Statistik Rencana Aksi Calon Rektor UII 2022-2026

Dalam kurun waktu 120 menit 57 detik, kelima calon rektor melontarkan 12.997 kata. Rohidin menjadi penyumbang kata terbanyak, sedang Zaenal Arifin yang paling sedikit.

Himmah Online, Kampus Terpadu — Setelah melalui serangkaian proses seleksi dan penjaringan dari tingkat fakultas hingga universitas, terpilih 5 Calon Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Periode 2022-2026.

Kelima orang tersebut adalah Fathul Wahid dari Fakultas Teknologi Industri (FTI), Ilya Fadjar Maharika dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Riyanto dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Rohidin dari Fakultas Hukum (FH), dan Zaenal Arifin dari Fakultas Bisnis dan Ekonomi (FBE).

Pada Kamis (24/02) lalu, rangkaian pemilihan rektor UII memasuki tahap pemaparan action plan atau rencana aksi oleh para calon rektor di Auditorium Prof. KH. Abdul Kahar Muzakir, Kampus Terpadu UII.

Agenda tersebut terbagi menjadi enam segmen dan masing-masing calon rektor memiliki kesempatan berbicara sebanyak enam kali.

Segmen pertama adalah pemaparan rencana aksi. Dilanjutkan dengan segmen kedua, diskusi dan tanya jawab dengan panelis tahap pertama. Lalu, segmen ketiga diisi dengan tahap kedua dari diskusi dan tanya jawab dengan panelis.

Selanjutnya, segmen keempat dan kelima digunakan untuk tanya jawab dengan senat universitas; serta masyarakat, dosen, dan mahasiswa. Segmen terakhir dalam rangkaian acara merupakan closing statement dari para calon rektor.

Penghitungan total kata yang diucapkan serta waktu yang dibutuhkan oleh para calon rektor di setiap segmennya dilakukan oleh reporter himmahonline.id.

Proses pengerjaan transkrip dari pernyataan kelima calon rektor dilakukan dengan dua metode, yakni pengetikan otomatis dan pengetikan manual. Pengetikan otomatis dilakukan menggunakan aplikasi Notta dan fitur voice typing dalam Google Docs. Namun, pada akhirnya dilakukan pengecekan ulang secara manual dari hasil kedua metode tersebut untuk menghindari adanya kata yang terlewat.

Sedang untuk pencatatan waktu dihitung menggunakan bantuan stopwatch. Dimulai sejak calon rektor mengucapkan kata pertama hingga kata terakhir di tiap segmennya.

Dari semua kata yang dilontarkan para calon rektor diklasifikasikan menjadi dua jenis: stopword (kata hubung dan kata-kata umum yang tak punya makna) serta keyword (kata kunci yang menginterpretasikan poin-poin yang calon rektor tekankan dalam pemaparannya).

Hasilnya, sebanyak 12.997 kata dilontarkan oleh semua calon rektor dengan total waktu sebanyak 120 menit 57 detik.

Calon rektor dengan kata terbanyak dipegang oleh Rohidin dengan jumlah 2.851 kata, sedangkan pengucapan kata paling sedikit dipegang oleh Zaenal dengan 2.208 kata.

Lalu, dalam hal penggunaan waktu Ilya menjadi calon rektor dengan durasi terpanjang yakni selama 26 menit 17 detik, sedangkan penggunaan waktu paling sedikit ditempati oleh Riyanto dengan total waktu 21 menit.

Dari keseluruhan segmen, kata “riset” atau “research” menjadi kata kunci yang paling banyak diucapkan oleh para calon rektor sekaligus mendominasi arah pemaparan.

Hal itu lantaran UII akan masuk tahap pre-research university seperti yang tertuang dalam Rencana Induk Pengembangan UII tahun 2008-2038. Tahap ini akan berlangsung selama dua periode kepemimpinan dimulai dari periode 2022-2026.

Kata kunci “riset” atau “research”  sendiri diucapkan sebanyak 97 kali oleh seluruh calon rektor. Kata kunci itu diucapkan dengan diikuti kata lain seperti “research university”, “pre research university“, “kualitas riset”, “pondasi riset”, “dana riset”, “indikator riset”, “karakteristik riset”, dan “hasil riset”.


UII Menjadi Rahmat Semesta Alam

Dalam pemaparan rencana aksi berjudul “Pertumbuhan Substantif Berbasis Nilai Menuju Universitas Riset”, Fathul memulai pemaparannya dengan menceritakan keresahannya.

“Ada satu hal yang sekarang membuat saya terganggu terkait dengan maraknya perguruan tinggi di Indonesia yang terjebak pada ideologi neoliberalisme dalam mengelola perguruan tinggi dan meninggalkan idealisme.

Karena itu saya mengajak pada kesempatan ini basis dari tema besar empat tahun ke depan adalah menegaskan akar tunggang,” ucap Rektor UII periode 2018-2022 tersebut.

Selain kata “riset”, kata kunci yang sering keluar dari Fathul dan menjadikannya pembeda dari calon rektor lainnya adalah “kolektif”. Kata ini diucapkan sebanyak 10 kali. Salah satunya dalam rangkaian kalimat cukup panjang sebagai berikut.

