HIMMAH ONLINE, Yogyakarta – Pada Kamis, 22 Oktober 2015 kemarin, aksi menolak pembredelan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lentera diadakan. Bertempat di Tugu Yogyakarta, aksi yang dilakukan oleh beberapa elemen yang terdiri dari Pers Mahasiswa se-Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), Social Movement Institute (SMI), dan Gerakan Nasional Pendidikan (GNP) ini berlangsung sekitar dua jam. Dimulai dengan aksi diam yang berlangsung selama 15 menit, aksi kemudian dilanjutkan dengan orasi dari beberapa perwakilan.
“Kita diam menggambarkan pembungkaman terhadap Pers Mahasiswa (Persma), dan memang Persma saat ini sangat rentan untuk dibredel” tutur Arfrian Arci selaku koordinator lapangan (korlap) aksi. Arfrian menambahkan bahwa aksi ini merupakan bentuk solidaritas terhadap LPM Lentera. LPM Lentera sendiri merupakan Persma yang ada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (FISIKOM) Univesitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga yang dibredel oleh birokrat kampus UKSW pada Jumat, 16 Oktober 2015. Pembredelan disebabkan karena LPM Lentera menerbitkan majalah berjudul “Salatiga Kota Merah” yang berisi tentang sejarah pembantaian simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Kota Salatiga.
Hadir dalam aksi tersebut, Pemimpin Redaksi dari LPM Lentera, Bima Satria Putra. Menurutnya, pembredelan dilakukan karena permasalahan konten dalam Majalah Lentera yang memuat tentang tragedi pembantaian simpatisan PKI, halaman muka, dan kevalidan informasi narasumber. Bima menambahkan bahwa pihaknya menyerahkan kasus ini ke Dewan Pers, karena pihak Lentera sendiri takut ketika mereka melawan, pihaknya akan mendapatkan sanksi akademis. Bima juga mengaku bahwa ada beberapa pihak yang kemudian mendukung dan memberikan solidaritasnya pada pihak Lentera seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Joshua Oppenheimer selaku sutradara film Jagal, Lembaga Bantuan Hukum Pers, dan lain-lain. LPM Lentera sendiri ikut berpartisipasi dalam aksi ini sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada beberapa pihak yang tergabung dalam aksi tersebut.
Ada lima tuntutan yang diterangkan dalam aksi. Pertama, menuntut pihak birokrasi kampus untuk menjamin segala bentuk kegiatan mahasiswa, secara akademik maupun non-akademik mahasiswa. Kedua, mengecam kriminalisasi dan intervensi kepolisian di ranah akademik. Ketiga, mengecam segala bentuk pembredelan pers mahasiswa. Keempat, menuntut Dewan Pers untuk segera menyikapi kasus-kasus pers mahasiswa. Dan kelima, mengutuk birokrat kampus UKSW yang telah membredel dan melanggar kebebasan berekspresi mahasiswa.
Abdus Somad selaku Sekretaris Jendral (Sekjen) PPMI Nasional menjelaskan bahwa pihaknya sampai saat ini selalu berkoordinasi dengan beberapa kota lain untuk menyerukan aksi sebagai bentuk solidaritas terhadap LPM Lentera. Dan saat ini pun PPMI sudah mengawal pihak Lentera di Salatiga dengan datang langsung ke Salatiga.
Namun Somad mengeluhkan bahwa pihaknya kewalahan dalam melakukan bentuk bantuan dalam segi hukum, karena PPMI sendiri tidak diakui oleh Dewan Pers, dan yang bisa dilakukan oleh PPMI saat ini adalah dengan mengandalkan jaringan dan meminta pihak lain untuk mendukung LPM Lentera. Somad merasa saat ini kebanyakan birokrasi kampus masih memandang bahwa Persma hanya sebagai ruang untuk latihan, padahal menurutnya Persma bekerja sebagai lembaga pers profesional. “Kami disini juga sebagai lembaga pers profesional, kami melakukan reportase, melakukan rapat redaksi, melakukan penerbitan dan sebagainya, dan harapannya pihak kampus jangan lagi berlaku sewenang-wenang pada persma atas nama kekuasaan,” ujar Somad
Menanggapi aksi dari pembredelan terhadap LPM Lentera, Taufik Nur Hidayat selaku Sekjen PPMI Dewan Kota Yogyakarta menganggap bahwa saat ini ada banyak tipe Persma dalam menyikapi pembredelan LPM Lentera, ada yang masih hati-hati, ada yang secara radikal menyatakan perlawanan mereka terhadap bentuk pembredelan. “Kita dari PPMI Yogyakarta akan mengajak kawan-kawan Persma Jogja untuk bersatu dalam front, dan besok akan ada evaluasi dan rilis baru untuk disebar ke kawan-kawan media lain,” tutur Taufik. Ke depannya, Taufik berharap bahwa front ini nantinya dapat mengawal isu-isu penindasan terhadap Persma, dan tidak hanya berhenti pada kasus ini saja. (Fahmi Ahmad B)