Warga Kulon Progo Tuntut Peninjauan Kembali Putusan Kasasi MA

Himmah Online, Yogyakarta – Warga Kulon Progo yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) gelar aksi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta terkait kasus pembangunan bandara baru di Kulon Progo pada tanggal 18 April 2016. Selain itu aksi ini juga terjadi karena hasil putusan kasasi di Makhkamah Agung (MA) yang mengabulkan Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan bandara yang berasal dari Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Dalam aksi ini terdapat dua tuntutan yang diajukan oleh warga melalui press release yang dibagikan. Warga menuntut agar Izin Penetapan Lokasi (IPL) bandara dicabut lewat keputusan Peninjauan Kembali (PK) dan menuntut rencana pembangunan bandara di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta harus dibatalkan. Lebih dalam, terdapat 5 hal yang mendasari warga dalam tuntutan PK yang mereka ajukan.

Pertama, dengan berpedoman pada lampiran Perda DIY Nomor 6 tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2012-2017, hakim judex juris MA mengabulkan kasasi Gubenur DIY. Padahal konsep penataan ruang seperti diatur dala PP nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang menerangkan bahwasanya RPJMD tidak bisa mendahului apalagi ditempatkan lebih tinggi dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Kedua, hakim judex juris membenarkan terbitnya Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 68/KEP/2015 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Bandara Untuk Pengembangan Bandara Baru DIY. Ketiga, terbitnya Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 68/KEP/2015 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Bandara untuk Pembangunan Bandara Baru di DIY tidak pernah disertai dengan dokumen lingkungan hidup (AMDAL -red) yang berujung pada terbitnya izin lingkungan. Keempat, fungsi kawasan lindung geologi (kawasan rawan bencana alam geologis kawasan rawan tsunami) di sepanjang pantai Kulon Progo diabaikan oleh hakim judex juris. Dan yang kelima, hakim judex juris di salah satu pertimbangan putusannya bukannya menggali nilai-nilai hukum tapi justru memasuki wilayah pertimbangan tata usaha negara dan menempatkan diri seakan akan pada nalar pejabat tata usaha negara.

Awalnya, dari pihak kuasa hukum warga akan mengajuan PK, namun dikarena terdapatnya Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) yang tidak membenarkan jika putusan kasasi dilakukan peninjauan kembali maka atas saran dari hakim dilaksanakanlah audiensi. Audiensi yang dilakukan antara hakim PTUN dan perwakilan warga serta kuasa hukum dari warga Kulon Progo. Umar Dani selaku Hubungan Masyarakat (Humas) PTUN mengatakan bahwa segala upaya hukum harus mengacu pada peraturan perundang undangan dan peradilan tingkat pertama hanya memedomani.

Eko Yulianto, salah satu hakim PTUN yang hadir dalam audiensi tersebut mengatakan bahwa berdasarkan Pasal 19 Peraturan MA Republik Indonesia nomor 2 tahun 2016 tentang Pedoman Beracara dalam Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum  pada Peradilan Tata Usaha Negara, putusan kasasi merupakan putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum peninjauan kembali. Eko menambahkan bahwa PK hanya bisa diterima dalam hukum administrasi. “Jika dari pihak kuasa hukum akan mengajukan PK, maka hal itu hanya bisa diterima dalam hukum administrasi. Dan untuk saat ini dari pihak kami hanya bisa menampung apa yang ingin kalian sampaikan,” ungkap Eko.

Di balik itu, Yogi Zul Fadhli selaku kuasa hukum warga merasa sangat kecewa dengan hasil audiensi karena timnya juga baru mengetahui bahwa ada PerMA yang baru. “Kami merasa kecewa atas hasil audiensi ini, dan saya juga baru mengetahui mengenai PerMA yang baru keluar bulan Febuari ini,” ujar Yogi. Dirinya menyatakan bahwa timnya akan mengkaji terlebih dahulu PerMA yang baru untuk kemudian memutuskan apa yang akan dilakukan selanjutnya dua hari ke depan. Hal ini didasarkan pada perhitungan yang digunakan timnya. Menurutnya, pengajuan PK terhitung 180 hari setelah salinan putusan kasasi diterima oleh warga. Dikarenakan salinan putusan kasasi diterima warga pada tanggal 27 Oktober 2015, maka 180 harinya jatuh pada tanggal 23 April 2015.

Aksi ini tidak hanya mengadakan audiensi dengan hakim PTUN, para warga juga melakukan orasi yang menyerukan penolakan terhadap pembangunan bandara dan pencaputan IPL Gubernur. Selain itu warga juga melakukan zikir selama proses audiensi berlangsung dan diakhiri dengan penerbangan dua burung merpati.

Podcast

Skip to content