Himmah Online – Jerman akhirnya harus menerima kekalahannya dan menyerah pada tahun 1943. Semuanya berawal dari Nazi yang sangat ambisius untuk menguasai kota Stalingrad. Stalingrad adalah kota strategis dengan pasokan minyak melimpah yang berada dekat jalur transportasi ke Laut Kaspia. Sayangnya, ambisi tersebut malah menjadi bumerang bagi Jerman.
Saat itu, Soviet tidak menyangka akan ada serangan dari Jerman karena keduanya telah menandatangani Pakta Molotov—Ribbentrop pada tahun 1939, pakta nonagresi yang isinya perjanjian untuk tidak saling menyerang. Namun, Tentara Nazi Jerman malah menginvasi Uni Soviet pada tahun 1941 dan melancarkan Operasi Barbarossa. Operasi Barbarossa adalah serangan masif dari Jerman dan Sekutu dalam rangka menaklukkan Uni Soviet.
Dalam buku Stalingrad: The Faithful Siege, 1942-1943 oleh Antony Beevor menjelaskan bahwa Jerman saat itu sangat percaya diri melakukan penyerangan. Namun, akhirnya gagal melumpuhkan Soviet. Mereka tidak memperhitungkan strategi Uni Soviet yang terus mendapatkan bala bantuan dari Eropa Timur. Sebaliknya, Uni Soviet yang berhasil menaklukkan Operasi Barbarossa.
Bagaikan tak kenal menyerah, Jerman kembali lagi ke Soviet membawa Wehrmacht, Angkatan Darat Jerman pada Juni 1942. Jerman membagi pasukan tentaranya menjadi dua grup. Satu untuk menyerang pegunungan Kaukasus, sedangkan satu lainnya menyerang Sungai Volga dan Stalingrad.
Pertempuran Stalingrad dimulai pada 21 Agustus 1942 di tepi Sungai Volga. Nazi melakukan serangan jarak dekat kepada warga sipil. Akibat dari bombardir besar-besaran itu, pemandangan kota seketika berubah menjadi onggokan debu.
Tentara Soviet, atau yang disebut dengan Tentara Merah—terdiri dari para buruh dan petani—serta warga kota Stalingrad, akhirnya melakukan serangan balik terhadap tentara Jerman. Peperangan antar senjata oleh kedua belah pihak terjadi sangat dramatis, dari lapangan terbuka hingga menyusuri setiap rumah warga.
“Jangan mundur satu langkah pun!” Perintah Joseph Stalin, pemimpin Soviet saat itu yang mengerahkan pasukannya untuk melindungi kota Stalingrad.
Pada bulan November, Tentara Merah menggelar Operasi Uranus untuk mengepung pasukan Nazi di dalam kota. Sekitar dua ratus ribu orang Jerman terkurung, begitu pula ribuan orang biasa yang tidak sempat kabur. Persediaan amunisi dan bahan makanan yang ada, lama kelamaan menipis juga. Pasukan Nazi dilanda kelaparan dengan udara beku sampai di bawah nol derajat. Hal tersebut membuat Jerman seakan tidak punya pilihan lain selain menyerah.
Pada akhirnya, selama dua bulan menunggu bantuan yang tak kunjung tiba, pasukan Jerman menyatakan menyerah pada awal tahun 1943. Pasukan Nazi yang tersisa saat itu berjumlah sekitar sembilan puluh ribu orang.
Jenderal Paulus yang memimpin pasukan Nazi di Leningrad pada sektor selatan memutuskan menyerah pada tanggal 31 Januari 1943. Sementara pada sektor utara, Jenderal Schreck menyerah di Ukraina, yang juga menandakan Nazi menyerah secara keseluruhan pada pada 2 Februari 1943. Tepat hari ini, 76 tahun setelah kejadian Nazi menyerah kepada Uni Soviet dan membubarkan pasukannya.
Adolf Hitler, pemimpin Nazi, marah besar mendengar kabar ini. Ia bahkan mengkhususkan satu hari di Jerman untuk berkabung, bukan untuk para tentara yang gugur, melainkan untuk Paulus yang telah membuat malu Wehrmacht dan Jerman.
Hari libur nasional ini kemudian diperingati sebagai Volkstauertag—hari berkabung yang diselenggarakan dua minggu sebelum hari pertama Adven, yang pada tahun ini jatuh pada Hari Minggu tanggal 17 November.
Editor: Armarizki Khoirunnisa D.