Sholeh: Tidak Ada Alasan untuk Menolak PT Semen Indonesia

HIMMAH ONLINE, Semarang – Sholeh, warga Desa Kadiwono Kecamatan Bulu, yang tergabung dalam Jamaah Tahlil Al-Barokah pada Kamis, 16 April 2015 ditemui di Semarang menyatakan persetujuannya terhadap pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Rembang. Sholeh pun mengatakan bahwa pro dan kontra merupakan hal yang wajar mengingat perbedaan kepentingan yang dimiliki. Dampak positif yang diperoleh warga Desa Kadiwono menjadi alasan yang kuat untuk mendukung pembangunan pabrik. Sholeh menyatakan bahwa Desa Kadiwono hanya berjarak beberapa kilometer dengan lokasi pembangunan, namun seluruh warganya merespon positif terkait pembangunan PT Semen Indonesia. “Warga kami 100% mendukung adanya pembangunan, karena imbas positifnya,” ungkapnya. Imbas positif yang Sholeh maksud berupa adanya sarana transportasi seperti angkutan umum, lapangan pekerjaan yang disediakan PT Semen Indonesia, pelatihan tata boga, ujian paket C, serta bantuan swasembada yang sudah dua kali dilakukan. “Berarti saya harus melihat secara jelas bahwa ada imbas yang positif juga bagi daerah kami. Karena itu kami selaku jamaah, karena jamaah mendukung semua, saya ngikut,” tambahnya.

Sholeh juga mengungkapkan bahwa pelatihan tata boga telah terlaksana, sedangkan untuk kejar paket C terdapat 60 orang yang terdaftar di semester satu. Selain itu, warga yang sebelumnya pengangguran, saat ini sudah ada yang bekerja di PT Semen Indonesia sebagai pengangkat besi, satpam maupun sopir. “Semua sudah bekerja bukan janji, kalau tidak ada buktinya kami tidak akan mengatakannya.” Ketakutan yang dimiliki Sholeh ialah, kalau nantinya PT Semen Indonesia kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bagaimana dengan nasib para pekerja. “Banyak warga kami yang kesitu. Nanti mereka kecewa, kasihan sekali,” terang Sholeh. Selain itu juga sudah ada tenda-tenda yang dibuat oleh warga untuk berjualan disekitar pabrik semen dengan harapan kawasan tersebut nantinya ramai pengunjung sehingga mereka memutuskan untuk membuat katering.

Sebelum menentukan untuk pro, Sholeh mengungkapkan bahwa sebelumnya warga Desa Kadiwono telah melakukan studi banding ke PT Semen Gresik Tuban. Berdasarkan peninjauan ke pabrik yang ada di Tuban. Sholeh melihat tidak adanya masalah yang berarti, “Justru yang kami lihat, bekas-bekas galian tanah liat yang dibuat campuran asam, bentuknya seperti danau itu akhirnya terisi air yang memang disitu tidak mengalir ke laut yang akhirnya bisa digunakan untuk pertanian,” ungkapnya. Sholeh juga mengungkapkan bahwa air tersebut berasal dari hujan yang akhirnya mengisi lubang bekas galian dan menjadi cadangan air. PT Semen Gresik pun memfasilitasi warga dengan membelikan pompa air untuk digunakan memanfaatkan cadangan air tersebut. Tanah yang dimiliki PT Semen Gresik juga bisa dimanfaatkan oleh warga untuk bercocok tanam atau apapun sampai batas waktu tertentu, yaitu sampai PT Semen Gresik mau menggunakannya untuk ditambang, “Itu kan asyik, boleh makai, udah dibeliin sampai batas waktu akan digunakan”.

