Menuntut Konflik Agraria di Hari HAM

Himmah Online, Yogyakarta Aliansi Gerakan Rakyat Demokrasi Lawan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (GARDA LP HAM) menggelar aksi longmarch pada Sabtu, 10 Desember 2016 sekitar pukul 13.30 WIB. Aliansi ini adalah  gabungan dari bebagai organisasi antara lain: Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Perjuangan Mahasiswa untuk Demokrasi (PMD), Komite Perjuangan Agraria (KPR), dan ormas-ormas lainnya. Terdapat kurang lebih empat puluh masa yang tegabung dalam aksi tersebut.

Gofur, Koordinator Umum aksi menjelaskan bahwa selain bentuk peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Aksi ini juga membawa isu-isu kerakyatan seperti penggusuran, tani, buruh, persoalan upah, mahasiswa, persoalan pendidikan serta isu-isu normatif lainnya. Sedangkan, kasus pelanggaran HAM di Yogyakarta sendiri semakin meningkat, seperti banyaknya kasus perampasan ruang hidup masyarakat dan sempitnya ruang demokrasi untuk diskusi di lingkup mahasiswa karena dikekang oleh pemerintah. “Apalagi diskusi yang berbau tahun 1965.”

Menambahkan pernyataan dari Gofur, Fatur Raham dari SMI mengatakan bahwa aksi ini adalah bentuk kampanye terkait HAM. Dimana telah banyak pelanggaran HAM yang terjadi khususnya di Yogyakarta. Salah satunya mengenai perampasan hak hidup atas tanah seperti Sultan Ground (SG) dan Pakualam Ground (PAG) dalam Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta. “Kasus Kulon Progo yang tak ada ujungnya. Warga telah melakukan penolakan pembangunan mega proyek namun terus diabaikan,” ujar fatur.

Longmarch yang di mulai dari Abu Bakar Ali menuju titik Kilometer Nol Yogyakarta ini memiliki delapan sikap dalam siaran persnya. Pertama, melawan sistem pasar bebas dan MEA. Menolak perjanjian yang meliberalisasi ekonomi bangsa Indonesia (TPP,WTO,RCEP). Kedua, melawan kapitalisasi pendidikan. Ketiga, menghapus sistem uang kuliah tunggal, memberikan transparasi anggaran pendidikan dan jaminan kebebasan berserikat dan beraspirasi di lingkungan kampus. Keempat, menolak politik upah murah dan cabut Peraturan Pemerintah No 78 tahun 2015.

Kelima adalah menghentikan kekerasan terhadap gerakan rakyat (kriminalisasi buruh, kriminalisasi dan drop out mahasiswa, kriminalisasi tani). Keenam, menarik militer organik dan non organik dari tanah Papua. Ketujuh, memberikan jaminan sosial terhadap pemuda, KMK dan keluarga Nelayan. Terakhir, gerakan mahasiswa, buruh, tani, KMK, dan sektor rakyat lainnya bersatu, menuntut jaminan sosial di momentum Hari HAM Sedunia tanggal 10 Desember 2016, dengan turun langsung ke jalan dan kepung pusat-pusat ekonomi maupun pusat pemerintahan.

Selain itu, dalam aksi juga menyatakan beberapa solusi kesejahteraan rakyat Indonesia. Pertama, mewujudkan reforma agraria sejati. Kedua, nasionalisasi aset-aset strategis di bawah kontrol rakyat. Ketiga, membangun industrialisasi kuat dan mandiri. Keempat, mewujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis, dan bervisi kerakyatan. Kelima, saatnya membangun alat politik rakyat sejati untuk pembebasan nasional melawan imperialisme.

Gofur juga menyatakan bahwa aksi ini bukan pertama dan terakhir yang akan diselenggarakan, akan ada banyak diskusi internal yang akan dilakukan sebagai bentuk protes dalam pelanggaran HAM dan Demokrasi. “Kedepannya akan banyak lagi membangun persatuan dengan cara diskusi, konsolidasi di berbagai tingkatan mahasiswa maupun sektor rakyat,” jelas Gofur. (Dinda Tri Lestari)

Skip to content