advokasi, dikerubungi oleh polisi dan ditarik paksa dengan cara yang menurut kami tidak manusiawi seperti rambut dijambak, kemudian dipukul menggunakan pentungan, lalu bagian belakang badannya ditendang oleh polisi yang hingga kemudian 11 orang ditangkap dan 2 orang (diantaranya) berasal dari staf LBH Yogyakarta,” tuturnya.

Yogi menambahkan, LBH Yogyakarta tiba di Polres Purworejo pada pukul 16.00 WIB untuk menemui anggotanya yang ditangkap oleh pihak kepolisian. Ketika tiba di lokasi, pihak LBH tidak dapat langsung menemui Julian yang tertangkap karena sedang dilakukannya tahap identifikasi. Baru setelah waktu berbuka puasa, mereka diizinkan untuk bertemu.

“Kami tidak bisa langsung bertemu karena sedang di rekam sidik jarinya, katanya bisa bertemu setelah berbuka puasa,” jelas Yogi.

Yogi pun sempat mempertanyakan perihal pengidentifikasian tersebut; mulai dari foto, rekam sidik jari, hingga tes urin. Hal tersebut dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mengidentifikasi 11 orang yang ditangkap saat di desa wadas.

“Ini diidentifikasi kaitannya dengan apa? Sedangkan setahu kami tidak ada tindak pidana yang dilakukan oleh mereka,” tegasnya.

Setibanya di dalam polres, Yogi dihampiri oleh beberapa polisi untuk diminta keterangan mengenai kronologi aksi dari orang-orang yang ditangkap. Pihak LBH Yogyakarta juga sudah menyampaikan keberatan atas pemeriksaan tersebut terhadap anggotanya namun tidak diindahkan oleh polisi.

“Kami sudah mengajukan keberatan atas proses tersebut karena staf LBH ini. Ketika berada di wadas sedang menjalankan tugas profesinya sebagai advokat, yang mana keberadaannya mereka itu dilindungi oleh undang-undang advokat dan undang undang bantuan hukum. Kami sudah sampaikan hal itu dan juga bagaimana mekanisme pemeriksaan terhadap advokat, tapi tidak digubris oleh polisi,” pungkasnya.

Pada saat proses pembuatan BAP, polisi melayangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat subyektif kepada 11 orang yang ditangkap. Yogi menilai bahwa apa yang ditanyakan oleh polisi dalam proses tersebut tidak tepat.

“Pertanyaan yang dimunculkan itu cenderung pertanyaan yang meminta opini, yang saya kira itu tidak tepat karena kalau berbicara soal pemeriksaan pidana. Itukan yang dicari faktanya, soal kebenaran materialnya,” jelas Yogi.

Kemudian, tiga anggota jaringan solidaritas yang tertangkap pun mendapatkan pertanyaan yang dinilai mencederai Pancasila tentang Persatuan Indonesia dan konstitusi oleh Kapolres Purworejo, AKBP Rizal.

“Kemudian jaringan juga ditanyakan ‘Asalnya dari mana? Kepentingannya apa kesana? Kenapa kok sampe ke Wadas? Padahal bukan warga Wadas’. Jadi semacam ada sentimen kedaerahan, karena kamu bukan warga sini maka kamu gak (Red-tidak) punya kepentingan disini,” pungkas Yogi.

Pada Sabtu (24/04) pukul 00.30 WIB, diketahui pemeriksaan terhadap 11 orang yang ditangkap sudah selesai dan pada pukul 01.00 dini hari, barulah semua yang ditangkap akhirnya dibebaskan.

Menanggapi apa yang dilakukan oleh AKBP Rizal, YLBHI meminta agar Kapolres Purworejo segera dicopot jabatannya, karena apa yang dilakukannya telah mengisyaratkan bahwa Kapolres Purworejo tidak mengerti Pancasila.

“Kalau kita cari jejak digitalnya, Pak Kapolres ini juga kan bukan berasal dari Purworejo, tapi kelahiran Jambi. Dia sendiri lupa dengan dirinya yang mana bukan warga asli purworejo juga. Susah-susah Sumpah Pemuda dibangun pada 28 Oktober itu untuk menghentikan pernyataan pak Kapolres yang seperti ini,” ujar Asfinawati.

Editor: M. Rizqy Rosi M.

Skip to content