HIMMAH ONLINE, Semarang – Pengadilan penentuan kasus penolakan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia dilaksanakan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang pada Kamis, 16 April 2015. Di luar proses persidangan berlangsung, para demonstran memadati jalanan depan gedung pengadilan. Mereka yang datang bukan hanya yang kontra terhadap pembangunan pabrik semen namun juga dari kalangan pendukung pembangunan pabrik semen. Semakin siang semakin banyak pula demonstran yang berdatangan, baik dari kalangan warga Rembang, mahasiswa yang tergabung dalam BEM, seperti BEM KM UNNES, BEM UNDIP, BEM UMS, Persatuan Mahasiswa Muhammadiyah maupun aliansi yang menyatakan kontra terhadap pembangunan. Demonstrasi dilakukan secara damai tanpa ada upaya provokasi, para orator perwakilan dari berbagai pihak satu-persatu bergantian menyampaikan orasinya. Selain orasi, warga juga melakukan tahlil di depan gedung PTUN.
Warga Rembang yang kontra terhadap pembangunan, menuntut keadilan kepada negara ini akan pengabaiannya terhadap hak-hak atas lingkungan dan masa depan petani yang merupakan mayoritas di republik ini, serta menuntut pencabutan izin pembangunan yang telah diberikan gubernur Jawa Tengah kepada PT Semen Indonesia. Sedangkan bagi pihak pendukung pembangunan pabrik semen, khususnya warga Kadiwono, merasa tidak memiliki alasan untuk menolak pembangunan karena memperoleh banyak manfaat positif yang didapatkan dari eksistensi PT Semen Indonesia di Rembang, seperti bantuan swasembada, lapangan kerja, dan sebagainya.
Selain itu, kedatangan Bambang Widjojanto (BW) selaku wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat sambutan tepuk tangan oleh para petani Rembang. BW menyampaikan bahwa perjuangan untuk memperoleh hak yang dilakukan warga Rembang sangat patut diapresiasi. Pasalnya, di tengah era orde reformasi ini masih banyak terdapat fakta yang menunjukan adanya berbagai proyek yang sesungguhnya tidak untuk kepentingan rakyat. BW juga menyatakan bahwa nantinya akan ada banyak pihak tertentu yang akan berusaha memecah konsolidasi. Sehingga berharap masyarakat dan mahasiswa terus melakukan perjuangan agar kasus serupa nantinya dapat menjadi perhatian generasi muda.
“Mudah-mudahan suara hakim sama dengan suara rakyat. Mudah-mudahan suara hakim dan suara rakyat itulah keadilan yang sejati,” harap BW. Dalam orasinya. BW juga mengajak masyarakat tetap menggunakan hukum dalam memperjuangkan keadilan dan kemaslahatan serta tidak melakukan tindakan provokatif dan terus melakukan konsolidasi. “Mudah-mudahan penguasa-penguasa pemilik kekuasaan yang sekarang hadir, mereka betul-betul sadar bahwa kewenangan yang dimilikinya ialah bagian untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan berpihak pada masyarakat,” imbuhnya.
BW juga meyakinkan, bahwa perjuangan yang telah dilakukan masyarakat bukanlah perjuangan yang sia-sia karena perjuangan tersebut merupakan upaya untuk terus memperjuangkan hak-hak untuk kepentingan kemaslahatan. “Mari kita tunjukkan bahwa tidak ada satu pun kekuatan lain yang bisa memecah belah masyarakat ketika masyarakat bersatu dan memperjuangkan hak.” Polisi merupakan aparat keamanan yang memiliki orang tua, anak maupun keluarga yang juga menjadi bagian dari masyarakat, oleh karena itu BW juga mengharuskan mereka untuk berpihak untuk kepentingan kemaslahatan. “Mudah-mudahan hakim memberikan yang terbaik untuk masyarakat karena keadilan yang sejati yang berpihak untuk kepentingan kemaslahatan dan itu ditujukan untuk kesejahteraan dan keadilan sosial,” tambahnya.