“Dalam sistem neoliberalisme, mahasiswa dianggap sebagai konsumen bukan sebagai aspiran anak didik yang haus didikan. Dosen dianggap sebagai karyawan bukan sebagai intelektual atau kolega. Rektor, wakil rektor, dekan dianggap sebagai manajer korporat bukan pemimpin intelektual. Ini yang mau kita coba hilangkan dari konsep pemikiran kita yang cenderung korporatisasi pendidikan tadi. Sehingga pemimpin kolektif menjadi sangat penting dan tadi bagaimana itu dibentuk.”

Selain kata kunci “kolektif”, Fathul juga menekankan perlunya UII membuka PSDKU (Program Studi di Luar Kampus Utama). Hal itu diungkapkan Fathul sebanyak dua kali.

“Kehadiran UII harus menjadi rahmat semesta alam. Salah satunya ditandai bahwa keberadaan UII bisa diakses oleh sebanyak mungkin anak bangsa, karenanya saya berharap ke depan UII membuka cabang-cabangnya di kota lain yang dimulai dengan pembukaan program studi di luar kampus utama,” ucap Fathul dalam segmen satu.

Dalam penggunaan waktu selama 24 menit 13 detik, Fathul berhasil melontarkan 2.844 kata dalam enam segmen. Ia mengucapkan kata paling banyak saat di segmen satu, sedang paling sedikit di segmen enam.


Dari Community of Practice Hingga Community of Science

Ilya melaju menjadi calon rektor dengan perolehan 46 suara. Mantan Wakil Rektor Bidang Akademik periode 2014-2018 tersebut mengangkat judul “Menjadi Universitas yang Berdakwah” dalam pemaparannya.

Namun, setelah ditelaah lebih jauh, kata kunci “dakwah” sendiri sangat jarang digunakan. Total hanya dua kali dilontarkan dan itu sudah termasuk yang ada dalam judul.

Ilya sendiri lebih banyak menggunakan kata kunci “community” atau “komunitas” dengan total mencapai 14 kali. Salah satunya dalam satu kalimat yang ia lontarkan dalam segmen kedua saat diskusi dan tanya jawab dengan panelis tahap pertama.

“Saya meyakini kuliah itu jauh lebih bagus kalau belajar dari mahasiswa yang lain, dan ini harus dibangun community of practice, bahwa kita bisa belajar dari orang lain. Nah ini bisa dibangun menjadi community of science, tidak lagi berada di dalam cangkang-cangkang yang namanya jurusan atau fakultas,” tutur Ilya.

Selain kata ”practice” dan “science” yang mengikuti kata “community” atau “komunitas”, terdapat pula kata lain seperti “service”, “platform”, hingga “pembelajar” yang turut mengikuti.

Kemudian kata kunci “tendik” atau “tenaga pendidik” juga sering disebut Ilya, yakni sebanyak 6 kali. Menurutnya, tendik perlu fungsional agar bisa jadi rujukan.

“Kita perlu fungsional tendik yang bisa berada di lab-lab kita, yang lantas tendik-tendik itu juga bisa menjadi rujukan bukan hanya untuk kita sendiri tapi orang lain juga,” papar mantan Wakil Rektor Bidang Akademik periode 2014-2018.

Ilya sendiri melontarkan sebanyak 2.472 kata dari seluruh segmen dalam pemaparan rencana aksi. Kata terbanyak Ilya lontarkan di segmen lima, dan paling sedikit di segmen enam.


Islamisasi UII ala Riyanto

Riyanto memberi judul “UII Memantapkan Diri Menuju Pre-Research University” dalam pemaparannya. Ia berpandangan bahwa untuk memantapkan diri, UII terlebih dahulu perlu melakukan Islamisasi.

“Nah apa yang akan kita lakukan bapak/ibu, pertama kami ingin Islamisasi itu dibangun kembali, khususnya untuk kalangan mahasiswa. Program pertama adalah ini bapak/ibu, mendirikan asrama mahasiswa untuk tahun pertama. Yang di-blending dengan bisnis in education,” terangnya.

“Kalau ini berhasil, orang tua akan tenang bapak/ibu, menitipkan anak putra-putrinya ke UII. Ini akan menghasilkan income generate yang sangat besar untuk UII,” lanjut Dekan Fakultas MIPA UII periode 2018-2022 tersebut.

Dalam 21 menit memaparkan rencana aksinya, Riyanto banyak menyebut soal “dosen”, “rules”, dan “pressure”. Di beberapa waktu, tiga kata kunci tersebut saling berhubungan.

Setelah Islamisasi, untuk menunjang UII menuju universitas riset, Riyanto beranggapan perlu adanya rules dan pressure kepada para dosen untuk berkenan melanjutkan pendidikannya ke jenjang doktor atau S3.

“Bapak, ibu, selama hampir 80 tahun UII berdiri, tidak ada pressure kepada dosen. Dosen kita ini puluhan tahun magister, tidak ada dia ingin ke S3. Mohon maaf, nggak ada pressure, nggak ada rules,” ucap Riyanto. 

