Polemik Pengalihfungsian Pangkalan Truk Banyuputih Batang untuk Pembangunan Islamic Centre

“Pengalihfungsian Pangkalan Truk Banyuputih menjadi Islamic Centre berpotensi menghilangkan ruang hidup warga Petamanan.”

Himmah Online – Pangkalan Truk Banyuputih yang berada di Dusun Petamanan, RT 03, RW 03, Desa Banyuputih, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang, Jawa Tengah terancam digusur. Di atas lahan sebesar 1,8 hektar tersebut rencananya akan dibangun Islamic Centre oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batang.

Selain pangkalan truk, di tempat tersebut terdapat 105 bangunan yang terdiri dari 82 rumah, 20 kios, 1 kantor DISHUB Batang, 1 bangunan MCK (mandi, cuci, kakus), dan 1 musala.

Sejak wacana pembangunan Islamic Centre di atas Pangkalan Truk Banyuputih mencuat, penggusuran sudah dilakukan dua kali. Pertama pada 29 Desember 2020, Lalu penggusuran kedua terjadi pada 8 Maret 2021 sebanyak 43 rumah. Hingga 16 Maret 2021, masih tersisa 39 rumah dan 1 musala di Pangkalan Truk Banyuputih.

Alasan Pemkab Batang Memilih Pangkalan Truk Banyuputih Sebagai Islamic Centre

Dalam memilih Pangkalan Truk Banyuputih dialihfungsikan menjadi Islamic Centre. Pemkab Batang memiliki tiga pertimbangan seperti yang tertera dalam Surat Pemberitahuan Nomor 550/0468/2020.

Pertama, dengan dioperasionalkannya jalan tol Batang-Semarang, arus lalu lintas Jalan Pantura sudah tidak padat lagi dan kendaraan truk besar kontainer sedikit yang memanfaatkan area parkir Pangkalan Truk Banyuputih.

Kedua, Pangkalan Truk Banyuputih sebagai area parkir kendaraan truk besar yang melintas di Jalan Pantura, dimanfaatkan oknum sebagai tempat lokalisasi. Sehingga Pemkab Batang perlu menghapus kesan negatif Pangkalan Truk Banyuputih.

Ketiga, karena Pemkab Batang sangat membutuhkan adanya Islamic Centre.

Terkait stigma Pangkalan Truk Banyuputih sebagai tempat lokalisasi yang menjadikan Pemkab Batang memilih tempat tersebut sebagai Islamic Centre seperti yang disebutkan dalam poin kedua surat pemberitahuan nomor 550/0468/2020, Arif Afruloh dari BEM KM UNNES, berpandangan lokalisasi tidak mungkin ada jika negara bisa hadir menjamin kesejahteraan masyarakatnya. 

“Kita perlu melihat track record ke belakang kenapa bisa ada lokalisasi di sini. Tidak mungkin ada PL (Pemandu Lagu) di sini ketika negara bisa hadir untuk menjamin kesejahteraan warganya. Karena itu merupakan amanat negara untuk mensejahterakan rakyatnya, mulai lapangan pekerjaan hingga jaminan kehidupan,” tutur Arif.

Sebetulnya selain di Pangkalan Truk Banyuputih, Pemkab Batang mempunyai dua opsi tempat pilihan lain. Pertama di Desa Tumbrep, Kecamatan Bandar dan kedua di Desa Kalisalak, Kecamatan Limpung.

Dari tiga opsi tersebut dua diantaranya adalah lahan pasif, sedangkan Pangkalan Truk Banyuputih adalah lahan aktif di mana di dalamnya selain beroperasional sebagai pangkalan truk terdapat pula ruang hidup warga sebagai tempat tinggal dan bekerja. Hal itulah yang menjadikan pembangunan Islamic Centre ini mengalami polemik.

Pangkalan truk dan bangunan di dalamnya dibangun di atas tanah milik Pemkab Batang yang dikelola oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Batang dengan sistem sewa. Warga yang memiliki bangunan di atas lahan milik pemkab tersebut diperbolehkan untuk menyewakan atau menjual bangunan miliknya.

