Himmah Online – Sejumlah elemen mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Aksi Kamisan Jogja menggelar unjuk rasa bertajuk “Bebaskan Haris-Fatia”. Seluruh massa aksi berkumpul di depan Kejaksaan Tinggi DIY pada Kamis (16/11).
Aksi ini merupakan bentuk solidaritas terhadap kasus dugaan pencemaran nama baik yang menimpa aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, pada tanggal 13 November 2023. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jakarta Timur menjatuhkan tuntutan kepada Haris selama 4 tahun penjara dan Fatia selama 3 tahun 6 bulan penjara.
Kasus yang menimpa Haris dan Fatia dilatarbelakangi oleh adanya dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan oleh Haris dan Fatia pada siniar hasil riset keterlibatan pejabat negara dalam keberadaan tambang di Papua. Haris dan Fatia ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada 19 Maret 2022.
Selain itu, aksi ini juga merupakan bentuk kekecewaan dari berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa terhadap mundurnya demokrasi serta kacaunya sistem hukum di Indonesia.
Silla (21), salah seorang peserta aksi dari Social Movement Institute, menyampaikan kekecewaannya terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia yang membuat Haris dan Fatia dijatuhi tuntutan atas kasus yang mereka alami. Ia menilai bahwa tuntutan JPU tersebut tidak adil.
“Gak wajar dan itu sangat tidak adil, di mana tuntutan itu jauh lebih berat dibandingkan mereka yang jelas-jelas bersalah dalam kasus korupsi. Sedangkan dalam kasus ini, mereka (red-Haris dan Fatia) justru membuktikan bahwa hukum itu tidak adil,” tegasnya.
Lewat aksi ini, ia bersama massa aksi lainnya berupaya mengingatkan kembali dan menuntut kepada para penegak hukum agar bisa berlaku adil agar tidak menjadikan pengadilan sebagai sebuah ruang transaksi yang hanya berpihak kepada orang-orang tertentu saja. Ia juga berharap, aksi ini dapat membebaskan Haris dan Fatia dari tuntutan JPU. “Turunin lah, tuntutannya. Bebasin dong, mereka,” kata Silla.
Senada dengan Silla, peserta aksi lain dari Social Movement Institute, Rahman (28), turut menyampaikan kekecewaannya terhadap tuntutan atas kasus yang dialami oleh Haris-Fatia oleh JPU. Ia mengaku kaget dengan tuntutan yang dijatuhkan JPU kepada Haris dan Fatia.
“Sebenarnya dari Haris (red-tuntutan JPU) kemarin itu bukan undang-undang ITE . Cuma ada undang-undang yang dari RKUHP ini yang akhirnya menjerat mereka itu tentang keonaran di sosial media. Itu yang akhirnya menjerat mereka,” jelas Rahman.
Rahman juga menjelaskan bahwa penangkapan Haris dan Fatia merupakan pembungkaman terhadap demokrasi dan merupakan bentuk ketidakadilan hukum. Ia berharap melalui aksi ini, pihak Kejaksaan mau memperbaiki dirinya sehingga tingkat kepercayaan masyarakat semakin baik.
Terakhir, salah seorang peserta aksi dari Sukabumi, Meru (22), mengungkapkan rasa kekecewaannya terhadap kasus Haris dan Fatia ini lewat aksi teatrikal dengan menaburkan bunga ke pagar Gedung Kejaksaan Tinggi DIY dan membakar dupa.
“Tujuan dari teatrikal itu dilakukan karena pengerahan daya intelektual sudah dilakukan oleh akademisi-akademisi yang lain, gerakan-gerakan lewat oposisi menyuarakan dari luar (red-Aksi Kamisan) itu sudah dilakukan dengan segala cara,” jelas Meru.
Meru juga menjelaskan bahwa kasus yang menimpa Haris-Fatia justru menambah kemunduran praktik demokrasi yang dilakukan oleh pemerintah. “Mau dikatakan demokrasi ya jelas demokrasi macam apa yang diterapkan oleh pemerintah kita saat ini,” pungkasnya.
Reporter: Himmah/Muhammad Mufeed Al Bareeq, Eka Ayu Safitri, Farah Azizah, Magang Himmah/Fairuz Tito
Editor: R. Aria Chandra Prakosa