Riyanto sendiri melontarkan sebanyak 2.622 kata dalam seluruh segmen. Kata terbanyak yang ia ucapkan yakni di segmen pertama dengan 663 kata. Sedang kata paling sedikit ia ucapkan di segmen enam.


Dari Rekognisi Hingga Perbaikan Kurikulum

Rohidin yang datang sebagai calon rektor dengan nomor urut 4 memberi judul “Menguatkan Rekognisi UII Menuju Pre Research University” dalam pemaparannya.

Ia membagi arah strategisnya menjadi 4 hal, yakni menyiapkan sumber daya yang memadai untuk mendukung riset; meningkatkan kualitas dan jumlah hilirisasi riset; meningkatkan mutu pendidikan; dan menguatkan rekognisi internasional.

Terkait “rekognisi”, Rohidin beranggapan perlunya penguatan pemeringkatan. 

“Terkait dengan rekognisi, di situ ada akreditasi, kemudian pemeringkatan, dan rating. Maka program yang diutamakan adalah penguatan pemeringkatan melalui kebijakan satu data, melalui unit pass cost khusus,” ucap Rohidin.

Selain “rekognisi”, dalam rentang waktu 26 menit 16 detik, Rohidin banyak menyinggung soal mahasiswa. Sebanyak 26 kali kata kunci “mahasiswa” disebut dalam pemaparannya. Salah satunya berbicara soal kemandiriannya.

“Ketika mahasiswa masuk sampai kemudian berakhir pun itu sudah didesain dengan kegiatan-kegiatan yang bertujuan bagaimana mahasiswa itu punya kemandirian yang tinggi,” tutur Rohidin.

Selain kata “mahasiswa”, kata kunci “fasilitas” atau “sarana” mengikuti sebagai kata yang banyak diucapkan, sebanyak 10 kali. Dengan satu kali menyinggung fasilitas untuk difabel. “Kemudian peningkatan kapasitas sarana prasarana bagi difabel,” tuturnya.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni periode 2018-2022 tersebut juga menyoroti soal program internasional.

“Jangan sampai kita itu minder di pergaulan internasional. Cuman memang ada catatan untuk saya, jangan sampai program internasional itu adalah kelas berbahasa Inggris itu saja. Oleh sebab itu, mungkin kurikulumnya, kemudian fasilitas dan lain sebagainya itu memang harus diperbaiki,” ucap Rohidin.

Secara kumulatif, Rohidin mengumpulkan 2.851 kata dalam seluruh segmen. Kata terbanyak terlontarkan di segmen lima dengan angka mencapai 934 kata.


Membangun Pondasi dengan Strategi Fokus

Zaenal membagi pemaparannya menjadi dua program. Pertama membangun pondasi research university dan yang kedua adalah membangun keunggulan institusi dengan strategi fokus.

Dalam memenuhi program pertamanya, Zaenal berpandangan bahwa harus dengan cara memenuhi syarat sebuah universitas menjadi universitas riset terlebih dahulu, yakni keberadaan program doktor (S3).

“Yang saya usulkan adalah terkait dengan peningkatan atau pemenuhan syarat sebuah universitas itu jadi sebuah research university. Menurut saya, indikator utama dari research university adalah jumlah program studi S3,” ucap Wakil Rektor Bidang Sumberdaya dan Pengembangan Karir periode 2018-2022 tersebut.

“Saya menargetkan ada dua puluh lima, tapi itu besok tahun 2031. Untuk periode ini targetnya hanya tiga belas, dan dari tiga belas itu alhamdulillah sekarang sudah ada lima. Sehingga untuk periode empat tahun ke depan itu cukup menambah delapan,” lanjut Zaenal.

Kata “S3” diucapkan Zaenal sebanyak 5 kali. Lalu, kata “doktor” dilontarkan sebanyak 14 kali yang tersebar di segmen satu hingga empat.

Lalu terkait program kedua, Zaenal mengartikan strategi fokus yakni berfokus dalam hal bersaing dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) utama seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI).

“Kita perkuat jurusan-jurusan tertentu supaya jurusan itu bisa unggul dibandingkan PTN utama (UGM dan UI) itu. Jadi tidak harus seluruh jurusan, cukup beberapa jurusan saja. Nah, indikator unggulan itu harus menyeluruh, mulai dari dosen, mahasiswa, dan juga program jurusan itu sendiri,” jelas Zaenal.

Zaenal sendiri secara keseluruhan mengucapkan 2.208 kata dengan durasi waktu 23 menit 10 detik, dengan pengucapan kata terbanyak berada di segmen satu.


Reporter: Adim Windi Yad’ulah, Muhammad Kholiqul Ikmal, Ista Setia Pangestu, Muhammad Prasetyo, Yola Ameliawati Agustin, dan Zalsa Satyo Putri Utomo

Visualisasi Data: Pranoto

Editor: Nadya Auriga D.

*Catatan: Terdapat tambahan dua paragraf terkait metode pencatatan kata dan waktu, yakni pada paragraf kedelapan dan kesembilan. Diperbarui pada Senin (07/03/2022) pukul 14.06 WIB.

Skip to content