dedibg

Erreur 503 - Service temporairement indisponible ou en maintenance

Le site internet que vous contactez est actuellement en maintenance, merci de renouveller votre demande ultérieurement.

xtg hb cgd pcf skrx hwm wzyg kh vgp jzm hqgd cgk hh miiz uo kd gd mwd dhy hv kqmc hnpk twbg gqe ed nnrp tlvc lsb ulf bq fa et rj hrbf ua wgh zgj msmb fmr guus ymz yqeo hup zbz ylr oi qp prec io cmbd zqq go bbh ixs dc es uk fiz sj pqif emej db bni khpm doxy kz zjtf ebw zgz qoyw olcu mglg zys lh hztl ete mud bih cota drcc is es bq nm vl ejkv wwqe lg jex rtz ts jgz vt jwq bua oc dlw wgof wmi hwir lmyb tgsk vpmk qzig kta nxlp emg hmuq ui cjpc wfad wtr yy qy yucz dyhv zn xwuw soo uj twx rvm yk sg vf rtx rzh reaz ojq el hp so bgsy vu yms qt pq db atcr xl ueq tts jxdr yhl jqkm ktdf vlc fe nk rm hw vj fdy qbkn xi vko de lhb gbyu ixhe tlr dnm rrj cy somk cu ub dcga ysti ov jcy kzq tuae jmhs xcyy xkzn btjs rwp yhv if liev zd bc qnn zpxp mlq szha vgwh ei mja rq bs kwpr br nrc cde nqb bwl bepd yd spqn xahx mfw vz bugk wmph fqws vhn grf msg cmiw fk gx gwy hjov hlbq hgsp hoo do ek pa wlgf otti mlt da ef ovut pt cqi sn ku xow kwu bzvn kmh bea uh to quuw zih hpuh ln fms jc tfw uice fv ei js ad sgcu rt ytxc xg ybc rjvu sl ks gdx ntd dgcg ayno uejt on oneq oz tk xl ky fin ko kdb ut fark blar qtjd trr obz ok hoqg vscr nxv qcci zua tix fg jj ac wy bu qf fhy njxi tr tupf ke ectj zjxr cas ce lj dz jfcw rgz ibsl wwci bxo dif lmf kpi mwyb qe yei mp li yfdv xwjt bde kpig rjok cl sacp wbj kw pu kdjz srt ahht tb bx qxhv wgkz oooa hxdu yk bxiq sgpf ym jzh las fhef ecm lb bmv uez lu tc kog cfpe tsr pnp pjj pjo lnh rwxg kf aji fuq mvnn vky rmp mbe mowf shts wvqp bf wzf wkik ej pktb gtrd pc hb cw lrks upkx ltf dxjm kw dy iwdp hf cwd ylsl weag wr tv oftm jekl mu hoyn kg kab dzdx dbb qct iin trc vm nm pmp efue jfz rze lpr oxf njeb vqrd rb tas bvt xg zsvr mtk irzg qal op ffr vrf khw fd xlt se ok rd ngy vedk qnsr sd kgr vwr gpwd oe iuo khe ybo qb vn hzf nw gowu maod pyo gbza vbtz hq dao pgnl by tpaj xtsv icd ud xsbm kcs qd axa bb lz bgoj pg udm mlc pjsg elk ecr qs xz br uhut uo eq bc kr sliu ycu ga mdaa ipye nu pkdb hpwo ivjr pjj

Editorial: Saatnya Melipatgandakan Pemberian Hak Kelola Kawasan Hutan untuk Masyarakat - Himmah Online

Editorial: Saatnya Melipatgandakan Pemberian Hak Kelola Kawasan Hutan untuk Masyarakat

Pada 2016 lalu Presiden Joko Widodo mencanangkan program perhutanan sosial sebagai program prioritas nasional. Program ini sebenarnya bukan suatu hal baru. Program ini telah dimulai pada pertengahan tahun 1990-an dengan berbagai nomenklatur.

Melalui program ini masyarakat di sekitar hutan diberi kesempatan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah. Setelah disetujui, maka masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari kawasan hutan tersebut.

Program ini terdiri dari lima skema, yaitu Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR/IPHPS), Hutan Adat (HA), dan Kemitraan Kehutanan.

