Perdebatan Konsep dalam Ospek FTSP

Himmah Online, Kampus Terpadu – Agenda Orientasi Pengenalan Kampus (ospek) di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (FTSP UII) memiliki konsep berbeda dari tahun sebelumnya, yang mana pelaksana ospeknya dilakukan oleh pihak fakultas, bukan mahasiswa. Pihak fakultas ini terdiri dari tim dosen dan karyawan. Selain itu, konsep ospek FTSP pun berubah dari segi tidak adanya pengondisian dan materi ospek.

Ketika diwawancarai, Kasam, selaku penanggungjawab bidang Kemahasiswaan FTSP UII mengatakan bahwa dosen dan karyawan memiliki struktur Steering Committee dan Operating Committee seperti kepanitiaan mahasiswa.

Dan menurut bagian kemahasiswaan tersebut, konsep ospek yang diajukan oleh lembaga mahasiswa tidak sesuai dengan apa yang diinginkan pihak fakultas. “Kami tidak ingin ada pengondisian seperti dulu, dalam artian adanya unsur bentakan, baris-berbaris, atau pun suara-suara yang kurang mengenakkan,” jelas Kasam.

Kasam bercerita bahwa sempat terjadi perdebatan antara pihak dosen dengan pihak mahasiswa FTSP. Terdapat ketidaksepakatan antara konsep yang diajukan oleh mahasiswa FTSP dengan pihak fakultas. Namun sebelumnya sudah diadakan audiensi antara pihak fakultas dengan pihak mahasiswa FTSP untuk membahas kejelasan pelaksanaan ospek fakultas.

Dari pers rilis yang dikeluarkan pihak fakultas sendiri, terdapat lima asas pelaksanaan ospek FTSP yang menjadi patokan konsep FTSP tahun ini.

Pertama adalah patuh aturan. Asas pertama ini mengikuti aturan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemeristekdikti) nomor 253/B/SE/VIII/2016 tentang Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB), bahwa acara tersebut merupakan program institusi, bukan program mahasiswa. Serta Surat Edaran Rektor nomor 1820/Rek/90/DPBMKM/VII/2017 di mana tertulis di dalamnya panitia penyambutan wajib melibatkan dosen.

Melirik asas pertama, Kasam mengatakan bahwa bukan berarti pihak fakultas tidak melibatkan mahasiswa sama sekali dalam pelaksanaannya. Ia menuturkan, pihak fakultas  tetap ingin bekerja sama dengan pihak mahasiswa, dengan pembagian pihak dosen sebagai perancang konsep dan pihak mahasiswa sebagai pelaksana. Sayangnya sebelum menemui titik temu, pihak mahasiswa justru mundur di saat mendekati pelaksanaan ospek FTSP.

Menurut Kasam mundurnya pihak mahasiswa disebabkan ketidaksanggupan mahasiswa karena waktu persiapan ospek FTSP yang terlalu mepet. “Sebenarnya kami tidak ingin, tapi daripada tidak ada ospek FTSP sama sekali dan kami ada sumber dayanya, ya akhirnya kami ambil,” tuturnya.

Kemudian asas kedua hingga kelima berturut-turut yaitu pihak fakultas menginkan adanya nilai-nilai keislaman, kegiatan yang transparan dan dialogis, menumbuhkan rasa bahagia, serta tanpa kekerasan fisik dan verbal. Pada asas yang terakhir ini Kasam menekankan bahwa pihak dosen tidak ingin adanya unsur-unsur kekerasan baik fisik maupun verbal. Secara spesifik pihak dosen menginginkan ditiadakannya Departemen Penertib Lapangan (DPL).

Kemudian lebih lanjut, Kasam yang juga berkeseharian sebagai dosen Teknik Lingkungan ini mengatakan, bahwa ia mendapatkan laporan keluhan dan kekhawatiran dari orang tua mahasiswa yang mana merujuk dari kasus Pendidikan Dasar Mahasiswa Pecinta Alam Unisi. Kasam menyampaikan bahwa untuk menjawab kekhawatiran tersebut, pihak fakultas mengundang orang tua atau wali mahasiswa untuk datang langsung dalam proses pelaksanaan ospek fakultas agar dapat memantau secara langsung pelaksanan ospek. Sekaligus ajang silaturahim pihak fakultas dengan orang tua atau wali mahasiswa baru.

Ketika disinggung tentang kepercayaan pihak dosen kepada pelaksanaan yang dilakukan oleh mahasiswa, Kasam mengatakan, “Sebenarnya mereka (pihak mahasiswa-red) sudah menjamin tidak ada unsur pengondisian itu tadi, tapi kan itu cuma secara formal, kami merasa masih ada unsur tersebut.”

Walau begitu Kasam mengatakan bahwa pihak dosen pada dasarnya percaya kepada pelaksanaan yang dilakukan oleh mahasiswa dengan syarat menggunakan rancangan konsep dari pihak dosen di mana yang terpenting adalah tidak adanya unsur pengondisian.

Di sisi lain, mahasiswa/i FTSP yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa FTSP (KM FTSP) melakukan aksi pada Rabu, 25 Agustus 2017 lalu. Sekitar pukul satu siang, mereka mencoba masuk ke dalam fakultas. Meskipun sempat dihadang oleh satpam serta pihak fakultas, hal tersebut tidak menghalangi kumpulan mahasiswa yang berpakaian serba hitam tersebut untuk menyampaikan aspirasinya kepada pihak fakultas.