Wihaji, Bupati Batang, berpandangan bahwa dalam proses pengalihfungsian Pangkalan Truk Banyuputih sebagai Islamic Centre sudah sesuai dengan perundang-undangan.

“Proses dari mulai dengar pendapat publik sudah kita lalui, saya yakini semua proses sesuai perundang-undangan, dan saya bertanggungjawab penuh sebagai kepala daerah atas keputusan ini,” tutur Wihaji dikutip dari Radar Pekalongan (13/1).

Warga sendiri kini berharap agar Pangkalan Truk Banyuputih tidak jadi digusur karena sudah menjadi tempat mencari nafkah.

“Warga berharap penggusuran dibatalkan, karena tempat ini sudah menjadi tempat mencari kebutuhan hidup,” ungkap Siswanto, salah satu warga yang terancam digusur.

Belum Ada Kesepakatan Antara Pemkab Batang dengan Warga

Sejak sosialisasi perdana terkait alih fungsi Pangkalan Truk Banyuputih pada 16 Maret 2020 di Balai Desa Banyuputih hingga penggusuran kedua pada 8 Maret 2021, belum ada kesepakatan antara warga dan Pemkab Batang terkait kompensasi dan akan dikemanakan warga yang sebelumnya tinggal di lingkungan Pangkalan Truk Banyuputih tersebut.

Satu-satunya uang yang diterima warga adalah uang bantuan untuk bongkar kios dan bantuan operasional pemindahan barang di lingkungan Pangkalan Truk Banyuputih melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 978/416/2020 yang ditetapkan pada 13 November 2020.

Dalam keputusan poin ketiga, bantuan diberikan kepada penyewa lahan/kios di lingkungan Pangkalan Truk Banyuputih. 

Dalam lampiran, disebutkan penerima bantuan  bongkar kios sebanyak 82 orang dengan rincian 23 orang menerima Rp2 juta, 32 orang menerima Rp2,5 juta, dan 27 orang menerima Rp3 juta. Dan total 22 orang menerima bantuan operasional pemindahan barang sebesar Rp500.000.

Untuk sejumlah 22 orang penerima bantuan operasional pemindahan barang, semuanya sudah menerima bantuan. Sedangkan untuk 82 orang penerima bantuan bongkar kios, sebanyak 26 orang sudah menerima, dan 56 orang lainnya belum menerima bantuan.

Namun, terdapat kejanggalan karena nama yang tertera di lampiran beberapa penerimanya adalah pemilik kios/rumah lama yang kepemilikannya sudah berpindah tangan. Sehingga pemilik baru tidak mendapatkan bantuan.

Dengan adanya bantuan operasional bongkar kios tanpa kompensasi untuk warga, menurut Arif hal itu menandakan Pemkab Batang hanya ingin menggusur saja tanpa menyiapkan lahan tingal.

“Aku sangat menyayangkan karena artinya pertanggungjawaban dari Pemkab itu tidak ada, pinginnya hanya gusur tanpa menyiapkan jaring pengaman (lahan tinggal -red),” tutur Arif.

Respon Komnas HAM

Pada hari Rabu (10/03), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengunjungi Pangkalan Truk Banyuputih untuk melakukan pendalaman kasus atau pramediasi.

“Kehadiran kami di sini adalah untuk menjaring data dan informasi sebanyak-banyaknya terkait kasus. Nah ini kita sedang dalam proses pramediasi, nanti proses mediasi akan dilakukan oleh anggota komisioner Komnas HAM,” tutur Asri Oktavianty Wahono selaku Komediator Komnas HAM.

Selanjutnya, pada 16 Maret 2021 Komnas HAM mengirimkan surat kepada Bupati Batang yang berisi permintaan penundaan penggusuran 39 bangunan tersisa.

Melalui surat tersebut, Komnas HAM meminta kepada bupati untuk menunda rencana penggusuran bangunan warga yang masih tersisa sebanyak 39 rumah hingga adanya solusi bersama, serta mencari langkah-langkah lain guna menghindari potensi konflik dan mengedepankan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.

Reporter: Pranoto

Editor: M. Rizqy Rosi M.

Skip to content