HIMMAH BERBICARA: Meninjau Kembali Politik Desentralisasi Indonesia

Getaran sosial yang menghinggapi perjalanan bangsa ini diakui oleh banyak pihak memang memiliki kedahsyatan tersendiri. Namun tidak sedikit pula pihak yang skeptis memandang perjalanan transisi dari otoritarianisme Orde Baru ini, mereka memandang pada riil politik, konsistensi terhadap gaya hidup masa otoriter masih berlangsung.

Memang keterlibatan masyarakat bawah dalam proses politik yang terjadi sering terhalang oleh struktur yang begitu tinggi dan beku. Hal ini terjadi karena memang bangunan politik yang sentralistik sangat memungkinkan terciptanya sebuah kondisi dimana Negara makin meninggalkan rakyat. Dalam arus kesadaran inilah kemudian kuli-kuli demokrasi pasca Orde Baru banyak memperbincangkan tentang devolusi, yaitu upaya politik untuk melekatkan kemesraan relasi negara-rakyat.

Konsep devolusi yang merupakan antitesis sentralisasi yang diterapkan pada masa pemerintahan Suharto diangkat kembali dalam diskusi mingguan Himmah Berbicara. Haninda Lutfiana Utami, Pemimpin Redaksi Himmah Online menjadi pemantik dalam diskusi yang berlangsung pada Minggu, 18 Oktober 2015 ini dengan merujuk pada buku ‘Devolusi, Politik Desentralisasi sebagai Media Rekonsiliasi Ketegangan Politik Negara-Rakyat’ karya Fadillah Putra. Haninda mengawali diskusi dengan memaparkan bahwa desentralisasi muncul akibat pemerintahan Orde baru yang begitu represif. Keterlibatan masyarakat sipil untuk berpolitik sangat sulit saat itu dan kelembagaan negara pun mempersulit itu. Desentralisasi saat itu ideal untuk Indonesia, namun setelah 17 tahun reformasi sepatutnya mengevaluasi konsep tersebut. Ia mengkritisi penerapan desentralisasi sepenuhnya belum terlaksana dan ada oknum yang malah memperkeruh itu.

Desi Rahmawati, koordinator PSDM LPM Himmah menanggapi bahwa konsep desentralisasi ada sisi negatif dan positifnya. Sisi positifnya yaitu dengan dibentuknya otonomi daerah. Sedangkan sisi negatif desentralisasi dijadikan alat politik oleh pemerintah pusat untuk menutupi kekurangannya. “Kita lihat bagaimana bencana asap yang terjadi di Sumatera, Kalimantan dan sekitarnya menjadi tunjuk menunjuk antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pemerintah pusat tak akan menyelesaikan masalah tersebut sebelum pemerintah daerah menyelesaikan terlebih dahulu”, tutur Desi.

“Setiap sistem adalah alat politik dan alat kepentingan, hanya saja ini menjadi kepentingan siapa?”, tutur Kholid mengawali pandangannya terhadap pendapat Desi. Kholid Anwar, Pemimpin Umum LPM Himmah memandang desentralisasi menjadikan demokrasi secara tersistematis dan adanya tanggung jawab penuh kepada daerah. Hal yang menjadi masalah yaitu adanya peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang saling menimpali antara pusat dan daerah. Kemudian ia lebih menekankan kepada sumber daya manusia yang mengelola di setiap daerah yang belum mumpuni.

Sementara itu Haninda menjelaskan dan mengartikan desentralisasi ke dalam dua pengertian. Pengertian yang pertama dekonsentrasi yang juga disebut desentralisasi administrasi dan yang kedua devolusi yang sering juga disebut sebagai desentralisasi demokrasi atau politik, yang mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada badan perwakilan yang dipilih melalui pemilihan lokal. Kemudian menjelaskan bahwa wewenang pemerintah pusat dalam devolusi yaitu hanya pada ranah pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal, hubungan luar negeri dan agama.

Arga Ramadhan, Sekertaris Umum LPM Himmah memandang devolusi dari sisi ekonomi. Menurutnya, adanya desentralisasi agar pendapatan daerah itu dimanfaatkan oleh dan untuk daerah itu sendiri, selanjutnya meningkatkan dan memakmurkan masyarakatnya.

“Konsep desentralisasi yang seperti itu pun malah memberi peluang KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang sangat besar”, tukas Yuyun Novia Sari, Pemimpin Redaksi Himmah menanggapi pernyataan Arga.

Selanjutnya, Kholid berspekulasi bahwa desentralisasi yang terjadi saat itu apakah cuma menjadi ajang balas dendam sistem sebelumnya yang begitu otoritarian. Ia mempertanyakan yang perlu dievaluasi sistem desentralisasinya atau malah pelakunya.

Menanggapi pertanyaan Kholid, Arieo Prakoso, staf PSDM LPM Himmah menyatakan bahwa hakikatnya desentralisasi untuk menciptakan demokrasi yang sehat dan sistematis. Hal yang perlu ditindak lanjuti ialah bagaimana membuat masyarakat sipil tahu, berbicara dan bertindak terhadap sistem tersebut.

Skip to content