Lapangan rumput di tengah FTSP menjadi tempat mereka berorasi. Panas yang menyengat tidak menyurutkan aksi mereka. Mereka justru semakin lantang menyampaikan orasinya sambil membawa berbagai atribut aksi. Namun tetap saja pihak fakultas tak kunjung muncul memberikan tanggapan.

Azan asar menghentikan aksi mereka. Di sela waktu tersebut, tim HIMMAHOnline mencoba mewawancarai Muhammad Fahri Dirgananta selaku ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FTSP. Duduk di tangga depan lapangan, Fahri, sebagaimana ia disapa, mengaku sudah sebanyak tiga kali melakukan audiensi dengan pihak fakultas namun tidak menemukan titik temu. “Saya terpaksa membubarkan panitia ospek fakultas. Kami tidak ingin melaksanakan kegiatan yang bukan kami rancang,” tambahnya.

Perdebatan Konsep

Sebanyak kurang lebih tiga kali audiensi, Fahri bersama teman-teman mahasiswa yang lain mencoba menjelaskan kepada pihak fakultas bahwa fungsi DPL dalam ospek FTSP adalah untuk menertibkan mahasiswa. Ia juga meyakinkan bahwa selama ospek berlangsung, panitia menjamin bahwa tidak akan ada unsur kekerasan baik fisik ataupun verbal.

Mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2013 ini juga mengatakan bahwa sebenarnya adanya DPL sudah menjadi perdebatan pada ospek FTSP sejak tahun 2016. Ia bercerita meskipun terjadi perdebatan,  namun DPL tetap diizinkan masuk dalam konsep ospek FTSP tahun 2016. Masuknya DPL tersebut tidak tanpa syarat, ada batasan-batasan yang harus disepakati seperti tidak boleh ada bentakan, tidak menggunakan kata-kata yang kurang pantas, tidak boleh main tangan, tidak boleh lari, dan ada jarak tertentu yang harus dipatuhi. “Kami pun sudah melakukan evaluasi, baik dari mahasiswa dan pihak fakultas, dan hasil dari evaluasi tidak ada catatan bahwa DPL tidak diperbolehkan pada Pekta tahun depan.”

Mencoba memberi penjelasan, Fahri mengatakan pihak fakultas tetap tidak ingin adanya DPL dan memutuskan secara sepihak bahwa adanya DPL adalah pembodohan. “Dosen beranggapan bahwa baris-berbaris itu pembodohan, padahal kami cuma ingin ketika masuk ke inter court  itu rapi,” tuturnya. Pihak mahasiswa pun akhirnya mengalah dan tidak memasukkan DPL dan konsep pengondisian ospek FTSP 2017. Fahri juga menjamin tidak akan ada segala bentuk kekerasan dalam ospek FTSP 2017.

Ia mengatakan bahwa dari pihak mahasiswa juga sudah memberikan kesepakatan 50:50 kepada pihak dosen. 50:50 yang dimaksud seperti materi inspiring dialogue, kuliah keislaman dan kebangsaan, juga pengenalan keprofesian–yang mana konsep dari pihak fakultas–dimasukkan.

“Selain itu kami juga memberikan porsi bagi masing-masing prodi selama enam jam untuk melaksanakan kegiatannya sendiri. Namun kami tetap ingin memberikan apa yang sudah kami rencanakan, tidak hanya sebagai pelaksana saja,” tambahnya.

Fahri mengaku pihak mahasiswa memang mundur pada saat menjelang pelaksanaan ospek fakultas. Selain karena waktu yang mepet, ia mengatakan bahwa pihak mahasiswa ingin melaksanakan ospek apabila sesuai dengan konsep yang sudah direncanakan oleh panitia ospek FTSP yang kini berubah nama menjadi Pilar Bangsa ini, bukan sesuai pihak fakultas.

Tentang PKKMB sendiri, Kemenristekdikti mengeluarkan Surat Edaran nomor 253/B/SE/VIII/2016. Terdapat poin yang tidak sinkron dengan realita yang ada di lapangan. Pasalnya pada poin kedua pada surat edaran Kemenristekdikti ini, dikatakan bahwa meskipun kegiatan PKKMB merupakan program institusi, tetap harus melibatkan mahasiswa dalam unsur pelaksanaannya. Merujuk dari poin itu ada yang tidak sesuai, di mana kenyataannya pihak fakultas tidak turut melibatkan KM FTSP sebagai representatif mahasiswa FTSP.

Selain itu rektorat juga mengeluarkan Surat Edaran Rektor nomor 1820/Rek/90/DPBMKM/VIII/2017. Di mana pada surat edaran tersebut dijelaskan bahwa dalam kepanitiaan dan perancanaan kegiatan ospek wajib melibatkan unsur dosen yaitu pimpinan dan bidang kemahasiswaan di tingkat universitas maupun fakultas.

Ketika diwawancari, Fahri mengatakan bahwa pihak mahasiswa juga turut melibatkan pihak fakultas. Ia merasa keterlibatan pihak fakultas dalam pelaksanaan ospek adalah sebagai pengawas saja, pihak fakultas tidak boleh melakukan intervensi secara berlebihan, “Maksudnya secara berlebihan ya tidak perlulah pihak fakultas sampai membuat manual atau rangkaian kegiatan untuk ospek fakultas. Percayakan saja kepada kami,” tuturnya. Fahri berharap setelah aksi, akan ada audiensi lagi antara pihak fakultas dan mahasiswa untuk memberikan kejelasan terkait pelaksanaan ospek FTSP selanjutnya.

Skip to content