Tuti, Dieksekusi Tanpa Pemberitahuan

Kamis, 1 November 2018, Social Movement Institute, Komisi Untuk Orang Hiang dan Tindak Kekerasan (KONTRAS) dan Amnesty International menggelar Aksi Diam Kamisan di Tugu Pal Putih, Yogyakarta. Aksi ini mengangkat isu seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Tuti Tursilawati, yang dieksekusi mati pada tanggal 29 Oktober 2018 di Arab Saudi.

Mengutip press release dari Komite Aksi Kamisan dan relawan Amnesty International Indonesia Yogyakarta, aksi tersebut menuntut pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan cepat dan tanggap untuk melayangkan protes pada pemerintah Arab Saudi dan menolak penerapan hukuman mati tanpa terkecuali dalam kasus apapun. Hukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia telah melanggar hak untuk hidup yang dijamin dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia, Konvensi Internasional, dan Hak-Hak Sipil dan Politik.

Melalui kesempatan aksi tersebut, para relawan meminta kepada pemerintah Indonesia agar melakukan moratorium hukuman mati di Indonesia sebagai langkah untuk memudahkan diplomasi Indonesia di luar negri untuk menyelamatkan warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati.

Ari Wijayanto, selaku Koordinator Lapangan dalam Aksi tersebut mengatakan tujuan dari aksi tersebut adalah untuk mempertanyakan monitoring pemerintah, mengingat sudah banyak buruh migran yang bekerja di Arab Saudi dieksekusi mati di sana. Dari kasus ini mengingatkannya pada kasus yang sama pada buruh migran bernama Soleha, yang juga dieksekusi mati pada 30 September 1967 dan ia menyayangkan sudah 21 tahun kasus seperti ini masih tetap terulang.

Ia melanjutkan untuk kasus buruh migran, masih banyak buruh migran yang bekerja di luar negeri terutama di Malaysia dan Timur Tengah masih terkatung-katung dan tidak terdata. Hal ini akan berulang apabila peran pemerintah tidak maksimal pada pengawasan terhadap buruh migran. Ari juga berkata buruh migran di Arab Saudi sering dihukum mati dan pemerintah sering terlewat.

“Masalahnya, kita sudah ada Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 dan Undang-Undang Hak Ekonomi, Budaya, Sipil, dan Politik yang dibentuk oleh pemerintah namun kenapa pemerintah tidak memenuhi tanggung jawab?” tutur Ari. Ia juga mempertanyakan bagaimana pemenuhan hak untuk hidup warga negara yang masih sulit dan masih menemukan masalah seperti ini. “Persoalan seperti ini seharusnya sudah hilang,” lanjutnya.

Sinergi Aditya, Relawan Aksi Kamisan dan Amnesty International, mengatakan bahwa tujuan dari aksi ini adalah untuk menginformasikan kepada masyarakat terkait permasalahan Hak Asasi Manusia yang hari ini belum terselesaikan oleh pemerintah Indonesia. Aksi tersebut juga bertujuan agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sadar akan permasalahan kemanusiaan di Indonesia yang belum terselesaikan. Adit berpendapat bahwa dari kesepakatan perjanjian internasional seharusnya ada ruang publik untuk berdiskusi untuk menyelesaikan masalah terkait kasus eksekusi mati Tuti Tursilawati. “Ibaratnya ini kan diadili sendiri dan tidak ada pemerintah Indonesia yang tahu terkait hal ini dan tiba-tiba Tuti sudah dipulangkan dalam keadaan meningal,” ujar Adit.

Pada tanggal 12 Mei 2010, Tuti Tursilawati ditangkap oleh kepolisian atas tuduhan membunuh ayah majikannya yang merupakan Warga Negara Arab Saudi bernama Suud Mulhaq AI-Utaibi. Tuti Tursilawati ditangkap sehari setelah peristiwa kejadian pembunuhan yang terjadi pada tanggal 11 Mei 2010. Tuti telah bekerja selama 8 bulan dengan sisa gaji tak dibayar 6 bulan.

Setelah membunuh korban, Tuti kemudian kabur ke Kota Mekkah dengan membawa perhiasan dan uang senilai 31,500 SR atau Rp126.699.840,- milik majikannya. Namun dalam perjalanannya kabur ke Kota Makkah, Tuti diperkosa oleh sembilan orang pemuda Arab Saudi dan mereka mengambil semua barang curian tersebut. Sembilan orang pemuda tersebut ditangkap dan telah dihukum sesuai dengan ketentuan hukum Arab Saudi.

Sejak ditangkap dan ditahan oleh pihak Kepolisian, Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, melalui satgasnya di Thaif bernama Said Barawwas telah memberikan pendampingan dalam proses investigasi awal di Kepolisian dan investigasi lanjutan di Badan Investigasi. Selama proses investigasi, Tuti mengakui telah membunuh ayah majikan dengan alasan sering mendapatkan pelecehan seksual.

Ari berharap agar pemerintah berani untuk melayangkan persona non grata kepada Duta Besar Arab Saudi, lalu meningkatkan pengawasan terhadap migran untuk melindungi para migran yang bekerja di Arab Saudi mengingat migran yang bekerja di Arab Saudi menghasilkan devisa yang banyak bagi Negara Indonesia. “Kalau masih mengharapkan tenaga kerja di luar, pengawasannya dong ditingkatkan. Kalau perlu Komnas HAM ditempatkan juga di Kedutaan Besar (Kedubes) untuk melaksanakan pengawasan disana,” tutur Ari.

Reporter: M. Rizqy Rosi M., Yustisia Andhini

Editor: Hana Maulina Salsabila

Skip to content