Khianati Reformasi, Aksi Kamisan Menolak Dwifungsi TNI-Polri

Himmah Online – Aksi Kamisan kali ini digelar dengan tajuk “Jalan Mundur Demokrasi Pintu Masuk Dwifungsi TNI-Polri”. Sejumlah massa aksi berkumpul di kawasan Tugu, Yogyakarta pada Kamis (21/03) pukul 16.13 WIB. Mereka menyuarakan, kembalinya Dwifungsi TNI-Polri merupakan jalan mundur bagi demokrasi.

Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara, pada orasi politiknya menyampaikan bahwa jabatan sipil tidak boleh dipegang oleh orang bersenjata. TNI-Polri harus dibatasi dari jabatan sipil. 

“Sebenarnya, baik TNI dan Polri harus dibatasi dari jabatan sipil. Karena itu adalah jabatan sipil, tidak boleh dipegang oleh orang yang bersenjata. Karena dengan lengannya yang bersenjata itu, bisa menggunakan (kekuasaan) secara tidak pas,” ungkap Zainal.

Zainal menambahkan apa yang harus diperhatikan dan dilawan adalah Undang-undang (UU) No. 20 Tahun 2023. UU kontroversial ini memungkinkan TNI dan Polri untuk kembali melakukan dwifungsinya yang sempat dilarang sebelumnya.

“Tentu saya kira, bagian yang harus kita lakukan adalah perlawanan. Perlawanan terhadap UU (No. 20 Tahun 2023) itu salah satunya,” ujar Zainal.

Willy (28), salah satu peserta aksi Kamisan mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi saat ini. Ia menyoroti UU No. 20 Tahun 2023 dinilai mengkhianati cita-cita luhur reformasi.

“Karena kan selama ini memang salah satu cita-cita reformasi adalah mengembalikan tentara ke tempatnya kan. Artinya tentara ya tentara aja, nggak perlu ikut menjabat atau mengurus urusan sipil gitu. Karena itu perannya sudah berbeda,” ucap Willy.

Ia juga menyampaikan aksi Kamisan hadir agar kita selalu mengingat sejarah kelam bangsa dan menjadi tagihan bagi negara, bahwa masih ada hutang yang belum lunas.

“Pertama mengingat, mengingat tentang kehilangan orang, tentang pembunuhan. Kedua adalah kita menuntut ya, menuntut maksudnya kita terus mengingatkan, mengingat kepada diri sendiri terutama pada negara bahwa ada utang, utang yang belum terbayar gitu loh,” ungkap Willy.

Rahman, koordinator lapangan aksi Kamisan saat ini, mengungkapkan UU No. 20 tahun 2023 merupakan jalan kembali bagi kekerasan kekuasaan. Ia menambahkan, sejarah telah mencatat ketika TNI-Polri memasuki jabatan sipil, ruang gerak sipil serta demokrasi dirusak.

“Kita lihat dari sejarah bagaimana ketika para pengabdi negara ini ketika memasuki ruang lingkup sipil ya, ruang kita akan terbatas dan ruang gerak kita akan dibatasi oleh ruang gerak mereka dan akan merusak juga demokrasi secara utuh,” ujar Rahman.

Rahman juga berharap aksi ini dapat menyebarkan apa yang sedang diperjuangkan, serta massa aksi yang berpartisipasi dapat konsisten mengikuti aksi. Ia menambahkan harapan terbesarnya adalah suara Kamisan dapat didengar oleh pemangku kebijakan.

“Biar juga bisa mereka (pemangku kebijakan) untuk mengkaji ulang. Atau pun membahas ulang terkait hal-hal yang memang kita suarakan pada sore hari ini,” pungkas Rahman.

Reporter: Himmah/Abraham Kindi, R. Aria Chandra Prakosa, Ibrahim, Nurhayati

Editor: M. Fazil Habibi Ardiansyah

Baca juga

Terbaru

Skip to content