Menurut Sholeh, keputusan pro terhadap PT Semen Indonesia sebagai tanggung jawab terhadap masyarakat. Sholeh mengaku kalau PT Semen Indonesia memfasilitasi studi banding secara bergilir dalam beberapa kloter, “Pertama dari pemerintah desa, tokoh agama, tokoh masyarakat.” Namun, berdasarkan penjelasan Sholeh dan warga lain yang berangkat, masyarakat sudah setuju untuk pro terhadap pembangunan PT Semen Indonesia. “Semen itu jualan debu, tetapi pas kita kesana tidak ada debu,” tambahnya meyakinkan. Sholeh juga mengungkapkan bahwa telah dua kali melakukan studi banding ke Tuban dan mengunjungi rumah binaan Semen Gresik, salah satunya ialah rumah binaan garmen dan pembuatan makanan kecil. Akan tetapi Sholeh menyatakan tidak sempat bertandang ke desa-desa sekitar pabrik untuk mengobrol dengan warga terkait dampak lingkungan.

Ketika ditanya lebih lanjut tentang sanksi administratif yang diperoleh dosen Universitas Gadjah Mada yang sebelumnya menjadi saksi ahli PT Semen Indonesia, Sholeh mengaku kurang memahami masalah dampak air dan sebagainya serta mengungkapkan bahwa pembangunan tidak berdampak apapun terhadap lingkungannya. “Daerah saya berhimpitan sekali dengan pabrik, bahkan tidak ada satu kilometer, terutama Dukuh Tambak Selo sangat berdampingan. Kami tidak melihat dampak debu dan sebagainya,” tambah Sholeh. Sholeh mengaku tidak tahu-menahu terhadap dampak negatif yang mungkin terjadi nantinya. “Kami tidak bisa menjawab karena selama ini desa kami aman, bahkan tidak ada perubahan sama sekali pada sumber mata air atau segalanya. Kami tidak punya alasan untuk menolak,” imbuhnya lagi.

Sholeh juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap banyaknya demonstran dari luar daerah yang bahkan tidak ia kenal, “Saya dengar dari Kudus, Purwodadi dan Blora, saya orang lapangan tetapi tidak kenal.” Sholeh merasa bahwa permasalahan penolakan pembangunan PT Semen Indonesia merupakan masalah orang Rembang sehingga yang memberikan gerakan harusnya juga orang Rembang. Sholeh pun mengkonotasikan permasalahan Rembang seperti halnya masalah rumah tangga yang tidak boleh diatur orang lain karena merekalah yang paling mengetahui dampak dari permasalahan yang ada. Sekali lagi Sholeh menegaskan bahwa keputusannya berdasarkan kenyataan. Sholeh yakin bahwa tidak ada dampak lingkungan dari hasil studi banding. Sebaliknya, banyak dampak positif yang diperoleh desa, “Karena saya tidak mau membohongi diri saya sendiri dan mata,” tukasnya.

Saat diklarifikasi terkait imbalan berorasi yang dituduhkan oleh pihak kontra PT Semen Indonesia, Sholeh pun mengungkapkan bahwa imbalan senilai seratus ribu rupiah bukanlah hal yang besar. Namun Sholeh menyanggah telah menerima uang tersebut, “Cuma kendaraan kesini. Uang itu belum dikasih. Nggak tau kalau nanti atau kapan-kapan”. Sholeh juga menegaskan bahwa merupakan hal yang manusiawi ketika mendukung pihak tertentu.

Sebagai pihak yang mendukung pembangunan pabrik semen, Sholeh menyatakan akan menerima dan menghormati keputusan apapun yang nantinya disampaikan oleh PTUN, “Apapun keputusannya saya akan menerima dengan baik bahkan tidak mungkin ada rasa bagaimana terhadap yang se-ide dengan saya atau tidak. Kita harus tetap sama-sama berdiri, sama-sama saudara.” Ketika ditanya tentang adanya isu perselisihan antar warga, Sholeh mengaku tidak tahu-menahu terkait hal tersebut.

“Kalau nanti diputusin ini, berarti itu pilihan yang terbaik. Allah sendiri yang menentukan karena semua itu sudah menggunakan ijtihad atau hitung-hitungan yang matang, jadi kami tidak berhak untuk menuntut itu,” tambahnya diakhir wawancara. (Norma Indah P.)

Skip to content