Tolak Kenaikan  Harga BBM, Muhammadiyah Yogyakarta: Kebijakan yang Tidak Berpihak kepada Rakyat

Himmah Online, Yogyakarta – Gerakan Muda Muhammadiyah di Yogyakarta menggelar aksi pada Sabtu (10/09) lalu dengan tuntutan utama yakni penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat.

“Ini memang gerakan secara kolektif dari segala macam elemen yang ada di Muhammadiyah, sama-sama kita merespon, sama-sama kita menolak kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat,” ujar Y selaku humas dari Gerakan Muda Muhammadiyah.

Mereka menilai bahwa subsidi BBM yang saat ini sudah dicabut dan dialihkan akan diproyeksikan untuk pembangunan yang lain. Selain itu, pernyataan pemerintah yang menyebutkan subsidi BBM sudah mencapai 500 trilyun adalah informasi bohong (hoaks), dan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) masih mampu menopang kebutuhan subsidi BBM.

“Kami melihat juga data lain yang dikeluarkan Kementerian Keuangan yaitu nota keuangan yang sudah dikeluarkan untuk logbook tahun 2022, subsidi BBM yang sudah dikeluarkan pemerintah itu cuma sekitar 14,6 atau 14,8 trilyun [Rupiah], yang artinya asumsi [pernyataan] pemerintah telah mengeluarkan subsidi BBM sebesar 500 trilyun [Rupiah] lebih, itu adalah hoaks …. Artinya, subsidi-subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk BBM itu relatif kecil,” tutur Y.

Ratusan massa dari berbagai elemen yang tergabung dalam berbagai organisasi otonom (ORTOM) Muhammadiyah, serta perguruan tinggi Muhammadiyah memulai aksi mereka dengan berjalan kaki (long march) menuju ke Titik Nol Kilometer Yogyakarta, demi menentang kebijakan negara yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.

“ORTOM Muhammadiyah sendiri saat ini sedang melakukan konsolidasi nasional untuk sama-sama bergerak secara serentak, bergerak secara kolektif, menentang kebijakan negara yang tidak berpihak kepada rakyat,” lanjut Y.

Meski begitu, dari pihak Gerakan Muda Muhammadiyah Yogyakarta belum melakukan audiensi ke DPRD Yogyakarta. Menurut keterangan dari humas Gerakan Muda Muhammadiyah yang enggan menyebutkan namanya, selama pemerintah pusat tidak ingin mengubah kebijakan kenaikan harga BBM, melakukan audiensi dengan DPRD menjadi sia-sia.

“Ketika kita minta statement [beraudiensi] di DPRD dan itu disampaikan kepada pemerintahan pusat, selama [pemerintah] pusat itu tidak menginginkan kebijakan tersebut, maka kita sebenarnya tidak akan mendapatkan apa-apa,” tutur Y.

Mereka pun berpandangan, seharusnya seluruh elemen bergabung dan serentak menyuarakan hal yang sama dengan harapan pemerintah pusat melihat dan menyadari kebijakan yang telah dibuat tidak sesuai dan tidak diharapkan oleh rakyat.

Tidak hanya menolak kenaikan harga BBM, aksi yang mereka lakukan ini demi menyuarakan 6 tuntutan, yakni terkait penolakan kenaikan harga BBM; RUU KUHP; pemindahan ibu kota negara (IKN); pengusutan tuntas pelanggaran HAM berat; penolakan RUU Sisdiknas dan Komersialisasi Pendidikan; serta pembatalan UU Cipta Kerja.

“Nah, kenapa enam tuntutan utama atau enam tuntutan khusus [turunan] itu kami masukkan, karena kami membaca bahwasanya kebijakan yang kemudian di sampai yang dikeluarkan oleh pemerintah kita saat ini itu tidak lepas dari kebijakan-kebijakan lain yang sebenarnya sedang dilaksanakan atau kebijakan kebijakan lain yang sudah dilakukan seperti pemindahan ibu kota negara,” jelas Y.

Gerakan Muda Muhammadiyah yang sejak Senin (05/09) lalu sudah melakukan konsolidasi, sampai saat ini masih mengajak seluruh elemen di Gerakan Muda Muhammadiyah dan elemen masyarakat secara umum untuk menyuarakan tuntutan mereka terkait kebijakan negara yang tidak berpihak kepada rakyat. Mereka pun berharap bahwa aksi ini hanya menjadi pemantik awal dan akan ada eskalasi yang lebih besar di seluruh penjuru Nusantara.

“Ke depan kami akan melakukan konsolidasi yang lebih luas lagi, mengajak elemen masyarakat secara lebih luas lagi, dan kami [berencana] jika negara tidak mendengarkan tuntunan kami … tidak mendengarkan aspirasi kami, maka kami akan melakukan aksi-aksi yang lebih besar lagi,” pungkas Y sore itu di Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Reporter: Himmah Magang/Utami Amalia Sudarman, Talitha Nabilah, Himmah/Farah Azizah, Nadya Auriga

Editor: Nadya Auriga D.

Skip to content