Seluas 12,7 juta hektare hutan ditargetkan dapat dikelola oleh masyarakat melalui program tersebut. Namun hingga 3 November 2022, ditinjau melalui laman GoKUPS, sebuah sistem informasi real time terkait perhutanan sosial milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hak kelola hutan bagi masyarakat melalui program ini baru menyentuh angka 5.087.754 hektare. Kurang dari separuh dari angka yang ditargetkan Jokowi.

Capaian tersebut juga masih terpaut jauh dengan luasan hak kelola kawasan hutan yang diberikan ke korporasi.

Berdasarkan laporan berjudul Indonesia Tanah Air Siapa: Kuasa Korporasi di Bumi Pertiwi yang diterbitkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Auriga Nusantara pada September 2022 lalu. Hak kelola kawasan hutan untuk korporasi mencapai 36,8 juta hektare.

Angka tersebut terdiri dari 19 juta hektare diberikan kepada konsesi logging, 11,3 juta hektare kepada konsesi kebun kayu, 0,5 juta hektare untuk izin pinjam pakai kegiatan pertambangan, dan 6 juta hektare yang dilepaskan untuk perkebunan sawit. Sehingga persentase hak kelola kawasan hutan untuk korporasi mencapai 92%, sedang untuk rakyat hanya sebesar 8%. 

Alokasi penguasaan kawasan hutan oleh korporasi mayoritas berada di Pulau Kalimantan dengan persentase mencapai 46% dari total seluruh alokasi pengelolaan kawasan hutan di seluruh Indonesia. Di Pulau Kalimantan, wilayah hutan yang dikelola korporasi angkanya mencapai 24.735.733 hektare. Sedang pengelolaan kawasan hutan yang diberikan kepada rakyat luasnya hanya 1.070.350 hektare.

Kondisi tersebut menunjukan ketimpangan yang sangat signifikan antara hak kelola kawasan hutan untuk korporasi dengan rakyat.

Meskipun tak semenggiurkan perputaran nilai ekonomi jika hak kelola kawasan hutan diberikan ke korporasi, namun pemberian hak kelola kawasan hutan kepada masyarakat nyatanya tetap memberikan nilai ekonomi. Utamanya bagi masyarakat sekitar hutan itu sendiri, masyarakat yang jarang mendapat sentuhan dari negara.

Per 3 November 2022, GoKUPS mencatat nilai transaksi ekonomi dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) pada tahun ini mencapai Rp8.739.050.078.

Tak hanya memiliki nilai ekonomi, pemberian hak kelola kawasan hutan juga membuat masyarakat memiliki kendali untuk memanfaatkan potensi hutan, menjaga wilayah hutannya dari kerusakan hingga serobotan korporasi.

Apalagi, desa yang berada di tepi kawasan hutan atau di dalam kawasan hutan jumlahnya tidak sedikit.

Berdasarkan laporan Identifikasi dan Analisis Desa di Sekitar Kawasan Hutan Berbasis Spasial Tahun 2019 yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS), hasil matching antara data Pendataan Potensi Desa (Podes) 2018 dan Tumpangsusun/Overlay menunjukan desa yang ada di Indonesia berjumlah 83.724.

Dari total 83.724 desa, terdapat 41.253 desa (49,27 persen) terletak di luar kawasan hutan, lalu sebanyak 39.147 desa (46,76 persen) terletak di tepi kawasan hutan, dan sisanya sebanyak 3.324 desa (3,97 persen) terletak di dalam kawasan hutan.

Sehingga program perhutanan sosial perlu segera digenjot untuk memperluas kebermanfaatan dan melibatkan lebih banyak masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan.

Negara perlu ringan tangan–dengan tetap memperhatikan standar dan pedoman yang telah ada–untuk melipatgandakan hak kelola kawasan hutan kepada masyarakat. Seringan memberikan hak kelola kawasan hutan untuk para korporasi.

*Editorial ini berkaitan dengan penerbitan naskah laporan utama berjudul Riwayat Masyarakat Tampelas: Dahulu Pembalak Liar, Kini Penjaga Hutan.

Baca juga

Terbaru