Hasil putusan sidang gugatan yang dilakukan warga Rembang terhadap PT Semen Indonesia mendapatkan penolakan. Judianto Simanjuntak selaku kuasa hukum petani Rembang mengungkapkan bahwa pada proses sidang ini majelis hakim tidak melihat pokok permasalahan serta tidak mengkajinya secara mendalam, tetapi lebih berfokus pada permasalahan formalitas dimana hal tersebut dianggap mengabaikan fakta-fakta hukum. Majelis hakim tidak mempermasalahkan pembangunan yang dilakukan di kawasan karst yang menyediakan cadangan air tetapi hanya melihat apakah gugatan ini telah memenuhi peraturan perundang-undangan dimana pengajuan gugatan hanya dapat dilakukan maksimal 90 hari setelah surat izin ditandatangani. Sehingga gugatan yang diajukan pun dinyatakan tidak sah. Meskipun begitu, Judianto menyampaikan bahwa petani Rembang masih memiliki kesempatan berdasarkan hukum yang berlaku, yaitu berupa pengajuan banding, kalau perlu nantinya sampai tahap kasasi maupun peninjauan kembali jika diperlukan.
Usaha Selain dalam Sidang
Petani Rembang pun pernah beberapa kali datang ke Jakarta dengan maksud menemui Jokowi, akan tetapi tidak pernah mendapat respon dari orang nomor satu di Indonesia tersebut. Judianto pun menekankan bahwa perjuangan tidak sekedar hal-hal yang berbau formal, tetapi juga upaya-upaya yang dilakukan para petani maupun mahasiswa juga merupakan upaya perjuangan. “Perjuangan ini sebenarnya bukan hanya untuk Rembang, tetapi juga seluruh Indonesia khususnya Jawa Tengah yang merupakan ancaman terhadap karst yang juga merupakan hak petani untuk mendapatkan air. Bukan hanya untuk kebutuhan hidup tetapi juga untuk pertanian, bukan hanya Rembang yang dirugikan tetapi juga Indonesia,” terang Judianto.
Siti Rahma Mari Herawati yang juga kuasa hukum petani Rembang mengungkapkan bahwa persoalan yang dihadapi ialah pembangunan industri semen yang sangat besar nantinya akan berdiri di atas kawasan karst. “Majelis hakim tidak memeriksa pokok perkara, sehingga keterangan saksi ahli apakah itu kawasan karst, apakah dibawah karst ada air, apakah di batu gamping itu mengandung air atau tidak, apakah AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) nya keliru apa tidak, apakah izin lingkungannya keliru apa tidak, semuanya tidak diperiksa” jelas Rahma. Berdasarkan para saksi ahli, kawasan tersebut dibawahnya mengandung sumber mata air, gua, dan ponor, sehingga izin lingkungan yang telah diberikan oleh gubernur Jateng kepada PT Semen Indonesia harus dibatalkan karena melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melanggar asas-asas pemerintahan yang baik. Demi mencapai tujuan tersebut, para petani Rembang pergi ke PTUN setiap hari Kamis yang dimulai sejak September 2014 dengan menggunakan truk dan sebagainya. Melakukan segala perjuangan selama 8 bulan tanpa henti, mulai dari orasi hingga mendapatkan intimidasi. Selain itu majelis hakim juga mengklaim bahwa warga Rembang telah menerima sosialisasi terkait pembangunan. Sedangkan para petani Rembang menyatakan bahwa baru mengetahui adanya pembangunan ketika peletakan batu pertama dilakukan serta kedatangan alat-alat berat untuk pembangunan pabrik di Gunung Kendeng.
Jumadi yang merupakan warga Pati mengungkapkan bahwa pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di Sukolilo juga ditolak oleh warga dan diamini oleh Mahkamah Agung pada 2010. Sedangkan ketika pembangunan beralih ke Rembang, PT Semen Indonesia telah mengantongi banyak izin. Padahal pada tahun 2010 PT Semen Indonesia masuk ke kabupaten Pati dan baru mendapatkan izin setelah lima tahun, hal tersebut dianggap sakti oleh Jumadi. “Kesaktian apapun kalau nggak jujur mesti bakal kalah,” tukas Jumadi. Ia pun menambahkan kalau pembangunan PT Semen Indonesia yang tiba-tiba di Pegunungan Kendeng tersebut kalah ketika dibawa ke pengadilan, maka selanjutnya akan melakukan banding ke Surabaya. Jumadi pun mengajak warga untuk menemui Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah di kantornya yang terletak di tengah Kota Semarang untuk meminta bantuan mediasi. Namun hal tersebut tidak membuahkan hasil, ketika rombongan warga dan mahasiswa berusaha menemui Ganjar, kantornya tertutup rapat. Setelah hampir dua jam menunggu, para demonstran memutuskan untuk pergi karena Ganjar tidak pernah muncul menemui warga yang berupaya meminta bantuan mediasi dengan PT Semen Indonesia. (Norma Indah P.)