Pada tanggal 22 Februari 1944, Amerika Serikat ingin menyerang pusat industri dirgantara Jerman sebagai bagian dari Operation Argument. Namun, semua berubah akibat cuaca buruk.
The United States Eighth Air Force yang bermarkas di Inggris berencana melakukan pemboman pabrik pesawat di kota Gotha sebagai bagian dari Operasi Argument. Menurut tesis yang berjudul “Nijmegen Bombardment on 22 February 1944: A Faux Pas or the Price of Liberation?”, operasi argument adalah operasi yang dilancarkan Amerika Serikat untuk menghentikan dominasi Jerman. Namun, di tengah perjalanan menuju Jerman, pesawat pembom diperintahkan untuk kembali ke pangkalan karena cuaca buruk yang terjadi bisa mengganggu akurasi awak bom dalam membidik sasaran. Saat dalam perjalanan kembali ke Inggris, cuaca semakin memburuk sehingga formasi tempur berubah menjadi formasi yang lebih kecil.
Situasi yang membingungkan dan kekacauan 446th Bomb Group yang berjumlah 12 pesawat dan 453th Bomb Group dengan dua pesawat membuat pesawat berada di atas Kota Nijmegen yang dekat dengan perbatasan Jerman. Alih-alih ingin menjatuhkan bom di rel kereta api, bom tersebut malah jatuh di pusat Kota Nijmegen dan menewaskan 800 penduduk kota.
Pemerintah Belanda sebelum Perang Dunia II sebenarnya telah menyiapkan suatu layanan proteksi serangan udara yang dinamakan Luchtbeschermingsdienst (LBD). Layanan ini melibatkan masyarakat sipil untuk selalu merasa awas dan memantau situasi udara Belanda. Selain menempatkan berbagai pos-pos pemantauan, layanan ini juga memasang sirene-sirene agar masyarakat tetap waspada jika suatu saat terjadi serangan udara.
Saat peristiwa 22 Februari pada pukul 12:36 siang, sistem LBD langsung menghidupkan alarm tanda bahaya kepada masyarakat karena formasi tempur pesawat pembom mendekati Kota Nijmegen. Sekitar pukul 1:15 siang, LBD langsung memberi sinyal aman kepada masyarakat. Masyarakat pun kembali beraktivitas seperti sedia kala. Namun, sepuluh menit kemudian pos pemantauan melihat kembali formasi tempur mendekati Kota Nijmegen tetapi sudah terlambat untuk memberikan tanda bahaya kepada masyarakat. Akhirnya bom pun jatuh di pusat kota, tempat masyarakat beraktivitas dan akhirnya menjadi korban.
Peristiwa yang diabaikan
Berdasarkan perspektif dari pihak Amerika dalam hal ini Eighth Air Force, sangat masuk akal dan wajar peristiwa ini diabaikan.
Pertama, peperangan udara di wilayah Eropa selama perang dunia kedua sangatlah sulit dan wilayah peperangan juga amat luas. Selama Operation Argument berlangsung, pihak sekutu telah menjatuhkan 10.000 ton bom dan telah menerbangkan 3.800 sorti pesawat pembom. Selain itu korban tewas dari pihak sekutu berjumah 2.600 selama operasi berlangsung dibandingkan dengan peristiwa Nijmegen dengan 14 pesawat pembom jelas sungguh tidak berimbang.
Alasan kedua yakni karena sejarah tragis yang meliputi kota ini selama tahun 1944. Tujuh bulan setelah pengeboman Nijmegen, kota ini kembali menjadi garis depan pertempuran dalam Operasi Market Garden selama kurang lebih enam bulan.
Selain dari perspektif militer, menurut Alfons Brinkhuis dalam bukunya berjudul “De Fatale Aanval, 22 Februari 1944: Opzet of Vergissing? De Waarheid over de Mysterieuze Amerikaanse Bombardementen op Nijmegen, Arnhem, Enschede en Deventer”. masyarakat menilai peristiwa pemboman Nijmegen terabaikan karena masyarakat saat itu dalam keadaan heran dan emosional yang terguncang karena yang melakukan pemboman adalah sekutu.
Jerman juga melancarkan propaganda yang cepat untuk mengeksploitasi peristiwa pemboman tersebut. Selain itu, masyarakat juga tidak menganggap peristiwa itu sebagai peristiwa heroik yang menjadi bahan pembicaraan masyarakat sehingga masyarakat lupa akan peristiwa tersebut. Bahkan, masyarakat lebih mengetahui aksi heroik pasukan terjun payung 504th dalam melintasi Sungai Waal dibandingkan peristiwa pemboman Nijmegen.
Editor: Hana Maulina Salsabila