Himmah Online, Yogyakarta – Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan kajian tokoh dua rektor pertama UII, yaitu Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir (1945-1948 dan 1948-1960) dan Prof. RHA. Kasmat Bahoewinangoen (1960-1963).
“Kajian ini dimaksudkan untuk mengenal sejarah dan mewarisi tokoh-tokoh pendiri UII,” tutur Asmuni, Direktur Pondok Pesantren UII di Aula Pondok Pesantren UII Putra, Condongcatur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Sabtu (11/06).
Kajian ini diisi oleh Trias Setiawati, selaku pemenang sayembara penulisan Prof. Abdul Kahar Mudzakkir, berjudul “Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir: Mutiara Nusantara dari Yogyakarta” yang diterbitkan Yayasan Badan Wakaf UII pada 2007; serta Noor Siti Rahmani, selaku putri dari Prof. RHA. Kasmat Bahoewinangoen.
Menurut pandangan Trias, sosok Prof. Kahar merupakan sosok yang berpikir dan berkarya besar. “Spirit keilmuannya prima. Belajar dari tokoh-tokoh besar, berpikir besar, berkarya besar,” ujar Trias saat menceritakan Prof. Kahar.
Pada zaman Orde Baru, Prof. Kahar termasuk tokoh yang cenderung dilupakan. “Secara umum itu kalau disebut ya, ada kebencian memang yang tersisa pada tokoh-tokoh Masyumi,” tutur Trias.
Kondisi ini akhirnya berubah saat Presiden Joko Widodo memberi status Prof. Kahar sebagai Pahlawan Nasional pada 2019 melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 120/TK/Tahun 2019.
Pertimbangan penetapan tersebut berdasarkan rekam jejak Prof. Kahar yang tidak bisa dilepaskan dari perannya dalam menyusun dasar-dasar negara RI hingga dalam pembentukan Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta. Perguruan tinggi Islam pertama di Indonesia tersebut menjadi cikal bakal Universitas Islam Indonesia. Beliau memimpikan Islam Indonesia yang maju melalui tiga lambang: masjid, perpustakaan, dan universitas.
Selepas kepemimpinan Prof. Kahar, estafet kepemimpinan UII dilanjutkan oleh Prof. Kasmat. Berdasarkan ingatan anaknya, Prof. Kasmat dinilai sebagai sosok yang menghargai perbedaan.
“Beliau itu sangat menghormati perbedaan. Jadi, sangat hormat dengan agama lain, tidak pernah meremehkan orang lain,” ucap Noor berkisah.
Sebelum menjabat sebagai rektor, Prof. Kasmat merupakan Dekan Fakultas Hukum UII. Di kalangan mahasiswa, Prof. Kasmat dikenal sebagai sosok yang ramah dan dekat dengan mahasiswa.
“Kalau ngajar lucu, terus mahasiswa-mahasiswa itu seneng kuliah sama dia itu, bimbingan pada datang ke rumah,” ungkap Noor.
Selain itu, dua tokoh tersebut pernah ditahan bersama oleh pemerintah Belanda. Hal itu lantaran mereka dituduh melakukan konspirasi yang menyebabkan perang. Saat itu, Prof. Kahar dan Prof. Kasmat pergi ke Jepang untuk menghadiri Tokyo Islamic Exhibition dalam acara pembukaan masjid.
Namun bersamaan dengan itu, Jepang mengebom Pearl Harbor—pangkalan militer Amerika Serikat (AS). Tindakan tersebut berlandaskan pandangan militer Jepang supaya AS tidak terlalu mengintervensi aksi Jepang di peperangan Asia Pasifik.
“Bapak saya tanggal 8 Desember 1941 itu ditahan oleh Belanda, dimasukkan ke tahanan polisi. Di situ pak Kahar Mudzakkir juga ada. Setelah itu dibawa ke Ambarawa, dipenjara lah intinya. Dibawa ke Sumawarna, terus ke Jakarta, Batavia. Dipenjara waktu itu sebelahan dengan Adam Malik,” ungkap Noor.
Saat menutup rangkaian diskusi, Trias menitip pesan agar para audiens memiliki mimpi. “Nomor satu ya, teman-teman harus punya mimpi, tadi sebagai tokoh ideologis UII. Tidak hanya di UII, tapi di Indonesia dan di dunia,” pungkas Trias.
Reporter: Magang Himmah/Aqila Nuruttazkia Ahsan, Jalaluddin Rizqi Mulia, Muhammad Fahrur Rozi
Penulis: Magang Himmah/Jalaluddin Rizqi Mulia
Editor: Nadia Tisha Nathania Putri